TIMES JATIM, SURABAYA – Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim Kuntadi menyaksikan acara "Penandatanganan Nota Kesepahaman Restorative Justice".
Acara tersebut dihadiri para Kepala Daerah, Pejabat Utama Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim), Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dan perangkat desa. Acara berlangsung di Dyandra Convention Center Surabaya, Kamis (9/10/2025).
Kepala daerah dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di Jatim serentak menandatangani nota kesepakatan Restorative Justice yang digagas oleh Kejati Jatim dan Pemprov Jatim tersebut.
Kesepakatan ini sekaligus adalah kali pertama yang dilakukan di Indonesia sebagai langkah penguatan penyelesaian perkara hukum pidana ringan di masyarakat.
Diketahui, sudah banyak perkara yang berhasil diselesaikan dengan Restorative Justice, di mana selama ini pelaku tidak lagi mengulangi perbuatannya.
Berdasarkan data ekspose Restorative Justice Kejati Jatim, jumlah perkara yang disetujui melalui kebijakan ini bervariasi dari waktu ke waktu.
Pada September 2025, ada persetujuan atas 13 perkara, Agustus 2025 sejumlah 23 perkara dihentikan lewat keadilan Restorative Justice, dan 19 perkara pada Juli 2025.
Sedangkan dalam poin kesepakatan bersama pemerintah daerah pada hari ini, ada tambahan berupa pendampingan.
Nantinya, Pemkab setempat akan memberikan penguatan berupa program-program sosial. Karena, kebanyakan pelaku merupakan warga kurang mampu. Biasanya, pelaku melakukan kejahatan akibat desakan situasi, seperti faktor ekonomi.
Restorative Justice sendiri merupakan pendekatan penyelesaian perkara pidana bukan pada penegakan hukum. Kebijakan ini berfokus kepada pemulihan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat dengan menekankan nilai musyawarah serta empati.
Antara lain lewat dialog maupun mediasi hingga menemukan penyelesaian secara adil bagi kedua belah pihak. Pelaku juga diberi ruang untuk memperbaiki diri, sementara korban bisa mendapatkan pemulihan.
Restorative Justice memang hanya berhenti pada penanganan perkara saja dan ditetapkan satu kali. Apabila pelaku mengulangi perbuatannya, tidak ada lagi penyelesaian Restorative Justice. Oleh karena itu, perkara hukum pidana ringan ini dimaksudkan mencegah terjadinya aksi pengulangan kejahatan.
Maka dari itu, penandatanganan kesepakatan dengan Pemda ini bertujuan sebagai langkah pendampingan secara simultan agar yang bersangkutan tidak lagi mengulangi perbuatan tersebut.
Entah pendampingan berupa pelatihan maupun pembekalan keahlian yang bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan sosial.
Gubernur Khofifah mengatakan, agar bupati wali kota juga bisa menyiapkan lurah maupun kepala desa bahkan kepala dusun, sebagai tim paralegal sebagai pelengkap perangkat Restorative Justice di wilayah mereka masing-masing.
"Kita maksimalkan pelaksanaan secara proporsional, paralegal ini menjadi penting. Kami juga pernah menggagas paralegal untuk kepala sekolah," ucapnya.
Dalam Restorative Justice, posisi paralegal adalah tindak lanjut upaya hukum secara arif dan proporsional, serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
"Hari ini kita diajak menciptakan sejarah baru oleh Pak Kajati bagaimana perlindungan hukum menyentuh masyarakat," kata Khofifah.
Restorative Justice Plus, demikian sebut Gubernur Khofifah. Misal untuk kasus exclussion error (kondisi dalam program bantuan sosial di mana masyarakat yang sebenarnya layak menerima bantuan, tetapi tidak pernah mendapatkannya karena terlewat dari daftar penerima), maupun inclusion error (kesalahan data di mana orang yang seharusnya tidak masuk sebagai penerima bantuan sosial justru tercatat sebagai penerima).
Maka, kata Gubernur Khofifah, update data menjadi sangat penting dimulai dari desa yang diteruskan ke kecamatan, dinas sosial kabupaten/kota dilanjutkan ke dinas sosial provinsi. Dengan harapan, kasus-kasus pelanggaran hukum ringan karena faktor ekonomi dapat ditekan.
Penguatan ini sekaligus menjadi hal penting untuk membangun perspektif terkait posisi perlindungan hukum melalui Restorative Justice Plus.
Pada kesempatan yang sama, Kajati Jatim Kuntadi menjelaskan, kolaborasi lintas lembaga ini bertujuan melihat perkara hukum dari sudut sosial.
Melalui Restorative Justice, setiap perkara di sebuah wilayah dapat ditindaklanjuti pemerintah kabupaten maupun kota serta melakukan pendampingan agar tidak terjadi perbuatan pelanggaran serupa.
Hingga tahun ini, sudah ada lebih dari 150 perkara yang diselesaikan secara Restorative Justice di Jatim. Tahun 2025 merupakan penguatan program yang telah berjalan dengan melibatkan Pemda setempat.
"Kami tidak bisa sendirian, karena itu dibutuhkan kerja sama dengan seluruh pemerintah daerah. Nanti kita evaluasi keberhasilannya," ungkapnya.
Perihal pembentukan paralegal tingkat desa, ia menjelaskan jika selama ini penyelesaian perkara selalu melibatkan aparat desa maupun masyarakat setempat. Mereka juga diundang dalam acara penandatanganan agar memahami simpul penyelesaian Restorative Justice.
"Ibu Gubernur tadi sudah menyampaikan akan kita dukung dengan pendampingan pelatihan paralegal," ujarnya.
Tata Kelola Pemerintahan Bebas Korupsi
Dalam acara tersebut juga diselenggarakan "Kesepakatan Bersama Pembangunan Daerah dan Focus Group Discussion Tata Kelola yang Baik Pada Pengadaan Barang dan Jasa di Provinsi Jawa Timur.
Terkait pengadaan barang dan jasa, Gubernur menegaskan agar Pemda proaktif mendukung tata kelola yang baik untuk mencegah terjadinya kasus-kasus korupsi di kemudian hari.
Diskresi pimpinan bisa dilakukan dengan tetap memegang payung hukum sehingga memerlukan kehati-hatian saat mengambil keputusan dalam tupoksi masing-masing.
Sementara itu, Kajati Jatim Kuntadi menjelaskan, perkara korupsi kerap mendominasi dalam pengadaan barang jasa.
Pihaknya terus melakukan pendalaman dan penyuluhan. Karena, korupsi dalam pengadaan barang dan jasa dilakukan bukan karena ketidakpahaman atau ketidaktahuan dari aturan itu sendiri. Ia berpesan agar para abdi negara tidak menggadaikan masa depan akibat jeratan kasus korupsi. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Gubernur Khofifah Dorong Pembentukan Paralegal Restorative Justice Plus Tingkat Desa
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Deasy Mayasari |