https://jatim.times.co.id/
Berita

Ritual Pradaksina Warnai Waisak Umat Buddha Kota Probolinggo

Selasa, 13 Mei 2025 - 10:17
Ritual Pradaksina Warnai Waisak Umat Buddha Kota Probolinggo Umat Buddha TITD Klenteng Sumber Naga Kota Probolinggo melakukan ritual Pradaksina. (Foto: Sri Hartini/TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, PROBOLINGGO – Rangkaian peringatan Tri Suci Waisak di TITD Klenteng Sumber Naga, Kota Probolinggo, terus berlanjut. Pada Senin malam (12/05/2025), menjelang detik-detik Waisak yang jatuh pada pukul 23.55 waktu setempat, umat Buddha melaksanakan sembahyang dan ritual Pradaksina.

Pradaksina merupakan ritual penghormatan dengan mengelilingi objek suci seperti stupa, pohon Bodhi, atau rupang Buddha sebanyak tiga kali. Dalam pelaksanaannya, ritual ini dilakukan sambil bermeditasi berjalan searah jarum jam, dengan posisi peserta senantiasa berada di sisi kanan objek pemujaan.

Di Kota Probolinggo, umat Buddha melaksanakan Pradaksina dengan mengelilingi tempat peribadatan, yakni Klenteng Sumber Naga, sebanyak tiga kali searah jarum jam. Para peserta membawa lampion, bunga sedap malam, dan dupa sebagai bagian dari prosesi.

Erfan Sudjianti menjelaskan, ritual ini menjadi tradisi tahunan saat Waisak, khususnya menjelang momen puncak peringatan.

“Pradaksina ini sudah rutin kami lakukan menjelang detik–detik Waisak. Kalau dulu, dalam Pradaksina para umat Buddha membawa lilin sebagai simbol penerangan dan bunga sebagai simbol wewangian, tapi setelah kebakaran kemarin kami tidak diperkenankan,” jelas Erfan.

Larangan penggunaan lilin dalam ritual ini tak lepas dari insiden kebakaran besar yang terjadi di Klenteng Sumber Naga sehari sebelum peringatan Waisak, pada 19 Mei 2019. Kebakaran diduga dipicu kobaran lilin di salah satu ruang pemujaan. Sejak saat itu, lilin dalam prosesi digantikan dengan lampion.

Tepat pukul 20.15, ratusan umat Buddha mengikuti ritual Pradaksina dengan khidmat, meski Kota Probolinggo tengah diguyur hujan.

“Ritual Pradaksina ini merupakan sebuah bentuk penghormatan tertinggi terhadap obyek yang kita kelilingi, dalam hal ini para dewa yang ada di tempat peribadatan kami di TITD Klenteng Sumber Naga,” jelas Erfan.

Ritual ini biasanya dilakukan sebanyak tiga, tujuh, atau sembilan kali putaran. Dahulu, Pradaksina dimaknai sebagai ritual pengusiran roh jahat. Namun kini, praktik tersebut lebih dipahami sebagai bentuk penghormatan tertinggi dalam ajaran Buddha.

Dalam prosesi ini, lampion melambangkan penerangan, sedangkan bunga sedap malam menyimbolkan ketidakkekalan.

Umat-Buddha-TITD-Klenteng-Sumber-Naga-b.jpgRatusan umat Buddha Mengelilingi TITD Klenteng Sumber Naga sebanyak tiga kali sebagai satu penghormatan tertinggi. (Foto: Sri Hartini/TIMES Indonesia)

“Sebagus–bagusnya bunga, semekar–mekarnya bunga, maka akan layu. Nah, ini artinya ketidakkekalan,” jelas Erfan.

Sementara itu, Riki, salah satu umat Buddha dari Probolinggo, menyampaikan makna Pradaksina sebagai bentuk peringatan terhadap tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha Gautama: kelahiran, mencapai pencerahan, dan wafatnya.

“Jadi kita mengelilingi tiga kali suatu objek tersebut, maknanya adalah memperingati tiga hal tersebut,” ujar Riki.

Pada peringatan Waisak tahun ini, Riki juga menyampaikan harapannya agar semua makhluk hidup dapat hidup berbahagia.

Lebih lanjut, ia memaknai hujan yang mengguyur malam peringatan sebagai simbol ujian yang memperkuat spiritualitas.

“Ada orang bilang, kalau gerimis saja kita tidak bisa hadapi, apalagi tantangan hidup lainnya yang lebih berat,” ujar Riki.

Rangkaian peringatan Waisak di Klenteng Sumber Naga ditutup dengan pembacaan Paritta menjelang detik-detik Waisak pukul 23.55 waktu setempat. (*)

Pewarta : Sri Hartini
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.