TIMES JATIM, MALANG – Dua desa di Kabupaten Malang punya komitmen kuat dan kearifan atas persoalan sosial masyarakatnya. Yakni, dalam mencegah maraknya pernikahan anak atau usia dini di wilayahnya.
Kedua desa itu adalah Desa Wonorejo Kecamatan Poncokusumo dan Desa Sumberputih Wajak Kabupaten Malang. Keduanya punya peraturan desa (perdes) khusus yang mengatur persoalan nikah bagi warga setempat.
Inisiatif membuat perda pernikahan anak tersebut tidak lepas dari dorongan bersama program Pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Malang, oleh Tim Inklusi Lakpesdam dan Fatayat PCNU Kabupaten Malang.
Sasaran lokus program inklusi ini, mencakup 4 (empat) desa dampingan. Selain Desa Wonorojo Poncokusumo dan Desa Sumber Putih Wajak, termasuk pula Desa Srigading Lawang dan Desa Dengkol Singosari Kabupaten Malang.
Fasilitator Inklusi Kabupaten Malang, Dr. Risa Elvia, mengatakan, Dan hari ini plus penyerahan naskah peraturan desa terkait dengan pencegahan perkawinan anak, yang kedua untuk Kabupaten Malang. Dan ini merupakan capaian Kabupaten Malang.
Menurut Risa, dari empat desa dampingan program inklusi itu, dua desa sudah menerbitkan perdes, yakni Desa Wonorejo dan Desa Sumber Putih. Sedangkan, yang lain berkomitmen akan menyusul membuat perda pencegahan perkawinan anak.
Lalu, seperti apa ini dalam peraturan desa tersebut. Dijelaskan, poin-poinnya terkait batasan usia menikah. Juga, apabila ada pelanggaran dari warga yang ingin mendapatkan dispensasi nikah, maka ada sanksi yang harus dipenuhi.
Bentuk sanksinya, kata Risa, karena perdes itu dirumuskan melalui musyawarah desa, lalu ditetapkan musyawarah desa, maka beberapa tahapan dan isinya sesuai dengan kesepakatan bersama.
"Ada yang memang sanksinya itu moral, ada yang seperti di Desa Sumber Putih itu, sanksinya bahwa nanti akan dikenakan denda. Besaran dendanya sesuai dengan hasil musyawarah desa itu," jelasnya.
Tim fasilitator program Inklusi pencegahan perkawinan anak ini terus diperkuat bersama-sama dengan lintas stakeholder tingkat kabupaten.
"Sama dengan tingkatan desa, untuk bersama-sama menjaga perkawinan anak. Sehingga, Kabupaten Malang nantinya bisa zero perkawinan anak, baik itu tertulis atau tercatat khususnya, apalagi yang tidak tertulis," jelas Risa.
Terlebih, menurutnya sampai hari ini memang banyak sekali pernikahan siri atau pernikahan yang tidak tercatat, karena adanya peraturan batasan usia minimal menikah diatur Undang-Undang. Yakni, tidak boleh berusia di bawah 19 tahun.
"Harapan kita yang disupport Bupati Malang, semua di desa-desa itu juga bisa menerbitkan perdes mencegah perkawinan anak. Karena perdany, kan juga sudah ada ya," imbuhnya.
Dari data dihimpun, meski terjadi penurunan tiap tahun, angka pernikahan dini di Kabupaten Malang terhitung masih tinggi.
Data Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Malang, terhitung sejak Januari hingga Mei 2025 lalu, terungkap ada 287 anak yang menikah.
Jika dirata-rata, setiap hari ada dua anak di bawah umur yang menikah. Hal itu terlihat dari angka permohonan dispensasi menikah di pengadilan.
Angka tersebut menurun dibanding periode yang sama pada 2023 lalu, menembus 369 perkara.
Selain dengan semua stakeholder baik tingkat kabupaten maupun tingkat desa, tim fasilitator inklusi juga membentuk forum anak tingkat desa dampingan, atau pihak-pihak yang menjadi pilot project untuk program inklusi pencegahan perkawinan anak. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Imadudin Muhammad |