TIMES JATIM, MALANG – Suasana kampung RW.03 di Jalan Kanjuruhan, Tlogomas, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang berubah menjadi panggung budaya yang hidup ketika warga menyelenggarakan peringatan Grebeg Suro yang dikemas dalam nuansa tempo dulu.
Selama tiga hari, mulai dari tanggal 18-20 Juli 2025, kegiatan ini sukses menyatukan UMKM lokal dengan berbagai kesenian tradisional, menciptakan ruang kolaboratif antara ekonomi rakyat dan pelestarian budaya. Tidak hanya menjadi hiburan semata, Grebeg Suro menjadi refleksi nyata bagaimana warga menjaga identitas dan warisan leluhur di tengah arus zaman modern.
Kegiatan Grebeg Suro kali ini berlangsung bertepatan dengan momen 1 Suro dan menyambut HUT ke-80 RI. Acara ini menjadi simbol perayaan yang tidak hanya berorientasi pada seremonial, melainkan juga menyiratkan harapan besar agar budaya tetap hidup dan UMKM lokal tumbuh bersama.
Antusias warga melihat penampilan kesenian Bantengan pada acara Grebeg Suro. (FOTO: Almas Elmadina Aisyah/TIMES Indonesia)
Ketua RW.03, Sururi S.M., menjelaskan bahwa semangat ini lahir dari keinginan warga sendiri yang sejak tahun lalu meminta agar acara diperpanjang dari satu hari menjadi tiga hari, sebagai bukti nyata antusiasme warga yang luar biasa. "Melibatkan sekitar 54 stan UMKM bertema tempo dulu dan 25 pedagang kaki lima di sekitar area," ucapnya.
Bahkan, selama dua hari pelaksanaan, omzet kotor yang berhasil diraih para penjual tercatat mencapai lebih dari Rp100 juta. Salah satu pelaku UMKM, Bu Su, mengungkapkan antusiasmenya, “Saya senang sekali bisa ikut acara ini, rasanya seru. Bisa jualan, dapat untung, dan sekalian terhibur juga dari penampilan-penampilan keseniannya.”
Dari sisi kebudayaan, berbagai kesenian lokal turut ditampilkan, seperti Jaranan dari kelompok Turonggo Langen Wirogo yang pernah meraih juara 1 kategori penyaji terbaik se-Malang Raya serta pertunjukan Reog dan Bantengan yang semuanya berasal dari warga RW.03.
Selain sebagai daya tarik acara, pertunjukan ini juga menjadi bentuk konkret pelestarian seni daerah. Menurut Sururi, seni budaya dipilih sebagai cara untuk tetap memperkenalkan jati diri kampung kepada generasi muda, khususnya Gen Z, agar tidak kehilangan identitas di tengah derasnya arus budaya luar.
Acara ini melibatkan berbagai unsur masyarakat: dari panitia yang digilir tiap tahun antar-RT, ibu-ibu PKK, karang taruna, hingga organisasi pemuda “Pandawa Bersatu”.
Stant-Stant UMKM yang bertemakan Tempo Dulu turut memeriahkan acara Grebeg Suro" (FOTO: Almas Elmadina Aisyah/TIMES Indonesia)
Tahun ini, giliran RT.03 yang menjadi pelaksana utama. Lokasi acara dipusatkan di sekitar area RT.03 karena kawasan pendopo Situs Watu Gong yang dahulu menjadi pusat selametan kampung yang kini dinilai terlalu sempit. Penyesuaian tempat ini tidak mengurangi semangat warga, justru menunjukkan bahwa kegiatan tradisi bisa terus beradaptasi tanpa kehilangan nilai-nilai luhur.
“Budaya adalah tanggung jawab kita bersama. Jangan sampai identitas kita hilang karena tergerus budaya luar,” tegas Sururi. Di tengah gempuran zaman digital, RW.03 membuktikan bahwa tradisi bisa tetap hidup, selama ada semangat warga yang berinisiatif tinggi dan antusias dalam menjaganya. (*)
Pewarta | : TIMES Magang 2025 |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |