TIMES JATIM, MALANG – Anggaran DPRD Kota Malang dipangkas 50,1 persen. Hal itu telah tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang menekan belanja perjalanan dinas, alat tulis kantor (ATK), listrik, dan pos lainnya.
Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita mengatakan, tidak ada kenaikan tunjangan bagi anggota dewan. Justru, anggaran DPRD mengalami pengurangan seiring kebijakan efisiensi.
“Tidak ada tunjangan yang naik, bahkan anggaran berkurang. Kemarin kami melakukan efisiensi hingga 50,1 persen, tertinggi di seluruh Malang Raya,” ujar Amithya, Senin (15/9/2025).
Ia mengungkapkan, tunjangan yang diterima anggota DPRD di daerah berbeda dengan legislator tingkat pusat. Anggota DPRD kabupaten/kota tidak mendapatkan anggaran untuk fasilitas perjalanan luar negeri maupun tunjangan pajak.
Hal itu disampaikannya menanggapi kebijakan pemerintah pusat yang ditindaklanjuti DPRD Provinsi Jawa Timur terkait penghapusan tunjangan perjalanan dinas luar negeri.
“Kami tidak ada anggaran ke luar negeri. Semua mengacu pada Inpres,” ungkapnya.
Perempuan yang akrab disapa Mia ini juga membantah adanya tunjangan pajak sebagaimana disebut Kementerian Keuangan. Menurutnya, ketentuan itu hanya berlaku bagi anggota DPR RI.
“Kami tidak mendapat tunjangan pajak, termasuk PPh 21. Justru dipotong dan potongannya besar, apalagi dengan sistem tarif efektif rata-rata (TER),” tegasnya.
Bahkan, ia sebagai Ketua DPRD Kota Malang juga meminta kepada seluruh anggotanya untuk tidak flexing atau pamer kekayaan. Imbauan ini merespons sorotan publik terhadap gaya hidup pejabat yang dinilai memicu gelombang demonstrasi.
“Sudah saya sampaikan dalam rapat, ini saatnya kita evaluasi. Kita ini etalase masyarakat, harus memberi contoh yang baik,” katanya.
Efisiensi Anggaran DPRD Kota Malang
Sementara, Sekretaris Komisi A DPRD Kota Malang, Harvard Kurniawan menyebut bahwa efisiensi anggaran terbesar terjadi pada pos perjalanan dinas, yakni kunjungan kerja (kunker) dan reses. Dari total anggaran sekitar Rp29 miliar, kini hanya tersisa sekitar Rp14,4 miliar atau terpotong Rp14,6 miliar (50,1 persen dari Rp29 miliar).
“Yang terkena efisiensi itu salah satunya kunker dan reses. Totalnya dipangkas Rp14,4 miliar. Untuk kunker luar negeri di APBD 2025 ini memang tidak ada,” kata Harvard.
Selain itu, anggaran ATK yang sebelumnya sekitar Rp2 miliar per tahun juga dipotong hingga 50 persen. Harvard menegaskan, meski efisiensi dilakukan, hal itu tidak menyentuh tunjangan yang melekat pada pimpinan maupun anggota dewan.
“Tunjangan perumahan dan transportasi tidak termasuk yang dipangkas. Semua sudah sesuai Inpres dan sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 dan Peraturan Wali Kota,” tuturnya.
Tunjangan Anggota DPRD
Secara rinci, Ketua DPRD tidak mendapat tunjangan perumahan dan transportasi karena sudah difasilitasi rumah serta mobil dinas. Wakil ketua DPRD mendapat tunjangan perumahan sekitar Rp22 juta per bulan, namun tidak mendapat tunjangan transportasi, karena sudah difasilitasi mobil dinas. Sedangkan anggota DPRD memperoleh tunjangan perumahan sekitar Rp20 juta dan transportasi sekitar Rp10 juta per bulan.
Untuk gaji pokok, setiap anggota DPRD menerima sekitar Rp4,3 juta termasuk tunjangan keluarga dan telekomunikasi, di luar tunjangan perumahan dan transportasi. Hal ini bisa berbeda tergantung dari jabatan masing-masing anggota, contoh halnya jika menjabat sebagai Ketua Komisi.
“Kalau selisihnya mungkin hanya sekitar Rp50 ribu untuk setiap jabatan. Besaran tunjangan itu sesuai hasil apresial (Wakil Ketua 90 persen dari Apresial dan anggota 80 persen), keputusan besaran gaji dikonsultasikan ke BPK dan atas persetujuan Biro Keuangan Provinsi. Angkanya tidak mungkin melebihi provinsi, apalagi Surabaya,” ujarnya.
Reses Terdampak
Terkait dampak pemangkasan, ia mengakui reses menjadi sektor yang paling terdampak.
“Biasanya kami bisa mengundang 500–600 orang, sekarang hanya bisa 200 orang. Untuk kunker, kami prioritaskan konsultasi ke kementerian agar bisa tetap mengakses program dan anggaran dari pusat,” jelasnya.
Meski demikian, Harvard menegaskan DPRD Kota Malang tetap berkomitmen menjalankan fungsi pengawasan, termasuk target pembahasan 18 perda tahun ini.
“Pada prinsipnya kami di daerah manut pusat. Kalau ada tuntutan terkait tunjangan atau anggaran, tentu disampaikan ke provinsi dan pemerintah pusat. Tugas kami tetap memastikan kinerja dewan berjalan, bukan semata dari besarnya gaji,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |