TIMES JATIM, BONDOWOSO – Puluhan penghulu yang tergabung dalam Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) Kabupaten Bondowoso bersama mudin desa, mengadu ke DPRD Kabupaten Bondowoso, Senin (10/2/2025).
Para penghulu tersebut diterima langsung oleh pimpinan DPRD Kabupaten Bondowoso Fraksi PKB di ruang rapat paripurna. Tampak hadir juga Kepala Dispendukcapil, Kepala Pengadilan Agama, dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Bondowoso dan sejumlah kepala KUA.
Para penghulu tersebut menyampaikan aspirasi soal Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 30 Tahun 2024 Pasal 4 poin (b) bahwa calon pengganti harus melampirkan akta kelahiran.
Namun penyertaan akta kelahiran dengan validasi tinggi sebagaimana terjadi saat ini menjadi kegelisahan bagi masyarakat.
Sebab kenyataan di bawah, banyak calon pengantin yang tidak memiliki akta kelahiran karena beberapa faktor.
Diantaranya pernikahan orang tua tidak tercatat di KUA, orang tua tidak diketahui, orang tua melakukan hubungan di luar perkawinan, hingga orang tua tidak memiliki dokumen sebagai dasar pembuatan akta kelahiran.
Informasi diterima TIMES Indonesia, banyak dokumen pemberitahuan kehendak nikah di KUA tidak ditandatangani karena terkendala persyaratan akta kelahiran tersebut.
Awalul Muttaqin, Ketua APRI Bondowoso menjelaskan, aturan PMA terbaru ini tidak sama dengan aturan sebelumnya PMA nomor 20 Tahun 2019 yang memberikan kelonggaran dengan mengganti surat keterangan kelahiran.
“Melihat fenomena ini beragam problem yang harus dihadapi dan diselesaikan KUA yang notabene sebagai leading sector dalam pencatatan nikah,” jelas dia dalam keterangan tertulisnya.
Dia juga memaparkan, berdasarkan Permendagri Nomor 108 tahun 2018 pasal 48 bahwa ada 4 format akta kelahiran.
Pertama, akta kelahiran dimana perkawinan orang tuanya tercatat di KUA, sehingga akta kelahiran ini mencantumkan nama bapak dan ibu.
Kedua yakni format akta kelahiran anak yang orang tuanya menikah tetapi tidak tercatat di KUA (nikah siri) tetapi di KK menunjukkan suami istri. Maka formulasi kalimat memuat anak yang dilahirkan dari ayah dan ibu.
Ketiga yakni akta kelahiran yang diterbitkan karena perkawinan yang belum tercatat di KUA. Sehingga formulasi kalimat di dalamnya hanya mencantumkan nama ibu.
Keempat yakni akta kelahiran anak yang diketahui asal usulnya atau keberadaan orang tuanya. Formulasi kalimat di dalamnya tidak memuat nama dan identitas orang tuanya.
Kepala Dispendukcapil Bondowoso, Agung Tri Handono mengaku telah menerima masukan dari pihak yang berkepentingan, baik dari KUA, penghulu dan mudin di desa. Dia menilai semua masukannya baik.
Pihaknya mengaku masih akan bertemu dengan Kepala Kemenag Bondowoso dan Ketua Pengadilan Agama (PA).
“Mungkin nanti Hari Rabu, saya bicarakan bertiga antar pimpinan. Nanti langkah baiknya seperti apa,” jelas dia.
Sementara terkait opsi penerbitan akta kelahiran sebagaimana dalam Permendagri nomor 108 tahun 2019. Pihaknya masih akan mengkaji kembali, sebab setiap produk akta yang diterbitkan harus memiliki legal standingnya.
“Jadi tidak bisa hanya sekedar keterangan kepala desa. Karena produk hukum positif harus berasal dari produk hukum positif,” jelas dia.
Memang persyaratan akta kelahiran dalam PMA ini kata Agung, Dispendukcapil dan Kemenag sepertinya masih beda tafsir.
Agung mengakui bahwa memang ada empat format penerbitan akta kelahiran, tapi tidak seenaknya bisa dikeluarkan sehingga tetap harus berhati-hati.
Pihaknya juga ingin ada kepastian bagi masyarakat yang mau menikah. Tetapi Dispendukcapil juga tidak ingin ada masalah di kemudian hari terhadap produk akta yang diterbitkan.
Sebagai tindak lanjut dari pertemuan ini, pihaknya siap duduk bersama untuk mencari solusi.
“Kami mendengar banyak hal dari Kemenag juga, kajiannya juga bagus,” imbuh dia.(*)
Pewarta | : Moh Bahri |
Editor | : Imadudin Muhammad |