Kopi TIMES

Celana Robek

Kamis, 22 Juli 2021 - 11:33
Celana Robek Happy L. Tuansyah, (FOTO: Jurnalis for TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, PROBOLINGGO – v class="gE gt iv">Compang-camping di bagian dengkul. Tapi si Paijo dengan pe-de nya memakai celana jeans hitamnya. Dipadu kaos oblong warna senada. Ditambah rompi kulit, pun warna yang sama.

 
Belum genap lima langkah darinya meninggalkan rumah, seseorang menegur Paijo. “Eh kecantol dimana itu celana. Gak bisa menjahit kah,” tegur Mbah Mamat, tak lain masih kakek mertua si Paijo.
 
Paijo hanya tersenyum simpul, tak menghiraukan. Lalu pergi. “Apa celana robek saya menyumpal mulut anda. Atau celana robek saya nyangkut di ujung mata anda,” batin Paijo.
 
Dengan santainya, Paijo melanjutkan perjalanan. Pergi nongkrong ke tempat rekannya. Memesan kopi dan sebungkus kretek. Pemilik warung kopi ini adalah orang dari negeri seberang, Belanda. Tanpa ba-bi-bu, segera menyapa Paijo dengan hangat. Tanpa komentar soal celana robek.
 
Bukan hanya milik Paijo. Celana robek bahkan sampai dijual belasan juta rupiah. 2014 silam, di Jepang ada pelelangan celana robek. Jenis denim itu, sebelumnya dikoyak oleh singa di sebuah kebun binatang. “Robekan dan sayatan pada jeans dari kebun binatang ini dibuat dengan naluri binatang yang kuat,” begitu tulis situs pelalangan tersebut.
 
Komentar? Beragam. Tapi tidak lagi dengan nada sindiran. Pada masa pandemi covid-19 2020 lalu, sebuah kebun binatang juga lakukan hal yang sama. Kali ini Harimau. Celana robek yang dihasilkan pun laku sampai Rp 9 juta Nilai fantastis untuk sekedar celana robek.
 
Serupa dengan jeans milik Paijo. Robekan di sana sini bukan karena disengaja. Tetapi memang lapuk dimakan waktu. Kerap keluar masuk cucian. Baginya itu adalah simbol kebebasan. Yang penting bukan dari hasil korupsi atau colongan. Celana robek itu menemaninya mengais rejeki.
 
Tapi buktinya, tak semua orang terima dengan celana robek si Paijo. Tidak sopan lah. Terkesan kampungan lah. Norak lah. Preman lah. Bangsat lah. Dan setumpuk stigma negatif lainnya.
 
Setidaknya dari selusin lebih cemoohan itu, ada kebenaran yang bisa dibuktikan. Manusia kebanyakan masih saja melihat bungkus. Ketimbang siapa di dalam bungkus itu. Celana robek kan bungkus. Paijo ya paijo. Seorang bapak satu anak, pekerjaan wartawan, punya tuntutan penuhi tanggung jawab nafkahi keluarga. Tidak terlibat kriminal, kalem sama tetangga. Kecuali disenggol terlebih dahulu.
 
Pun siapa yang membeli celana robek di pelelangan online di Jepang? Orang kaya, punya harta dan jelas punya kedudukan. Keduanya sama-sama manusia. Gemar memakai celana robek.
 
Celana robek cukup mengajarkan kita semua satu hal. Bungkus tak selalu mencerminkan apa didalamnya. Jadi berhentilah memandang seseorang hanya dari ‘bungkus’ nya saja. Itu tak akan membawa kemajuan pada pola pikir kita.
 
Terpenting adalah, berhenti komentar hidup orang lain. Carilah cermin yang paling besar, dan komentarlah pada sosok di depan cermin yang masing-masing lihat. Itulah sungguhnya orang yang paling cocok dikomentari. Apapun itu. Entah itu bungkusnya, dalamnya, sikapnya. Karena biar bagaimanapun, anda sekalian, saya dan semuanya, terkadang gatal untuk komentar apa yang orang lain lakukan. Apa yang orang lain kenakan. Padahal itu hidup mereka. Ekspresi mereka.
 
Melalui tulisan berantakan ini dan celana robek di dalamnya, mari sama-sama menjadi manusia yang bisa introspeksi diri. Setidaknya, dari sekarang, berhenti komentar hidup orang lain. Kecuali ada tindakan dari orang itu yang merugikan anda atau orang lain di sekitar anda. (*)
 
oleh: Happy L. Tuansyah, Jurnalis TIMES Indonesia

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

Pewarta :
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.