TIMES JATIM, MOJOKERTO – Pembangunan Alun-alun Kota Mojokerto sebagai titik simpul strategis kawasan kota, terus berlangsung. Setelah pendirian miniatur candi-candi dan gapura peninggalan Kerajaan Majapahit di gerbang masuk dan sudut Alun-Alun. kini pengerjaan menyentuh pembangunan Tugu Proklamasi.
Ayuhan Nafieq, Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Dewan Kebudayaan Daerah (DKD) Kota Mojokerto, Jawa Timur mengatakan, saat ini Tugu Proklamasi yang berada satu area dengan Alun-Alun Kota Mojokerto tengah ditata ulang agar memberikan tampak visual yang lebih jelas dan maknanya diketahui masyarakat yang berkunjung di Alun-ulun.
“Fungsi alun-alun sebagai ruang terbuka akan dikembalikan dengan melengkapinya dengan ruang bermain anak dan sarana berolah raga. Dengan demikian kegiatan besar dapat dilakukan tanpa ada kekhawatiran akan rusaknya tanaman,” terang Yuhan, sapaan karib sejarawan Mojokerto tersebut, Selasa (14/9/2021).
Ayuhan mengatakan, Pemkot Mojokerto, menggunakan rekomendasi Dewan Kebudayaan Daerah (DKD) Kota Mojokerto untuk penataan ulang Alun-alun dan Tugu Proklamasi tersebut.
Menurutnya, pembangunan kawasan Alun-alun Mojokerto yang dilengkapi dengan Tugu Proklamasi tidak lepas dari nilai historis Kota Mojokerto yang pembentukannya dipengaruhi oleh beberapa masa, yaitu Kerajaan Majapahit, penjajahan Belanda dan Jepang, serta masa pasca kolonial.
"Kerajaan Majapahit sendiri merupakan kerajaan yang besar dan menjadi kubu pertahanan yang cukup tangguh dalam menghadapi pasukan asing. Dan pada tahun 1945 Kota Mojokerto pernah menjadi garis depan pertahanan Jawa Timur dan menjadi daerah basis perjuangan. Untuk mengenang semangat perjuangan tersebut, didirikanlah Tugu Proklamasi di tengah-tengah Alun-Alun Kota Mojokerto pada tahun 1949 silam,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima TIMES Indonesia, Kamis (16/9/2021).
“Ruang publik yang disebut Alun-alun Kota Mojokerto itu dinamakan Alun-alun Wiraraja. Ada yang menyebut nama itu sebagai penghormatan pada Aria Wiraraja yang membantu pendirian kerajaan Majapahit, ada juga yang menyebut Wiraraja adalah nama pasukan pengawal raja. Alun-alun itu sendiri berbentuk tanah lapang yang dikitari dengan jalan umum,” imbuhnya.
Alun-alun Mojokerto, ujarnya, dibuat pada tahun 1838 bersamaan dengan pembangunan kediaman Bupati Mojokerto yang tepat ada di sisi timur alun-alun tersebut. Pada sisi barat terspat masjid Agung Kauman yang kemudian diberi nama masjid Al Fatah. Pada sisi Utara ada kantor asisten residen Belanda yang kini menjadi Markas KOREM Citra Panca Yudha Jaya. Sedangkan pada sisi selatan terdapat kampung Pecinan yang dibelah oleh jalan utama kota yaitu jalan Majapahit.
Setelah Indonesia Merdeka didirikan sebuah tugu peringatan kemerdekaan yang peresmiannya bersamaan dengan penyerahan kedaulatan dari tentara Belanda pada pemerintah RIS, 5 Desember 1949. Tugu peringatan tersebut dinamakan tugu Proklamasi karena memuat teks proklamasi yang dipahat pada bilah marmer terbaik dari Tulungagung.
Pada tahun 1981, Walikota Sami'oedin merenovasi tugu Tugu Proklamasi tersebut. Tujuan dari renovasi adalah untuk memberi kesan kuat pada kota Mojokerto sebagai kota perjuangan, terutama saat banyak orang datang mengikuti kegiatan gerak jalan Mojokerto-Surabaya. Dan kini untuk lebih menautkan makna kota Mojokerto sebagai bagian dari kejayaan masa lalu serta jejak perjuangan kemerdekaan maka akan dibangun ulang tugu proklamasi di alun-alun Mojokerto.
Lebih jauh Yuhan mengatakan, Alun-alun Kota Mojokerto yang menjadi jantung keramaian dan pusat kegiatan warga kota ditata sebagai public open space untuk sarana berinteraksi. Dengan berbagai elemen yang memiliki nilai histori sebagai pusat Kerajaan Majapahit sangat potensial untuk memperkuat identitas Kota Mojokerto.
Diterangkan, posisi bangunan Tugu Proklamasi yang didedikasikan untuk para pejuang pemuda Mojokerto semasa penjajahan Belanda dan menuju kemerdekaan Republik Indonesia itu tepat di tengah-tengah Alun-alun dengan tinggi 45 meter dan bilah tangga berjumlah 17 anak tangga serta kolam berbentuk segi 8. Angka-angka tersebut menunjukkan tanggal, bulan dan tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945.
Bentuk menara adalah Lingga Yoni yang melambangkan kesuburan wilayah. Konsep lingga yoni ini banyak dipakai pada masa Majapahit dan kemudian diadopsi oleh Presiden Soekarno saat merancang Tugu Monumen Nasional (Monas).
Pada puncak tugu terdapat bunga teratai atau Padma dalam posisi mekar yang menunjukkan puncak pencapaian spiritual atau hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Pencipta. Sedangkan bunga Padma posisi kuncup ke atas melambangkan kekuatan ruhaniah.
Tubuh tugu berbentuk pilinan. Bentuk tersebut melambangkan perjalanan hidup yang dinamis dengan cita-cita kuat. Bentuk tugu yang kokoh menunjukkan kekuatan jasmaniah.
Pedestal atau dudukan tugu mengambil bentuk dari Candi Sukuh yang merupakan salah satu bangunan masa Majapahit yang terbuat dari material batu andesit. Pedestal tugu tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan keragaman bentuk bangunan dan material masa Majapahit yang tidak hanya menggunakan batu bata saja.
Pada pedastal pada sisi Utara, timur dan selatan akan ditampilkan relief alegoris tentang perjalanan sejarah kota Mojokerto. Pada bidang relief itu pula bakal ditempatkan teks proklamasi yang terbuat dari marmer sebagaimana pada tugu proklamasi tahun 1949.
“Pemkot Mojokerto ingin menjadikan Alun-alun Kota Mojokerto sebagai kawasan yang lebih bermakna dengan menonjolkan sisi Kota Mojokerto yang identik akan sejarah Kerajaan Majapahit,” imbuhnya. (*)
Pewarta | : Thaoqid Nur Hidayat |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |