TIMES JATIM, PROBOLINGGO – Muhmamad Mustajab, seorang pria berusia 50 tahun harus berjuang untuk menghidupi keluarganya. Meski usianya sudah paruh baya, pria asal Kelurahan/Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo, Jawa Timur, ini berjualan ikan ke desa-desa terpencil di dataran tinggi.
Pria dua anak ini memiliki jiwa petualang yang tinggi. Bahkan sejak 2006 lalu, Mustajab sudah memasuki sejumlah desa terpencil. Termasuk ia memutuskan untuk mengadu nasib di salah satu dusun yang ada di puncak, yakni Dusun Puncaksari, Desa Sapih, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Pobolinggo.
Dusun yang berada di pucuk itu, memiliki medan yang sangat terjal. Selain naik turun, jalanya masih berupa makadam. Bahkan jika tak memiliki keahlian khusus, besar kemungkinan akan terjatuh. Tujuannya untuk berjualan ikan.
“Saya kenal dengan dusun ini pada tahun 2005 lalu. Saat itu saya sebagai Supervisor Sampurna. Dulu Sampurna Pecah menjadi dua, Sampurna saja dan Sampurna Telekomunikasi Indonesia. Nah saya di Sampurna Telekomunikasi Indonesia,” katanya pada saat ditemui TIMES Indonesia.
Mustajab, yang saat itu sebagai supervisor harus mengetahui sejumlah kawasan terpencil di Kabupaten Probolinggo. Sebab di sejumlah kawasan terpencil itulah ia bisa memasukkan internet. “Jadi dulu pada tahun 2005, jalanya sangat parah. Tidak ada aspal sama sekali. Saat ini masih mendingan mas,” katanya.
Bahkan bak calter mobil kantor yang ia bawa pecah hingga dua kali akibat terbentur batu besar pada saat Mustajab menelusuri Dusun Puncaksari. Pada saat tahun 2006, ia berhenti sebagai karyawan Sampurna. Selanjutnya ia melihat ada peluang bagus pada dusun yang terpencil itu.
“Saya melihat, di dusun ini orang sangat sulit untuk mendapatkan ikan. Sebab lokasinya jauh dari pantai. Sehingga saya berpikir, jika masuk untuk menjual ikan dilokasi sini, pasti akan laku keras. Dan ternyata benar,” katanya.
Belajar dari pengalamannya. Mustajab pun mempersiapkan kuda hitam miliknya, yakni Honda Supra 125. Sebagian dek pada motor itu dilepas untuk menghindari lecet pada saat tergelincir. Selain itu juga, ia memesan sebuah rantai untuk roda. Sehingga ketika masuk musim hujan dan jalanya licin, maka rantai tersebut dapat memberikan daya cengkeram yang lebih baik.
“Jadi saya belajar banyak dari orang asli sini. Kenapa mereka suka sepeda motor bebek atau yang menggunakan persneling dan juga protolan. Sebab di medan seperti ini jelas hal itu mendukung," tutur dia.
"Jika motor matic dipastikan akan sulit. Sudah banyak saya membantu orang pakai motor matic yang remnya blong. Dan lagi warga setempat menggunakan rantai sebagai penambah cengkraman. Sehingga ketika hujan tak kawatir tergelincir,” lanjutnya.
Namun, melihat kondisi jalan yang dilewatinya, ia pun membatasi barang atau ikan bawaannya. Biasanya ia batasi dengan berat 30 Kg.
“Setiap harinya saya bawa 30 kg dengan beragam jenis ikan mas. Misalnya udang, bandeng, krese dan juga ikan ikan yang harganya tidak terlalu mahal. Sebab kondisi jika terlalu mahal juga akan sulit terjual,” kata Mustajab.
Bahkan saat itu ia merupakan satu satunya penjual ikan yang masuk di Dusun itu. Sehingga orang sudah mengenalnya. Termasuk warga dusun banyak yang langganan pada dirinya.
“Saat ini juga sudah ada yang masuk seperti mlijo mas. Seperti jual sayur dan sebagainya. Namun untuk yang fokus ikan sampai saat ini baru saya. Bahkan orang sini semuanya langganan pada saya. Ikan yang saya jual pun tidak terlalu mahal. Satu kereseknya Rp 5 Ribu. Itu berkisar isi 4-5 ikan tergantung ukurannya,” ucap Mustajab.
Lantaran jaraknya yang jauh, maka Mustajab datang ke lokasi itu dua hari sekali. “Ikannya kulakan di Mayangan mas. Say kesini dua hari sekali. Sebab kadang kan ikan yang dibeli kemarin masih ada. Olah karenanya hal itu juga jadi pertimbangan kenapa saya ke lokasi ini dua hari sekali,” tuturnya lagi.
Proses perjalanannya pun cukup menegangkan. Ia harus berangkat dari rumahnya pada pukul 05.00 WIB. Perjalanan 1,5 jam untuk sampai di dusun. Namun ketika kondisinya hujan dan licin, bisa sampai 2 jam.
“Udara dingin, disertai kabut yang tebal. Sehingga pandangan hanya berjarak 2 meter sudah biasa mas. Yang penting, jalanya hati,” katanya.
Terakhir, ia percaya, jika setiap orang punya rezekinya masing-masing. Yang terpenting bagaimana manusia itu mau berusaha.
“Jangan mudah menyerah. Jika mau berusaha, maka rezeki akan mengikuti. Bahkan dulu saya pernah beberapa kali jatuh juga pada saat melintasi jalan ini. Namun hal itu tidak menyurutkan perjuangan saya,” tandas pria penjual ikan di Probolinggo tersebut. (*)
Pewarta | : Ryan H |
Editor | : Muhammad Iqbal |