TIMES JATIM, PONOROGO – Adanya panic buying masyarakat pasca pemerintah berencana menaikan harga BBM bersubsidi, diakui sejumlah pengelola SPBU di Ponorogo. Salah satunya di SPBU Jingglong di mana antrean panjang muncul selama 2 hari terakhir.
Agus Setiono supervisor SPBU Jingglong Jumat (2/9/2022) mengatakan, sebenarnya tidak ada pengurangan dari Pertamina, berapapun permintaan dari SPBU dilayani. Hanya saja karena permintaan solar ke Pertamina tinggi maka jatah 16 ribu liter solar maupun pertalite yang mestinya untuk dua hari sudah ludes dalam waktu sehari," ucapnya.
Sukatno, salah satu sopir barang kepada wartawan mengungkapkan bahwa dirinya mengaku kesulitan mencari solar sejak ada kabar kenaikan BBM.
Diceritakannya, sudah ada 2 SPBU yang didatanginya tapi selalu habis . "Saya berharap tidak ada kenaikan harga BBM subsidi karena akan berdampak pada kenaikan harga kebutuhan yang lainnya," ungkap Sukatno.
Sekadar informasi pemerintah per 1 September 2022 kemarin menurunkan harga BBM non subsidi, harga BBM Pertamax Turbo (RON 98) turun dari semula Rp17.900 menjadi Rp15.900, sedangkan Dexlite turun dari semula Rp17.800 per liter turun menjadi Rp17.100 per liter. Pertamina Dex dari semula Rp18.900 per liter menjadi Rp17.400 per liter.
Di lain sisi atas penurunan harga BBM non subsidi ini pemerintah berencana menaikkan harga BBM pertalite dan solar subsidi.
Sementara untuk mengantisipasi penimbunan BBM subsidi pihak Polres Ponorogo juga melakukan pengecekan beberapa SPBU di Ponorogo, dan hasilnya pun nihil.
Iptu Slamet Kanit Pengamanan Obyek Vital Sat Samapta Polres Ponorogo mengatakan hingga kini tidak ada indikasi penimbunan BBM bersubsidi. "Jika ada yang terindikasi menimbun BBM bersubsidi nanti akan ditindak oleh Satreskrim Polres Ponorogo," kata Iptu Slamet.
Masih adanya antrian pembelian BBM bersubsidi, menurut Iptu Slamet merupakan kepanikan masyarakat untuk mendapatkan BBM bersubsidi. Iptu Slamet juga mengklaim untuk stok BBM di beberapa SPBU dalam kota Ponorogo masih aman kecuali Pertamax Ron 92 sudah habis. (*)
Pewarta | : M. Marhaban |
Editor | : Ronny Wicaksono |