https://jatim.times.co.id/
Berita

Tak Hanya Larung Sesaji ke Kawah Bromo, Kasada Punya Tahapan Unik Lain, Apa Saja?

Minggu, 15 Juni 2025 - 10:01
Tak Hanya Larung Sesaji ke Kawah Bromo, Kasada Punya Tahapan Unik Lain, Apa Saja? Warga Suku Tengger mengambil air suci di Gunung Widodaren (FOTO: Aidtya Hendra/dok. TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, PROBOLINGGO – Upacara Yadnya Kasada oleh Suku Tengger selama ini identik dengan ritual larung sesaji ke kawah Gunung Bromo. Namun ternyata, ritual yang sejak 2021 tertutup bagi wisatawan itu hanya salah satu tahapan dalam upacara Kasada.

Mengutip Buku Inventarisasi dan Komunitas Adat Tengger Ngadisari Sukapura Probolinggo Jawa Timur, warga Suku Tengger yang mendiami lerang Gunung Bromo, menjalani rangkaian upacara Yadnya Kasada selama sebulan sebelum larung sesaji ke kawah gunung setinggi 2.329 meter di atas permukaan laut itu.

Warga-Suku-Tengger-melempar-sesaji-ke-kawah-Gunung-Bromo.jpg

Warga Suku Tengger melempar sesaji ke kawah Gunung Bromo dalam ritual larung sesaji Yadnya Kasada (FOTO: Ryan/dok. TIMES Indonesia)

Tahapan Yadnya Kasada diawali dengan pemberian penjelasan dari pemerintah desa, dukun, dan Parisada Hindu Dharma Indonesia atau PHDI. Penjelasan itu menyangkut berbagai persiapan yang harus dilakukan oleh masyarakat sebelum upacara.

Nanjep Karya dan Semeninga

Setelah itu ada Nanjep Karya dan Semeninga. Yaitu kegiatan gotong royong oleh seluruh masyarakat Suku Tengger di Pura Luhur Poten Lautan Pasir Gunung Bromo, yang dikoordinir oleh para dukun pandhita.

Dukun-Tengger-memimpin-ritual.jpg

Dukun Tengger memimpin ritual di Pura Luhur Poten yang menjadi rangkaian upacara Yadnya Kasada (FOTO: Abdul Jalil/dok.TIMES Indonesia)

Nanjep karya bertujuan untuk membersihkan pura yang dibangun tahun 1992 hingga 1994 tersebut.

Adapun Semeninga merupakan kegiatan doa bersama yang dipimpin oleh dukun pandhita. Jika Nanjep Karya berupa gotong royong untuk bersih-bersih pura, Semeninga merupakan pemberitahuan secara sakral kepada penguasa ghaib di Pura Luhur Poten bahwa pura tersebut akan digunakan untuk upacara Kasada.

Mendak Tirta

Ini adalah mengambil air dari sumber air sud di beberapa wilayah yang ada di Tengger. Mendak Tirta dilakukan oleh seluruh desa yang termasuk wilayah adat Tengger. Baik yang berada di Brang Wetan maupun Brang Kulon.

Wilayah Brang Wetan meliputi desa-desa yang berada di sisi timur Gunung Bromo. Wilayah Kabupaten Probolinggo dan Lumajang termasuk Brang Wetan.

Sedangkan wilayah Brang Kulon, meliputi desa-desa yang berada di sisi barat Gunung Bromo. Wilayah Kabupaten Pasuruan dan Malang termasuk Brang Kulon.

Air suci dalam prosesi mendhak tirtha diambil Gunung Widodaren (sebelah barat Gunung Bromo), Ranupane (Lumajang), dan Air Terjun Madakaripura di Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo.

Prosesi mendak tirta diikuti dengan prosesi makemit. Yaitu lah tradisi tidak tidur untuk menjaga air suci dari Widodaren, Ranupane dan Air Terjun Madakaripura agar tidak diganggu ataupun dirusak roh jahat.

Mengutip buku “Makna Ritual Upacara Kasada dalam Perspektif Antropologi dalam Agama Tradisional,” air suci ini diambil untuk melakukan ritual nglukat umat yang bermakna penyucian jiwa masyarakat Tengger.

Ritual nglukat umat dilakukan di Pura Luhur Poten Lautan Pasir Bromo, sesaat sebelum ritual larung sesaji.

Pengambilan air suci tak dilakukan sembarangan. Ada upacara khusus di sana, dan disertai bacaan-bacaan mantra tertentu oleh dukun. Tirtha atau air suci dimasukkan ke dalam botol untuk dipakai dalam ritual nglukat umat dan melasti.

Melasti dan Nglukat Umat

Melasti merupakan kegiatan menyucikan sarana dan tempat yang akan digunakan dalam upacara Yadnya Kasada dengan menggunakan air suci. Ritual ini diikuti oleh ribuan orang Tengger di sekitar kawasan Gunung Bromo.

Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dalam Buku Inventarisasi dan Komunitas Adat Tengger Ngadisari Sukapura Probolinggo Jawa Timur menyebut, mendak tirta, makemit dan melasti merupakan ritual khas Bali.

“Orang Tengger tidak mengenal ritual semacam ini sebelumnya,” sebut buku yang terbit pertama kali pada Desember 2012 tersebut.

Persiapan Yadnya Kasada dilakukan oleh semua umat Hindu Tengger, termasuk membuat sesaji upacara. Sesaji khusus yang disebut dengan ongkek dibuat oleh setiap desa di Tengger.

Disebutkan, ongkek berasal dari dua kata, yaitu kata “ong” yang berarti tempat, dan kata “kek” yang berarti sesaji.

Sesaji dalam ongkek terdiri dari daun pisang satu bendel, sirih satu ikat, kayu satu batang sebagai alat pikul, pisang satu tandan, jambe satu tandan, kelapa muda, daun mangkuk, dan dihiasi dengan berbagai bunga seperti kenikir, mutihan, dan tanalayu.

Resepsi Kasada

Resepsi Yadnya Kasada dilakukan malam hari sebelum larung sesaji ke kawah Gunung Bromo. Prosesi ini dilangsungkan di Pendopo Agung Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura. Dibandingkan desa adat Tengger lainnya, Ngadisari merupakan yang terdekat dengan Gunung Bromo.

Dalam resepsi ini, masyarakat Suku Tengger mengukuhkan sejumlah tamu kehormataan sebagai sesepuh warga Tengger. Tahun ini, kehormatan itu diberikan antara lain kepada Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon; Bupati Probolinggo, dr. Mohammad Haris atau Gus Haris; dan Wabup Probolinggo, Fahmi AHZ atau Ra Fahmi.

Resepsi Yadnya Kasada dimeriahkan dengan kesenian adat berupa tarian tradisional. Termasuk tarian tradisional Roro Anteng dan Joko Seger, yang dianggap sebagai orang pertama yang mendiami lereng Gunung Bromo.

Konon, nama Tengger berasal dari penggabungan dari nama dua sosok tersebut.

Acara puncak Yadnya Kasada dimulai dengan pemberangkatan ongkek. Dimulai sekitar pukul 02.00 WIB, pelaku ritual berangkat dari pintu gerbang masing-masing menuju Pura Luhur Poten.

Larung Sesaji

Di Pura Luhur Poten, ada sejumlah ritual yang dijalani warga Suku Tengger, sebelum prosesi larung sesaji ke kawah Gunung Bromo.

Sebelum larung sesaji dilakukan, para dukun pandhita melayani warga masyarakat yang melaksanakan nadar.

Pada prosesi larung sesaji, semua ongkek serta sesajian berupa hasil bumi dilempar di kawah aktif Gunung Bromo.

“Kebutuhan ngalap berkah dengan mengambil kem bali sesaji diperbolehkan oleh para dukun pandhita selama warga berani melakukannya karena medan yang sulit,” tulis Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta.

Pepujan Desa

Akhir dari peringatan Hari Raya Kasada biasanya ditandai dengan upacara slametan desa masing-masing, sehari sesudah upacara di Pura Luhur Poten.

Dilaksanakan di sanggar, pura, atau balai desa masing-masing desa, upacara pepujan desa biasanya diikuti semua warga.

Dalam pepujan desa, pembacaan doa atau mantra-mantra dipimpin oleh dukun, dibantu para Legen serta sesepuh desa. Kades memberikan sambutan berkenaan dengan pembinaan dan pembangunan di desa masing-masing. (*)

Pewarta : Muhammad Iqbal
Editor : Muhammad Iqbal
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.