TIMES JATIM, BANYUWANGI – Di tengah isu meningkatnya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai daerah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Perindustrian (Disnakerperin) Banyuwangi terus berupaya mencari jalan agar perusahaan tidak melepas tenaga kerjanya.
Salah satu langkah yang ditempuh ialah menggelar Forum Penguatan Human Resources Development (HRD) dan Sosialisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang melibatkan ratusan perusahaan di Bumi Blambangan.
Teranyar, kegiatan tersebut digelar di Havana Waterpark, Café & Resto, Kecamatan Gambiran, Banyuwangi, pada Rabu (8/10/2025).
Data Disnakerperin Banyuwangi, menunjukkan bahwa sepanjang Januari hingga September 2025, tercatat 171 pekerja di Bumi Blambangan telah terkena PHK. Jumlah ini meningkat dibanding periode sebelumnya dan menjadi perhatian serius pemerintah daerah.
Kondisi serupa, juga terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Bahkan pemerintah pusat telah membentuk Satgas Penanganan PHK sebagai bentuk antisipasi terhadap meningkatnya kasus serupa secara nasional.
“Sebagian besar alasan perusahaan melakukan PHK adalah karena faktor efisiensi. Tapi kami terus mengimbau dan memohon agar langkah itu bisa diminimalisir jika masih memungkinkan,” kata Kepala Disnakerperin Banyuwangi, Abdul Latip, Kamis (9/10/2025).
Menurut Latip, jika kondisi perusahaan masih bisa ditoleransi, maka karyawan sebaiknya dipertahankan. Sebab, mempertahankan pekerja jauh lebih baik daripada merekrut ulang di masa mendatang.
Foto bersama usai kegiatan Forum Penguatan HRD di Banyuwangi. (FOTO: Disnakerperin Banyuwangi for TIMES Indonesia)
Melalui forum HRD, Disnakerperin Banyuwangi berupaya memperkuat pemahaman perusahaan terhadap regulasi ketenagakerjaan yang terus mengalami perubahan. Pemahaman yang baik, diharapkan bisa membantu HRD mengambil keputusan secara bijak, terutama dalam situasi ekonomi yang menekan.
Selain isu PHK, perlindungan bagi pekerja rentan, yakni mereka yang bekerja di sektor informal seperti tukang tambal ban, nelayan, dan pedagang kecil, juga menjadi pembahasan.
Para pekerja rentan tersebut, termasuk kategori Bukan Penerima Upah (BPU) yang sering kali belum memiliki perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Melalui forum itu, Disnakerperin Banyuwangi meminta agar CSR perusahaan disalurkan untuk membantu pekerja rentan agar didaftarkan dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
Langkah tersebut diharapkan mampu memberikan perlindungan dasar bagi para pekerja informal yang selama ini belum tersentuh jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Premi yang dibutuhkan tidak besar, hanya sekitar Rp16.800 per bulan, namun manfaatnya sangat berarti bagi pekerja rentan,” terang Latip.
Di sisi lain, Latip mengungkapkan, di era revolusi industri saat ini, peran manusia dalam dunia kerja telah telah tergeser. Sejumlah jenis pekerjaan kini dapat dijalankan oleh kecerdasan buatan dan sistem otomasi robotik, sehingga kebutuhan terhadap tenaga kerja manusia semakin menurun di berbagai sektor.
“Kondisi tersebut, menjadi tantangan baru bagi dunia ketenagakerjaan. Perusahaan dituntut adaptif terhadap perkembangan teknologi, namun di sisi lain juga tetap menjaga keseimbangan antara efisiensi dan keberlanjutan tenaga kerja,” ujarnya.
Forum HRD ini diharapkan menjadi ruang bagi perusahaan untuk saling berbagi pandangan dan komitmen dalam menghadapi dinamika ketenagakerjaan di era digital, tanpa harus mengorbankan nasib para pekerja.
“Kami berencana menjadikan pertemuan seperti itu sebagai agenda rutin, meski tidak selalu terjadwal secara formal. Dengan komunikasi yang berkelanjutan, harapannya terjalin sinergi yang kuat dalam menjaga iklim ketenagakerjaan yang kondusif di Banyuwangi,” tutup Abdul Latip. (*)
Pewarta | : Muhamad Ikromil Aufa |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |