TIMES JATIM, JAKARTA – Estafet obor Olimpiade Tokyo 2020 pada Kamis (25/3/2021) hari ini dimulai dari Fukushima, Jepang. Estafet obor ini akan melewati 859 kota besar dan kecil di seluruh Jepang selama 121 hari.
Obor ini akan sampai di Stadion Nasional, Tokyo pada 23 Juli mendatang, pada saat upacara pembukaan Olimpiade XXXII dan Paralimpiade Musim Panas 2020.
Untuk mencegah infeksi Covid-19, seperti dilansir Nikkei Asia, penyelenggara ingin orang-orang menonton dari televisi atau internet saja daripada berkumpul di sepanjang rute.
Para pelari oleh pihak penyelenggara juga dilarang makan di luar selama dua minggu sebelum menjalankan tugasnya.
Kamis hari ini sekaligus menjadi suasana sedih Olimpiade untuk yang pertama karena diadakan dalam balutan pandemi Covid-19.
Tidak akan ada penonton asing setelah penyelenggara Tokyo 2020 memutuskan pada akhir pekan lalu yang melarang semua pengunjung dari luar negeri kecuali peserta.
Perdana Menteri Yoshihide Suga juga tidak menghadiri upacara pembukaan estafet obor Olimpiade hari ini setelah memutuskan tidak melakukan perjalanan dua jam dari Tokyo sebagai tindakan pencegahan virus korona.
Sebagai gantinya untuk memimpin acara ini adalah Presiden Tokyo 2020, Seiko Hashimoto, Gubernur Tokyo, Yuriko Koike dan Menteri Olimpiade, Tamayo Marukawa.
"Sekitar setahun lalu di Olimpiade Yunani, apinya diserahkan ke Jepang. Nyala api tidak putus asa dan sekarang mekar seperti bunga sakura," kata Hashimoto saat memberi sambutan pada upacara Kamis pagi.
Jepang telah mengalami kerugian besar setelah menginvestasikan tujuh tahun atau lebih dari $12 miliar dalam perhelatan Olimpiade ini.
Berlangsung selama akhir pekan dari prefektur Fukushima ke Iwate dan Miyagi, estafet ini adalah salah satu peluang terakhir bagi penyelenggara Tokyo 2020 untuk memenangkan publik Jepang ke pertandingan yang dilanda pandemi.
Jajak pendapat akhir pekan oleh Kyodo News menunjukkan hanya 23% dukungan untuk melanjutkan Olimpiade musim panas ini. Kebanyakan orang Jepang merasa bahwa permainan tersebut harus ditunda lagi atau dibatalkan sama sekali.
Namun, bagi masyarakat Fukushima, momen ini disebut "Olimpiade Rekonstruksi" untuk memberi gambaran kepada dunia internasional yang langka bahwa mereka telah pulih dari bencana tsunami dan nuklir yang menghancurkan.
"Olimpiade Rekonstruksi' selalu menjadi tema bagi kami," kata Koike dalam sambutannya dengan menambahkan bahwa tanpa rekonstruksi "permainan tidak akan berhasil."
Wilayah tersebut telah berjuang untuk meningkatkan populasinya kembali ke angka sebelum bencana, menarik wisatawan yang waspada terhadap zona pengecualian nuklir, atau mengekspor produk ke negara-negara yang khawatir dengan radiasi.
Mineo Suzuki, 73, pembawa obor tertua pada hari Kamis, mendedikasikan larinya untuk cucunya di Tokyo, yang belum pernah dia lihat sejak pandemi dimulai.
"Saya ingin memiliki perjalanan yang kuat dan menyenangkan dengan perasaan menjadi perwakilan daerah di hati saya," katanya setelah ia dipilih mengaeal obor Olimpiade Tokyo 2020 dari perfektur Fukushima ini.(*)
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |