https://jatim.times.co.id/
Berita

Lestarikan Seni Budaya Lewat Gelaran Agung Jaranan Malang Raya

Minggu, 11 Desember 2022 - 16:01
Lestarikan Seni Budaya Lewat Gelaran Agung Jaranan Malang Raya Pertunjukkan Jaran Dor Kidalan di Gelaran Agung Jaranan Malang Raya di Alun-Alun Tugu Malang, Minggu (11/12/2022). (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, MALANG – Gelaran Agung Jaranan Malang Raya bisa menjadi titik balik untuk kembali mengenalkan kesenian budaya khas Malang kepada masyarakat. Bertempat di Alun-Alun Tugu Malang, setidaknya ada hampir 2000 pelaku kesenian budaya menampilkan segala bentuk genre dari jaranan tersebut.

Ketua sekaligus pelaksana Jaranan Malang Raya, Ratmoko mengatakan bahwa kegiatan ini menjadi ajang silaturahmi sekaligus merayakan SK terbitnya Jaranan Malang Raya dari Kemenkumham RI.

"Ada 103 grup yang terdaftar. Jadi ini memfasilitasi silaturahmi bagi para pelaku kesenian jaranan di Malang Raya," ujar Ratmoko, Minggu (11/12/2022).

Jaranan-Malang-Raya-Reog.jpgReog Ponorogo yang juga ikut ditampilkan di Gelaran Agung Jaranan Malang Raya. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)

Kegiatan yang digelar sejak pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB ini mempertemukan dari segala genre kesenian budaya jaranan. Mulai dari Reog Ponorogo hingga yang menjadi khas Malang adalah Jaranan Dor Kidalan.

Ratmoko mengungkapkan bahwa kegiatan ini bakal digelar secara rutin setiap tahunnya. Tahun depan, rencananya bakal diadakan di Kota Batu.

"Kenapa Malang Raya, karena kita ingin mempersatukan ketiga wilayah Malang ini melalui seni budaya," ungkapnya.

Menilik Jaran Dor Kidalan yang menjadi ciri khas Malang

Jaranan-Malang-Raya-2.jpg

Jaran Dor Kidalan ini menjadi ciri khas Malang sejak zaman kerajaan Singhasari. Jaranan sendiri berarti "Jaran" atau kuda dan imbuhan -an bermakna tiruan atau mainan.

Seni tradisional ini memang tumbuh besar di bekas daerah kekuasaan Singhasari, seperti Kediri, Blitar, Nganjuk dan Tulungagung. Ada yang bernama Jaran Pegon, Jaran Sentherewe dan Jaran Dor itu sendiri. 

Jaran Dor Kidalan sendiri berasal dari Jaran Dor Desa Kidal yang berkaitan dengan kerajaan Singhasari. Tepatnya Desa Kidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.

Desa Kidal yang ada sejak tahun 1200-an merupakan saksi lahir dan berkembangnya kesenian khas Malang tersebut. 

Jaranan atau kuda konon adalah kendaraan Raja Anusapati saat sedang singgah di Desa Kidal. Kemudian jaranan dikembangkan menjadi kesenian rakyat dengan tujuan mendapat banyak massa.

"Jadi berawal pada tahun sekitar 1200-an itu. Dulunya menjadi tempat istirahat (Raja Anusapati) di Desa Kidal dan munculah jaranan," katanya.

Tak ada yang tahu pasti memang pertama kali Jaran Dor Kidalan itu muncul. Namun dari informasi literasi tetua Desa Kidal bahwa Jaran Dor Kidalan sudah ada sejak tahun 1938.

Ratmoko menjelaskan, perbedaan Jaran Dor Kidalan dengan yang lain, yakni dari apa yang dibawa. Jaran Dor Kidalan sendiri tak membawa pecut seperti kebanyakan jaranan di wilayah lain di luar Malang.

Jaran Dor Kidalan dalam kitab Lontara menggambarkan serangan prajurit Kediri terhadap Singhasari yang terjadi di Desa Wagir. Tarian Jaran Dor Kidalan inilah menggambarkan perilaku peperangan kala itu.

"Tidak bawa pecut. Jadi gerakannya sederhana dan gerakan dasarnya adalah sikap ksatria militer. Kalau perang kan bawa pedang, di asalnya Desa Kidal itu kesenian ini menggunakan rotan sebagai pengganti pedang," jelasnya.

Diketahui, setelah sukses meluas dan menjadi kesenian budaya khas Malang, Jaran Dor Kidalan ini menjadi bagian dari suroan, upacara bersih desa dan sedekah bumi.

Menurut Ratmoko, Jaranan sendiri merupakan kependekan dari ajaran kebenaran, sehingga dalam sejarahnya dimana para wali kala itu menjadikan jaranan sebagai media dakwah dalam penyebaran Islam Jawa.

"Jaranan itu ajaran kebenaran. Jadi jaranan ini sebagai media dakwah oleh para wali yang dimana sebagai bentuk persatuan, kerukunan dan toleransi," ucapnya.

*Mempertahankan Jaran Dor Kidalan sebagai budaya Malangan*

Ratmoko menginginkan kedepan para pelaku kesenian dan masyarakat Malang harus bisa mengerti seni Jaranan secara historis.

"Jadi bagaimana kita harus terus memperkenalkan historis dan arti dari jaranan ini ke masyarakat dan para pelaku keseniannya juga," tegasnya.

Menanggapi hal ini, Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Budi Hermanto sangat mengapresiasi Jaranan Malang Raya yang mulai kembali memperkenalkan dan mempertahankan kesenian daerah, khususnya Malang.

"Ini bisa diselenggarakan terus dan bisa dilihat banyak anak yang antusias dan berjiwa seni budaya. Itu harus bisa kita arahkan," tuturnya.

Sependapat dengan Buher, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, Suwarjana telah menyodorkan rancangan Perda seni dan budaya khususnya jaranan agar bisa terus dilestarikan.

Tak hanya itu, kesenian jaranan ini juga akan masuk dalam kurikulum pembelajaran SD dan SMP di Kota Malang yang dimana agar bisa terarahkan dan tak salah persepsi tentang seni dan budaya khas Malang ini.

"Jadi nanti ada pengorganisasian, ada instruktur juga di masing-masing sekolah. Kemudian, kita rencana tampilkan di hari guru atau hari pendidikan di tahun 2023 mendatang dengan pelakunya semua siswa siswi kita," pungkasnya. (*)

Pewarta : Rizky Kurniawan Pratama
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.