TIMES JATIM, SURABAYA – Selama ini, urban farming identik dengan kebun sayur atau buah di lahan sempit perkotaan. Namun, bagaimana jika pertanian kota dipadukan dengan teknologi terbarukan untuk membudidayakan hewan laut? Inilah yang dilakukan tim pengabdian masyarakat (Abdimas) dari Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS).
Mereka membawa inovasi untuk membesarkan kepiting bakau di jantung Kota Pahlawan, tepatnya di Kampoeng Oase Ondomohen, dengan memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Gagasan unik ini lahir dari pemikiran tim Abdimas yang dipimpin oleh Rasional Sitepu. Menurutnya, PLTS adalah pilihan ideal karena sistemnya ramah lingkungan dan ekonomis.
"Menggunakan panel surya, energi ini tidak pernah habis, bebas digunakan, dan lebih hemat. Selain itu, tidak menimbulkan kebisingan, menjadikannya sangat cocok untuk area padat penduduk," ujarnya, Selasa (23/9/2025).
Lantas kenapa pilihan jatuh pada kepiting bakau? Rasional menjelaskan bahwa hewan tersebut dipilih karena nilai ekonominya yang tinggi dan kemampuannya beradaptasi di darat.
"Harga kepiting bakau mentah bisa mencapai Rp65 ribu per kilogram, sementara yang sudah diolah bisa tembus Rp250 ribu per ekor," ungkapnya.
Di sisi lain, kepiting jenis ini memiliki daya tahan hidup tinggi, sehingga potensi keberhasilannya di habitat darat pun besar.
Proyek ini, lanjut Rasional, bukan sekadar percobaan, melainkan hasil kolaborasi lintas program studi. Tim yang terdiri dari Peter Rathodirjo Angka dosen Teknik Informatika, Ery Susiany Retnoningtyas Teknik Kimia, serta mahasiswa Teknik Elektro dan Teknik Kimia, bekerja sama memberikan pelatihan kepada warga.
"Dosen Teknik Elektro dan Informatika fokus pada instalasi PLTS. Sementara itu, tim Teknik Kimia bertugas menjelaskan cara mengondisikan air tawar agar sesuai dengan kebutuhan kepiting, termasuk parameter kadar garam dan pH," jelasnya.
"Tujuannya, agar masyarakat bisa mandiri," tambah Rasional.
Sementara itu, Ketua Kampoeng Oase Ondomohen, Mus Mulyono menyebut pihaknya kini memiliki 25 wadah khusus bertenaga PLTS, yang masing-masing menampung satu ekor kepiting.
"Sejauh ini, 19 di antaranya berhasil beradaptasi dengan baik," katanya.
Meski memiliki tantangan yang berbeda dari sebelumnya, Mus sangat menyambut antusias program tersebut. "Ini yang saya rasa menjadi tantangan paling besar, karena urban farming perikanan laut dipindah ke darat, apalagi kami di jantung kota," akunya.
Meski begitu, ia berharap masyarakat bisa mengembangbiakkan hingga di jual mentah maupun dimasak. "Lalu rencana dari Ibu Endang selaku RT cukup bagus, beliau ingin punya restoran khusus seafood di sini," ungkap Mus.
Dalam kesempatan yang sama, Pembina Kampoeng Oase Ondomohen, Adi Candra mengatakan, program dan keilmuan baru ini mampu menjadikan Kampoeng Oase Ondomohen semakin memperkaya edukasi terkait Energi Alternatif atau Energi Baru Terbarukan, yaitu PLTS yang dimanfaatkan untuk proses penggemukan kepiting bakau yang sangat langka ada di perkampungan padat penduduk.
"Hal ini akan semakin menguatkan Kampoeng Oase Ondomohen sebagai Kampung Wisata Edukasi Pengelolaan Lingkungan dan Urban Farming di Jantung Kota Surabaya," tegasnya.
Yang paling penting, lanjut Adi, masyarakat semakin peduli dengan lingkungan dan menjaganya agar bisa memberikan manfaat secara berkelanjutan.
Sebagai informasi, kegiatan juga didukung penuh oleh HPAI (Himpunan Penggiat Adiwiyata Indonesia) DPW Kota Surabaya, YLBA (Yayasan Lestari Bumi Abadi ) Kota Surabaya, Kampoeng Oase Suroboyo Group, PERBANUSA (Perkumpulan Pengelola Sampah dan Bank Sampah Nusantara ) DPD I Jawa Timur, Forum GRADASI (Gerakan Sedekah Sampah Indonesia) Jawa Timur dan DPP IFTA (Indonesian Fighter Tourism Association) JELAJAH INDONESIA. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Inovasi Urban Farming: Budidaya Kepiting Bakau Pakai Teknologi PLTS, Seperti Apa?
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Deasy Mayasari |