TIMES JATIM, BANYUWANGI – Polemik terkait siswa yang dikeluarkan setelah mengikuti kegiatan study tour ke Jakarta–Bandung–Yogyakarta yang diselenggarakan oleh SMAN 1 Genteng, Banyuwangi, Jawa Timur, semakin mencuat.
Terlebih, belakangan ini muncul indikasi adanya praktik bisnis dalam penyelenggaraan study tour di lingkungan sekolah yang dipimpin oleh Kepala Sekolah (Kepsek) Minarto.
Ada Study Tour Paket Hemat
Selain study tour ke Jakarta–Bandung–Yogyakarta, SMAN 1 Genteng juga mengadakan Study Tour Paket Hemat dengan tujuan lokal di Banyuwangi.
Untuk study tour ke Jakarta–Bandung–Yogyakarta yang berlangsung pada 2–8 Februari 2025, setiap peserta dikenakan biaya Rp2,5 juta per siswa. Sedikitnya lebih dari 300 siswa mengikuti kegiatan ini, sehingga dana yang terkumpul mencapai sekitar Rp750 juta.
Sementara itu, Study Tour Paket Hemat dengan tujuan lokal Banyuwangi dikenakan biaya sekitar Rp250 ribu per siswa. Program ini diperuntukkan bagi siswa yang tidak memiliki biaya untuk mengikuti study tour ke Jakarta–Bandung–Yogyakarta yang biayanya mencapai Rp2,5 juta per siswa.
Dalam program ini, sekitar 130 siswa menjadi peserta. Dengan demikian, pihak SMAN 1 Genteng diperkirakan mengumpulkan anggaran sekitar Rp32 juta dari Study Tour Paket Hemat ini.
Fakta tersebut menimbulkan indikasi adanya praktik bisnis study tour di lingkungan SMAN 1 Genteng.
Sikap Pimpinan DPRD Banyuwangi
Menanggapi polemik study tour di SMAN 1 Genteng, Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Michael Edy Hariyanto, berkomitmen untuk mengawal permasalahan ini.
Pertama, ia ingin memastikan bahwa kegiatan study tour benar-benar untuk kepentingan pendidikan dan memberikan manfaat besar bagi siswa, bukan sekadar jalan-jalan yang membebani wali murid.
Kedua, ia akan memastikan bahwa study tour yang diselenggarakan SMAN 1 Genteng telah mendapat izin resmi dari Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Banyuwangi, Ahmad Jaenuri, dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Dr. Aries Agung Paewai.
Selain itu, ia juga akan memastikan bahwa tenaga pengajar yang menjadi pendamping study tour benar-benar menjalankan tugasnya untuk mengawal dan mengawasi siswa peserta.
Hal ini penting mengingat para siswa masih di bawah umur dan berada jauh dari rumah, sehingga rentan terhadap berbagai pengaruh negatif.
"Akan kami telusuri. Ini masyarakat kami, kami pasti akan hadir untuk masyarakat kami," tegas Michael Edy Hariyanto pada Kamis (13/3/2025).
Sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Banyuwangi, ia juga mengajak para wali murid untuk berperan aktif dalam mengawasi dunia pendidikan, terutama jika terdapat indikasi penyimpangan.
"Para siswa adalah generasi penerus bangsa yang harus kita jaga bersama. Jika ada indikasi penyimpangan, laporkan, kami pasti akan bertindak," ujarnya.
Tidak hanya mendampingi di tingkat kabupaten, Michael juga melaporkan polemik study tour di SMAN 1 Genteng langsung kepada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
Polemik Study Tour SMAN 1 Genteng
Polemik study tour ini mencuat setelah sejumlah siswa dikeluarkan dari sekolah secara sepihak. Mereka diduga melakukan pelanggaran selama kegiatan study tour ke Jakarta-Bandung-Yogyakarta yang berlangsung pada 2–8 Februari 2025.
Padahal, study tour tersebut diselenggarakan, didampingi, dan diawasi oleh pihak SMAN 1 Genteng. Namun, ketika ada siswa yang disinyalir melakukan kesalahan, pihak sekolah justru terkesan cuci tangan dan menyalahkan siswa.
Berdasarkan penelusuran TIMES Indonesia, salah satu siswa yang dikeluarkan pasca study tour adalah E, siswa kelas XI, yang merupakan anak dari HS, warga Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng, Banyuwangi.
Demi memperjuangkan hak anaknya, HS meminta pendampingan dari Irwanto, dan Sugeng Eko Harto, yang merupakan pengurus MPC Pemuda Pancasila Banyuwangi. Pada Selasa (11/3/2025), mereka mengadu kepada Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Michael Edy Hariyanto.
“Kami mengadu kepada wakil rakyat karena melihat adanya indikasi kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan jabatan oleh pihak sekolah,” ujar Irwanto.
Sebagai Ketua Harian MPC Pemuda Pancasila Banyuwangi sekaligus advokat yang baru disumpah, Irwanto juga menyoroti perlunya evaluasi terhadap kegiatan study tour semacam ini.
“Kejadian ini menjadi bukti bahwa study tour bukan hanya membebani wali murid secara finansial, tetapi juga menimbulkan masalah ketika terjadi sesuatu selama pelaksanaannya. Alih-alih bertanggung jawab, pihak sekolah justru diduga lepas tangan,” tegasnya.
Menurutnya, dalam study tour ke Jakarta-Bandung–Yogyakarta, peserta diinapkan selama dua malam di hotel yang lokasinya dekat dengan Jalan Braga, Bandung. Padahal, kawasan tersebut dikenal memiliki banyak tempat hiburan malam.
“Ini yang kami sesalkan. Kenapa pihak sekolah memilih hotel yang dekat dengan Jalan Braga? Siswa yang menjadi peserta adalah anak-anak daerah yang masih di bawah umur dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi,” ujar Irwanto.
Karena rasa penasaran, lanjutnya, sejumlah siswa mengunjungi kafe yang menyajikan minuman keras hingga akhirnya mabuk. Kejadian ini diduga terjadi karena pada malam kedua menginap di Bandung, para siswa dibiarkan berjalan-jalan tanpa pengawasan dari guru pendamping study tour.
“Begitu ketahuan mabuk, sejumlah siswa langsung dikeluarkan oleh pihak sekolah. Padahal, study tour adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah, seharusnya seluruh siswa menjadi tanggung jawab sekolah,” kata H. Sugeng Eko Harto.
“Jika benar siswa dibiarkan berkeliaran tanpa pengawasan di Bandung, siapa yang akan bertanggung jawab jika mereka tersesat, menjadi korban kejahatan, atau mengalami kecelakaan?” imbuhnya.
Baik Irwanto maupun Sugeng menilai bahwa keputusan sekolah untuk mengeluarkan siswa pasca study tour merupakan bentuk kesewenang-wenangan, penyalahgunaan wewenang, serta bertentangan dengan prinsip perlindungan anak.
Namun, hingga berita ini ditulis, Kepala SMAN 1 Genteng, Minarto, belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang diajukan TIMES Indonesia.(*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |