TIMES JATIM, BANYUWANGI – Menjelang pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) DPD Partai Golkar Banyuwangi, dinamika internal partai mulai mengemuka.
Sekretaris DPD Golkar Banyuwangi yang juga Ketua Steering Committee (SC) Musda, Ahmad Ali Firdaus, menegaskan bahwa soliditas kader harus menjadi prioritas utama dalam menghadapi agenda politik penting tersebut.
Penegasan itu disampaikan Ali menyusul adanya dugaan pengkondisian Musda menuju aklamasi satu calon ketua. Menurutnya, praktik semacam itu berpotensi membatasi hak kader dalam berdemokrasi sekaligus memicu perpecahan di tubuh Partai Golkar Banyuwangi.
“Tidak ada aturan yang mewajibkan pemilihan ketua harus aklamasi. Jika dipaksakan, itu sama saja mengebiri hak memilih dan dipilih kader. Padahal Golkar Banyuwangi memiliki banyak kader potensial,” ujar Ali, Senin (29/12/2025).
Ali mengungkapkan, pada tahapan pendaftaran yang digelar Minggu (28/12/2025), pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan. Salah satunya adalah pencabutan dukungan yang dilakukan oleh beberapa pimpinan kecamatan (PK) dan sekretaris dari lima kecamatan.
“Mereka mengirimkan surat kepada DPD Partai Golkar Banyuwangi yang berisi mosi tidak percaya dari pimpinan kecamatan dan sekretaris,” ungkapnya.
Bahkan, lanjut Ali, terdapat sejumlah pimpinan kecamatan yang diduga ‘dikarantina’ dan sulit dihubungi. Kondisi tersebut dinilai sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap struktur dan kepengurusan DPD Partai Golkar Banyuwangi.
“Ada 18 pimpinan kecamatan yang saat ini tidak patuh kepada DPD Partai Golkar Banyuwangi,” tegasnya.
Atas dasar itu, Ali mengaku menolak menandatangani berita acara pleno. Dia menilai proses telah menyimpang sejak awal karena pada pleno pendaftaran justru dilakukan verifikasi dan pencoretan dukungan.
“Saya tidak mau menandatangani karena pleno itu hanya pendaftaran, bukan verifikasi. Namun faktanya sudah terjadi pencoretan dukungan,” katanya.
Ali menilai, narasi aklamasi yang terus dibangun berdampak serius terhadap soliditas kader, khususnya di tingkat pimpinan kecamatan dan ranting yang selama ini telah dibangun melalui konsolidasi panjang. Atas polemik tersebut, pihaknya memastikan akan menempuh jalur organisasi sesuai mekanisme partai.
“Kami akan membawa persoalan ini ke Dewan Etik dan Mahkamah Partai. Semua proses, dari awal hingga pleno, akan kami sampaikan ke DPP,” tegasnya.
Di sisi lain, dinamika internal itu dinilai berpotensi memicu ketegangan di lapangan, termasuk kemungkinan mobilisasi massa saat Musda berlangsung.
“Tujuan kami sebenarnya sederhana, Golkar ke depan harus lebih baik. Hubungan yang dulu baik-baik saja harus dirapikan kembali. Jangan sampai sistem yang dipaksakan dan aklamasi yang dikondisikan justru memecah belah,” jelas Ali.
Senada, Wakil Ketua Bidang Organisasi Golkar Banyuwangi, Aulia Rachman, menyebut polemik Musda dipicu tarik-menarik kepentingan di internal Steering Committee.
“Komposisi SC terbelah dan sarat kepentingan. Penetapan dukungan dan calon seharusnya dilakukan di sidang paripurna Musda, bukan di rapat pendaftaran,” ujarnya.
Aulia mengungkapkan, pihaknya telah menggelar rapat khusus untuk menganalisis dugaan penyimpangan tahapan Musda, termasuk adanya indikasi intervensi pihak eksternal.
“Kami sudah mencatat banyak penyimpangan. Partai punya mekanisme resmi untuk menyelesaikan persoalan ini sampai ke DPP,” tegasnya.
Polemik Musda juga dirasakan oleh kader yang maju sebagai bakal calon ketua. Salah satunya, Marifatul Kamila, yang memprotes proses pendaftaran dan verifikasi dukungan.
Marifatul mengaku telah memenuhi syarat minimal 30 persen dukungan saat mendaftar pada Minggu (28/12/2025). Namun, hasil pleno justru menyisakan dukungan sebesar enam persen.
“Kami sudah mendaftar dan memenuhi syarat 30 persen. Tapi setelah pleno, dukungan kami tinggal enam persen. Ini yang kami anggap tidak adil,” ujarnya.
Rifa menilai pengurangan dukungan terjadi akibat pencoretan sepihak dari beberapa kecamatan melalui surat pencabutan dan mosi tidak percaya.
“Ada surat pencabutan dan mosi tidak percaya dari lima kecamatan, tapi itu tidak dipertimbangkan secara adil,” tegasnya.
Menurut Marifatul, verifikasi dukungan dilakukan tidak pada tempatnya. “Kemarin itu hanya pendaftaran satu hari di DPD Golkar. Verifikasi seharusnya dilakukan saat Musda, bukan di pleno pendaftaran,” imbuhnya. (*)
| Pewarta | : Syamsul Arifin |
| Editor | : Imadudin Muhammad |