TIMES JATIM, MALANG – Setiap daerah umumnya memiliki titik nol kilometer yang berfungsi sebagai penanda jarak dengan daerah lain. Titik nol tersebut biasanya berupa prasasti atau monumen.
Sama halnya dengan daerah lain, Kota Malang pun juga memiliki titik nol kilometer. Uniknya, di Kota Malang memiliki dua titik nol yang memiliki sejarah masing-masing.
Kedua titik nol tersebut terpaut jarak sekitar 1,2 kilometer. Keduanya juga memiliki kemiripan bentuk, yakni berupa tugu dengan tinggi sekitar 70 cm dan memiliki tiga sisi.
Pertama, titik nol kilometer tersebut berada di ujung Jembatan Brantas yang dikenal dengan nama Buk Gluduk, tepatnya di Jalan Gatot Subroto.
Pengamat Sejarah dan Budaya sekaligus Sekretaris TACB Kota Malang 2016-2020, Agung Buana menceritakan, titik nol pertama yang dimiliki Kota Malang tepatnya di sebrang Kampung Warna-Warni Jodipan, pertama kali berdiri bersamaan dengan masuknya Kereta Api di Malang, yakni awal tahun 1869 silam.
Tugu titik nol Kota Malang yang berada di kawasan Buk Gluduk atau di seberang Kampung Warna-Warni Jodipan. (FOTO: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Titik nol tersebut, ternyata menunjukan cek pos atau jalur pos jaman Kolonial Belanda yang ada di Malang. Jalur tersebut pun dilekatkan oleh jalur kereta api.
"Jalur pos tadi kan ada satu kilometer, dua kilometer itu pal-nya biar kita tahu. Tugu nol itu ada bersamaan dengan masuknya Kereta Api di Malang," ujar Agung, Kamis (28/4/2022).
Kemudian, titik nol kedua berada di bawah jembatan penyeberangan Jalan Merdeka Utara atau sebelah utara Alun-Alun Malang.
Titik nol kedua ini ada, sebenarnya sebagai penanda tentang perubahan pemerintahan Malang. Jadi, kata Agung, sebelum tahun 1914 silam, Malang saat itu ikut ke dalam Karesidenan Pasuruan.
Dari situ, munculah Asisten Residen Pasuruan sebagai jabatan baru yang berkantor di Jalan Merdeka Selatan yang kini menjadi Kantor Pos Malang.
"Adanya titik nol itu tak lepas dari peristiwa pemecahan wilayah Malang yang menjadi Regent (Kabupaten) dan Gementee (Kotapraja)," ungkapnya.
Dulunya, titik nol tersebut ditaruh di halaman rumah asisten residen yang dibuat dari kayu seperti berbentuk tiang bendera dengan memiliki beberapa sisi.
Namun, setelah menjelang era antara tahun 1914 sampai 1920an, titik nol tersebut digeser di depan gedung Sarinah atau di bawah persis jembatan penyeberangan Alun-Alun Malang.
"Jadi titik nol pertama itu soal jarak dalam kepentingan jalur pos. Kalau yang kedua, itu kepentingan identitas perubahan pemerintahan," jelasnya.
Perlu diketahui, kedua tugu titik nol tersebut memiliki tulisan S.Baya (Surabaya) 89 pada bagian atas. Angka itu menunjukan jarak antara Malang-Surabaya sejauh 89 kilometer.
Sedangkan pada bagian bawah sisi kanan tertulis Pw.Sari (Purwosari) 28 yang artinya jarak Malang ke Purwosari sepanjang 28 kilometer.
Sedangkan di sisi kiri tugu tertulis M.Lang 0 atau yang berarti titik tersebut adalah lokasi titik nol Malang.
Perbedaan kedua titik nol tersebut hanya pada warna saja. Titik nol di Buk Gluduk didominasi warna kuning, putih dan merah pada dasar tugu. Titik nol kedua di Alun-Akun Malang bewarna putih, kuning, hijau dan biru.
Dari kedua titik nol yang berada di wilayah Kota Malang tersebut memang memiliki keistimewaan. Tak banyak daerah memilki titik nol dan Kota Malang memiliki dua titik nol yang sangat bersejarah.
Menurut Agung, keistimewaan pertama adalah dari sisi pemerintah bahwa Malang pernah mempunyai asisten residen di bawah Keresidenan Pasuruan. "Selanjutnya menjadi Keresidenen Malang yang memikiki dua jabatan pemimpin, yakni Bupati Malang (Kabupaten) dan Wali Kota (Kotapraja)," tuturnya.
Kemudian, diakui Agung, sejak dulu wilayah yang punya dua titik nol kilometer ini cukup diperhitungkan sebagai daerah yang mampu menghidupi daerah sekitarnya atau bisa dikenal sebagai daerah pengumpan. "Jadi kalau ada sesuatu di Malang, itu disebarkan ke Pasuruan, Blitar, Kediri hingga Lumajang. Intinya Malang ini sebagai pusat peradaban," pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Unik! Kota Malang Miliki Dua Titik Nol Kilometer, Ini Sejarahnya
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Faizal R Arief |