TIMES JATIM, PONOROGO – Nama Pesantren Tegalsari sejak dulu dikenal sebagai tempat menimba ilmu para santri baik ilmu agama maupun ilmu umum.
Pesantren Gebang Tinatar atau yang lebih dikenal Pesantren Tegalsari yang berada di Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis, Ponorogo ini dikatakan seorang peneliti asal Belanda Martin Van Bruinessen, sebagai cikal bakal seluruh pesantren yang ada di Indonesia. Bahkan Presiden ke-3 RI, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pun juga menyebutkan hal yang sama.
Karena sebelum adanya Pesantren Tegalsari, belum ditemukan satu bukti pun yang menunjukkan adanya sistem pesantren di Indonesia.
Lantas seperti apa, awal mula berdirinya Pesantren Tegalsari?.
Imam masjid Tegalsari KH Syamsudin mengatakan tahun 1669, Kiai Muhammad Besari babat alas di wilayah timur sungai Jetis.
Tahun itu pula Kyai Muhammad Besari bersama adik kandungnya KH Nur Shodiq mendirikan sebuah masjid pertama di Desa Tegalsari sebagai tempat ibadah dan ngaji para santri.
"Tahun 1680 resmi didirikan Pesantren Gebang Tinatar," kata KH Syamsudin kepada TIMES Indonesia Selasa (15/3/2022).
Kiai Syamsuddin menyebutkan karena ketika Kiai Muhammad Besari masih sugeng, beliau memindahkan masjid pertama yang dibangunnya dihibahkan kepada putranya Kiai Ishak di Desa Coper, masih di Kecamatan Jetis.
Imam Masjid Tegalsari Kiai Syamsuddin menyebutkan bahwa pesantren Gebang Tinatar atau Tegalsari mencapai jaman keemasan ketika berada di bawah pimpinan putra Kiai Ishak yaitu Kiai Ageng Hasan Besari (Cucu Kiai Muhammad Besari).
"Tahun 1747 Kiai Muhammad Besari meninggal dunia, kepemimpinan pondok diteruskan ke putra dan cucunya," jelas Kiai Syamsuddin.
Tahun 1724 Kiai Ageng Hasan Besari mendirikan masjid kedua Tegalsari yang hingga saat ini jadi jujugan wisata religi.
Hingga pada masa Kiai Ageng Hasan Besari tahun 1800-1862 M, Pesantren Tegalsari mengalami masa keemasannya. Tercatat 3000-an santri menimba ilmu di pesantren tersebut.
Para santri pun ditempatkan di pondok yang beratap dua sirap dan memiliki satu serambi. Lantainya setinggi empat kaki dan diberi tangga. Pesantren ini menjadi tempat penggemblengan para pejuang kemerdekaan baik dari kalangan Islam ataupun nasionalis pada masa depan.
Sepeninggal Kiai Ageng Muhammad Besari tampuk kepemimpinan Pesantren ini secara berturut-turut dipegang oleh Kiai Hasan Ilyas (1773-1800), Kiai Hasan Yahya (1800), Kiai Hasan Besari (1800-1862), dan Kiai Hasan Anom.
"Saat kepemimpinan Kiai Hasan Anom, pesantren mengalami kemunduran. Saya kurang tahu penyebabnya, apa mungkin karena banyak perkawinan dengan Keraton Solo, akhirnya lebih milih soal darah kebiruan dan tidak belajar agama. Sehingga banyak penyurutan sampai sekarang," ulas Kiai Syamsuddin.
Kini Pesantren Tegalsari tinggal kenangan, anak, cucu dan santri Kiai Ageng Hasan Besari tetap melanjutkan perjuangan. Mereka tersebar ke berbagai penjuru Indonesia untuk mendirikan lembaga pendidikan agama.
"Ya. Kami berharap Pesantren Tegalsari berjaya kembali. Semua harus bersinergi, warga, keturunan, pemerintah harus bersatu padu. Apalagi Tegalsari saat ini jadi ikon wisata religi Ponorogo," tukas Imam masjid Tegalsari Kiai Syamsuddin.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pesantren Tegalsari, Cikal Bakal Ponpes di Indonesia yang Kini Tinggal Kenangan
Pewarta | : M. Marhaban |
Editor | : Faizal R Arief |