https://jatim.times.co.id/
Opini

Hanya di Negeri Ini, Korupsi Seni yang Dilindungi

Minggu, 23 Februari 2025 - 10:39
Hanya di Negeri Ini, Korupsi Seni yang Dilindungi Moh. Mudhoffar Abdul Hadi, Penulis Lepas.

TIMES JATIM, JAKARTA – Korupsi di negeri ini bukan sekadar tindakan kriminal, melainkan telah menjelma menjadi sebuah seni. Seni yang dilindungi, dihormati, bahkan dipelihara oleh sistem yang seharusnya melawannya. Tidak percaya? Mari kita bahas.

Seni Mencuri Tanpa Rasa Takut

Mari kita bicara jujur: siapa yang tidak ingin menjadi pejabat di negeri ini? Gaji besar? Tentu. Fasilitas mewah? Jelas. Tapi daya tarik utamanya adalah kesempatan untuk mencuri dengan tenang.

Korupsi di kalangan pejabat sudah seperti ritual wajib. Mereka mencuri, tetapi tidak pernah benar-benar dihukum. Mereka tertangkap, tetapi tetap hidup nyaman. Mereka korup, tetapi tetap dihormati.

Ini bukan sekadar kebetulan. Korupsi telah menjadi seni yang dilindungi oleh sistem. Sistem hukum, sistem politik, bahkan sistem sosial kita.

Semua bekerja sama untuk memastikan bahwa koruptor tetap aman. Jika Anda korupsi ratusan triliun, siapa yang berani memukul Anda? Tidak ada. Tapi jika Anda mencuri untuk makan, tangan-tangan hukum langsung teracung untuk menghancurkan Anda.

Kompetisi menjadi Koruptor

Fenomena ini menciptakan sebuah kompetisi baru. Bukan kompetisi untuk menjadi pejabat yang baik, tetapi kompetisi untuk menjadi koruptor terbaik.

Siapa yang paling pintar menyembunyikan jejak? Siapa yang paling lihai memanipulasi anggaran? Siapa yang paling ahli dalam mengamankan "jatah"? Semua berlomba-lomba menjadi pemenang dalam seni korupsi.

Korupsi tidak lagi menjadi tindakan memalukan. Sebaliknya, ia menjadi simbol status. Semakin besar jumlah yang Anda curi, semakin tinggi "kasta" Anda dalam masyarakat elit.

Anda tidak lagi dipandang sebagai penjahat, melainkan sebagai seniman. Seniman yang menguasai seni mencuri tanpa rasa takut.

Hukum: Alat Seni yang Tumpul

Hukum di negeri ini bukanlah alat keadilan. Ia adalah kanvas tempat seni korupsi dilukis. Para koruptor memanfaatkan celah hukum untuk melindungi diri mereka.

Mereka menyewa pengacara mahal, memanipulasi bukti, dan membeli keputusan. Hukum, yang seharusnya menjadi penegak keadilan, justru menjadi alat untuk melestarikan seni korupsi.

Kita sering mendengar istilah "hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas." Tapi kenyataannya, hukum lebih dari sekadar tumpul ke atas. Ia bahkan menjadi pelindung bagi para koruptor.

Jika Anda adalah bagian dari lingkaran elit, hukum tidak akan pernah menyentuh Anda. Sebaliknya, jika Anda rakyat kecil, hukum akan menghancurkan Anda tanpa belas kasihan.

Korupsi: Sebuah Seni yang Diinginkan

Banyak orang bermimpi menjadi pejabat bukan karena ingin melayani, tetapi karena ingin menikmati seni korupsi. Jabatan adalah tiket emas untuk mencuri tanpa takut.

Korupsi adalah mimpi yang diam-diam diinginkan oleh mereka yang haus kekuasaan. Karena di negeri ini, menjadi koruptor adalah cara tercepat untuk mendapatkan kekayaan, kehormatan, dan kekebalan hukum.

Bayangkan, seorang pejabat mencuri uang rakyat dalam jumlah besar. Ia hidup mewah, dihormati, dan bahkan dipuja. Tapi seorang rakyat kecil yang mencuri demi bertahan hidup langsung dipermalukan, dihukum, dan dilupakan. Bukankah ini bukti bahwa korupsi adalah seni yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang berada di atas?

Korupsi Seni yang Menjijikkan

Korupsi telah menjadi bagian dari budaya kita. Ia bukan lagi sekadar kejahatan, tetapi seni yang dilindungi, dipelihara, dan dihormati.

Ia adalah cerminan dari sistem yang rusak, masyarakat yang apatis, dan hukum yang lemah. Dan selama seni ini terus dipuja, rakyat kecil akan terus menjadi korban.

Di luar sana, masih banyak seniman lain yang terus berkarya, menciptakan "mahakarya" mereka di atas penderitaan rakyat. Dan kita? Kita hanya bisa menonton, terperangah, dan bertanya-tanya: kapan seni ini akan berakhir?

Jika pemimpin negeri ini tidak benar-benar serius dalam menangani masalah ini, maka korupsi akan terus menjadi seni yang dilindungi. Aparat penegak hukum akan tetap berlaku hanya untuk rakyat kecil, sementara mereka yang memiliki kuasa akan terus kebal dari jerat hukum.

Pada akhirnya, korupsi bukan hanya seni, tetapi seni yang dimainkan di atas penderitaan orang-orang kecil yang tak berdaya.

***

*) Oleh : Moh. Mudhoffar Abdul Hadi, Penulis Lepas.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.