TIMES JATIM, LAMONGAN – Polemik penghapusan sejumlah keluarga miskin dari daftar penerima bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Lamongan menjadi sorotan publik.
Di tengah perdebatan, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lamongan memastikan data kemiskinan lebih akurat melalui penerapan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025.
Kepala BPS Lamongan, Bagyo Trilaksono, menjelaskan bahwa DTSEN merupakan data tunggal yang dihasilkan dari penggabungan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial, Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) dari Bappenas, dan Pendataan Keluarga (P3KE) dari BKKBN.
“Semua data digabung menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai key number sehingga setiap penduduk memiliki satu identitas data yang sama. Dengan begitu, tumpang tindih dan inkonsistensi data di berbagai kementerian bisa diatasi,” ujar Bagyo, Jumat (15/8/2025).
Sedangkan proses perangkingan atau pengklasifikasian ke dalam desil 1 hingga 10, Bagyo menegaskan, dilakukan oleh BPS Pusat, bukan BPS Lamongan. Desil 1 merepresentasikan 10 persen penduduk termiskin, sedangkan desil 10 menunjukkan kelompok paling mampu secara ekonomi.
“Munculnya desil itu setelah data tersebut terverifikasi oleh teman pendamping PKH, kemudian kita kirimkan ke BPS Pusat. Jadi bukan kita penentu siapa yang dapat bantuan. Keputusan akhir ada di Kementerian Sosial (Kemensos) RI sesuai program dan kemampuan anggarannya,” tuturnya.
Proses verifikasi melibatkan peninjauan langsung ke rumah warga, mencocokkan kondisi riil dengan data di sistem. Indikator yang diperiksa meliputi jenis lantai, kondisi dinding, sumber listrik, tingkat pendidikan, hingga jenis pekerjaan kepala keluarga.
"Listriknya berapa KWH, nyalur atau meteran atas nama sendiri. Selain itu dalam keluarga tersebut, siapa saja yang bekerja. Apakah hanya suami saja atau istri dan anaknya juga," katanya.
BPS Lamongan juga aktif melakukan pembaruan data melalui pelatihan kepada pendamping PKH. Awal tahun ini, tujuh kelas pelatihan digelar untuk membekali petugas melakukan update data door to door.
“Jika ditemukan data yang keliru atau anomali, misalnya rumah di data tertulis berdinding bambu tapi di lapangan sudah tembok, maka akan diperbaiki. Hasil verifikasi dikirim ke BPS Pusat untuk pembaruan DTSEN,” ujarnya.
Berbeda dengan program Sekolah Rakyat (SR) di wilayah Kecamatan Brondong yang kemarin mendapatkan kunjungan dari Mensos RI Saifullah Yusuf, BPS Lamongan terlibat dalam verifikasi data.
"Prosesnya teman pendamping PKH mengirimkan data calon siswa program SR. Kemudian kita verifikasi. Kalau memang tidak layak dicoret untuk kita mintakan ke teman pendamping PKH mencarikan penggantinya," katanya.
Penerapan DTSEN mulai digunakan pada Triwulan kedua tahub 2025. Tujuannya, menghindari penerima ganda dari program berbeda serta memastikan bantuan tepat sasaran.
“Kalau sebelumnya dapat tapi sekarang tidak, berarti sudah tidak masuk kategori desil penerima. Sebaliknya, yang dulu tidak menerima tapi sekarang dapat, itu karena sesuai hasil pemutakhiran data,” ujar Bagyo, Kepala BPS Lamongan.
Meski sistem ini diyakini akurat, polemik tetap muncul. Di Desa Weduni, Kecamatan Deket, sejumlah keluarga yang dinilai masih layak menerima bansos justru terhapus dari daftar Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Pendamping PKH Lamongan wilayah Kecamatan Deket, Teguh Hendrik Hartarto, menilai mekanisme baru klasifikasi desil yang diatur BPS menjadi penyebab utama.
“Kalau masuk desil 6 sampai 10, otomatis dianggap tidak layak menerima bansos. Masalahnya, 39 kriteria penentu desil itu tidak pernah dipaparkan rinci ke kami,” ujar Teguh.
Ia mengaku menemukan kasus warga dengan kondisi ekonomi sulit namun justru dikategorikan di desil tinggi. Teguh juga mengungkap adanya fitur pembaruan desil di DTSEN yang memungkinkan pengajuan penurunan desil jika warga dinilai masih layak menerima bantuan.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa pembaruan desil berbeda dengan penonaktifan bansos. “Kalau penonaktifan biasanya tanpa cek lapangan. Pembaruan desil berdasarkan kondisi nyata di lapangan,” ujarnya.
Teguh pun meminta BPS dan Kemensos membuka kriteria penentuan desil secara transparan. “Kalau kriterianya jelas, kami bisa menjelaskan ke warga. Jangan sampai masyarakat yang benar-benar membutuhkan malah tersingkir gara-gara sistem yang tidak terbuka,” tutur Teguh, pendamping PKH Lamongan wilayah Kecamatan Deket. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Mekanisme Desil Sesuai Inpres, BPS Lamongan Pastikan DTSEN Data Tunggal se-Indonesia
Pewarta | : Moch Nuril Huda |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |