TIMES JATIM, JAKARTA – Erupsi Freatik terjadi di kawah Sileri yang berada di Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara, Kamis (29/4/2021) malam. Lontaran material akibat erupsi tersebut mengarah ke selatan.
Kawah Sileri berada di Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara. Erupsi atau letusan terjadi berupa lontaran material berupa batuan dan lumpur ke berbagai arah tanpa didahului isyarat peningkatan aktivitas gempa. Jenis erupsinya adalah erupsi freatik.
Apa itu Erupsi Freatik?
Erupsi Freatik adalah proses keluarnya magma ke permukaan bumi karena pengaruh uap yang disebabkan sentuhan air dengan magma baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Erupsi Freatik terjadi ketika adanya air tanah, air laut, air danau kawah, atau air hujan yang menyentuh magma di dalam bumi.
Panas dari magma akan membuat air tersebut menjadi uap, dan ketika tekanan uap sudah sangat tinggi dan tidak bisa dibendung, maka akan terjadi letusan yang disebut Erupsi Freatik. Letusan dari Erupsi Freatik mengeluarkan material padat yang terlempar akibat tekanan dari uap tadi.
Erupsi freatik tidak terjadi di semua gunung. Letusan ini paling mungkin terjadi pada gunung dengan parameter batuan yang agak terbatas. Misalnya, batuan beku yang tidak terlalu kuat.
Freatik membuat gunung memuntahkan material debu vulkanik, namun tidak melelehkan magma. Dia berbeda dari erupsi lava yang melelehkan cairan magma dan cenderung tidak meletus. Erupsi freatik juga bisa terjadi tanpa adanya tanda-tanda sebelumnya.
Muntahan debunya juga tidak setinggi jenis erupsi vulkanik yang bisa mencapai ketinggian 20 km. Ketinggian debu erupsi freatik tergantung pada tekanan uap airnya.
Mengutip cnnindonesia.com, letusan model ini akan hadir di gunung yang memiliki rasio aspek keretakan rata-rata relatif besar (β ~ 10-1) dan konsentrasi retak tidak terlalu rendah (Ω> 10-2), seperti disebutkan pada jurnal penelitian geofisika AGU.
Mengetahui Fase Erupsi Gunung Berapi
Terdapat tiga jenis erupsi berdasarkan pergerakan magma dari dalam ke permukaan bumi. Tiga jenis erupsi itu adalah freatik, freatomagmatik dan magmatik.
Letusan gunung berapi terjadi akibat dapur magma yang mengalirkan magma segar yang telah bertekanan cukup tinggi (oleh sebab apapun) ke atas. Pergerakan ini menciptakan retakan-retakan pada bebatuan yang menyumbat saluran.
1. Erupsi Freatik
Terjadi ketika magma segar mulai naik dari dapur magma ke tubuh gunung. Pada fase ini magma berinteraksi dengan air bawah tanah dan menyebabkan penguapan.
Ketika intensitas uap makin tinggi dan memiliki tekanan yang cukup tinggi, uap mampu membobol bebatuan pembekuan magma tua yang menyumbat kawah.
Oleh karena itu, material vulkanik yang disemburkan oleh erupsi freatik lebih didominasi uap air bercampur gas-gas vulkanik lainnya. Material vulkaniknya memiliki suhu kurang dari 200º C dan saat tiba di kaki gunung sudah setara suhu lingkungan. Erupsi freatik sama sekali tidak memuntahkan magma segar. Intensitas erupsinya juga umumnya kecil.
2. Erupsi Freatomagmatik
Erupsi ini biasanya terjadi setelah erupsi freatik berlalu. Letusan ini terjadi ketika magma segar naik ke tubuh gunung namun belum mencapai lubang letusan. Magma mulai bersentuhan langsung dengan air bawah tanah.
Persentuhan dengan air yang lebih dingin membuat permukaan magma segar sontak mendingin cepat, membentuk butiran-butiran pasir hingga kerikil dengan komposisi khas. Sebaliknya air bawah tanah langsung menguap dengan frekuensi dan intensitas yang lebih tinggi.
Selain menyemburkan uap air dan gas-gas vulkanik lainnya, erupsi freatomagmatik pun menyemburkan debu, pasir hingga kerikil. Namun kali ini mayoritas berasal dari magma segar yang membeku cepat. Intensitas erupsinya akan lebih besar dari erupsi freatik dan material vulkanik yang dimuntahkannya pun lebih panas.
3. Erupsi Magmatik
Ini adalah puncak erupsi, sebab magma segar sudah keluar dari lubang letusan. Erupsi magmatik secara umum terbagi menjadi dua: eksplosif (ledakan) dan efusif (leleran). Erupsi magmatik eksplosif umumnya melibatkan magma segar yang bersifat asam karena banyak mengandung silikat (SiO2).
Sementara pada erupsi magmatik yang efusif, magma segar yang keluar lebih bersifat basa (basaltik). Magmanya lebih encer dan kurang mengandung gas.
Penjelasan PVMBG tentang Erupsi Freatik Kawah Sileri
Saat ini, Kawah Sileri Dieng berstatus normal atau level I. Demikian keterangan dari Kepala Pos Pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Gunung Api Dieng, Surip.
“Masih normal, (tapi) karena peningkatan aktivitas, (diimbau tidak memasuki area kawah) dengan radius 500 meter dari bibir kawah, (dari) sebelumnya 200 meter,” ujarnya, dikutip dari kompas.com, Jumat (30/4/2021).
Erupsi freatik pernah terjadi di Kawah Sileri sekitar tiga tahun lalu, tepatnya pada 1 April 2018.
Menurut Surip, erupsi freatik yang terjadi pada 29 April 2021 di Kawa Sileri, lebih disebabkan oleh over pressure dan aktivitas permukaan.
“Erupsi hanya berlangsung singkat, tidak diikuti oleh kenaikan kegempaan dan perubahan visual yang mengarah pada rangkaian erupsi yang lebih beasr,” terangnya.
Aktivitas vulkanik Gunung Dieng, khususnya Kawah Sileri pasca erupsi freatik, tidak teramati adanya gejala perubahan sifat erupsi atau peningkatan potensi ancaman bahaya. (*)
Pewarta | : Rochmat Shobirin |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |