TIMES JATIM, MALANG – Wali Kota Malang Sutiaji mensinyalir bahwa Kota Malang kini sedang di ambang darurat prostitusi online yakni Open BO (Booking Order) melalui aplikasi pesan MiChat.
Oleh karenanya, Sutiaji meminta agar Lurah dan Camat di seluruh Kota Malang menginstall aplikas MiChat guna memantau bisnis Open BO di wilayah masing-masing.
"Jadi itu warning. Malang itu darurat (prostitusi online). Masyarakat juga tahu. Bagi penyedia tempat itu jangan dibuat main-main, karena itu melanggar," ujar Sutiaji, Selasa (15/3/2022).
Kemudian, bukti adanya prostitusi online berbentuk Open BO, diungkap oleh jajaran Satpol PP Kota Malang.
Kabid Trantibum Satpol PP Kota Malang, Rahmat Hidayat mengungkapkan, hingga saat ini ada sekitar 18 diduga Wanita Tuna Susila (WTS) menggunakan aplikasi MiChat yang telah terjaring Satpol PP Kota Malang.
18 WTS tersebut, dijaring Satpol PP Kota Malang dalam operasinya selama satu bulan penuh, yakni di bulan Februari 2022 lalu.
"Berdasarkan laporan masyarakat dan juga keterangan WTS atau tersangka yang terjaring. Kami kembangkan dan mendapatkan 18 WTS yang diduga melakukan Open BO melalui MiChat," ungkap Rahmat saat dikonfirmasi melalui telepon, Selasa (15/3/2022).
Berdasarkan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dan penggrebekan, 18 wanita tersebut memang diduga kuat melakukan transaksi Open BO melalui aplikasi pesan MiChat. "Kalau memang berdasarkan pengakuan ada alat bukti MiChat dan kondom (alat kontrasepsi), ya 18 itu," katanya.
Rahmat membeberkan, penggerebekan 18 wanita tersebut dilakukan di delapan titik lokasi yang tersebar mulai Kecamatan Kedungkandang hingga Blimbing. "Ada di Jalan Mayjen Sungkono, Mayjen Panjaitan dan ada di Jalan MT Haryono. Lalu ada di Soekarno-Hatta dan di Jalan Raya Sawojajar," bebernya.
Dari hasil BAP, tarif 18 wanita tersebut rata-rata mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 1 juta untuk satu kali bercinta di kamar. Biasanya, wanita-wanita tersebut tinggal di satu kamar penginapan dan pelanggan mendatangi kamar tersebut setelah bertransaksi melalui MiChat.
Adapun jenis pembayaran ada dua, pembayaran secara langsung di kamar (cash) dan ada juga yang melalui transfer bank. "Bermacam-macam tarifnya. Bisa sampai Rp 1 juta. Mereka mengaku sehari bisa dua sampai 10 kali main (bercinta)," katanya.
Ada beberapa tipe penginapan saat dilakukan penggerebekan, mulai dari Pemondokan, Indekos harian hingga Guest House. Disinyalir, lanjut Rahmat, mereka selalu memilih tempat aman yang memang belum pernah dilakukan penggerebekan untuk melakukan prostitusi online.
"Mereka memilih karena dirasa belum ada grebekan. Mereka merasa nyaman gak ada pantauan dari aparat," imbuhnya.
Untuk rata-rata usia WTS yang telah terjaring Satpol PP, Rahmat mengungkapkan mulai dari usia 15, 16 sampai 17 tahun atau bisa dibilang masih di bawah umur.
"Mereka ada yang putus sekolah, karena faktor ekonomi dan sosial. Mereka banyak dari luar kota ya. Ada Madura, Tulungagung dan dari Jawa Tengah. Jadi yang di bawah umur kita lakukan pembinaan dan pemanggilan orang tua, lalu kalau sudah dewasa kamu lakukan sanksi tipiring," bebernya.
Sementara itu, ternyata para wanita yang telah terjaring operasi rata-rata tidak dengan mucikari. Kebanyakan dari mereka, kata Rahmat, melakukan sendiri-sendiri atau membentuk grup bersama.
Sesuai dengan kebijakan Wali Kota Malang, Sutiaji yang meminta kepada Lurah dan Camat untuk menginstal aplikasi pesan MiChat, hal serupa dilakukan juga oleh Rahmat. Ia menuturkan bahwa kini telah menginstal aplikasi tersebut guna melakukan pemantauan secara langsung.
"Kami pantau sebagian aplikasi MiChat bertebaran kan semuanya memang banyak," tandasnya terkait praktik prostitusi online di Kota Malang. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Ronny Wicaksono |