TIMES JATIM, BANYUWANGI – Banyuwangi patut berbangga! Karya legendaris "Shalawat Badar" yang diciptakan oleh KH. Ali Manshur, seorang ulama asal Kabupaten Banyuwangi, mendapat pengakuan tertinggi dari Presiden Joko Widodo. Dalam sebuah upacara khidmat di Istana Negara, Rabu (14/8/2024).
Presiden Joko Widodo menganugerahkan kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma kepada mendiang KH. Ali Manshur atas kontribusinya yang luar biasa dalam menciptakan Shalawat Badar, yang kini telah menjadi bagian penting dari kekayaan budaya bangsa. Penghargaan ini diterima oleh putra sulungnya, KH. Ahmad Syakir Ali, dan putra bungsunya, Gus Saiful Islam, yang turut merasa bangga atas penghormatan ini.
Penghargaan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 107/TK/TH 2024 Tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang turut menyaksikan penganugerahan tersebut mengaku bangga atas hal tersebut. “Shalawat Badar ini punya ikatan kuat dengan Banyuwangi. Sebagai warga Banyuwangi, kami turut bangga atas penganugerahan ini,” kata Ipuk, (15/08/24).
“InsyaAllah Banyuwangi turut mendapat berkah dari shalawat Badar yang diciptakan Kiyai Ali Manshur semasa beliau di Banyuwangi pada medio 1959-1967,” tambah Ipuk.
Di Banyuwangi sendiri, lanjut Ipuk, juga mulai bermunculan landmark-landmark yang berkaitan dengan Shalawat Badar. Seperti di destinasi wisata Banyuwangi Theme Park yang di dalamnya juga memuat konten tentang historis Shalawat Badar.
“Ke depan tentu perlu didorong lebih banyak lagi untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas bahwa Shalawat tersebut diciptakan di Banyuwangi,” ucapnya.
KH Ahmad Syakir Ali, putra KH Ali Manshur, menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berinisiatif dan bekerja keras untuk memberikan perhatian pada Shalawat Badar dan proses penciptaannya.
Kabupaten Banyuwangi, menurut Syakir, merupakan salah satu pihak yang turut mendorong Shalawat Badar karangan ayahandanya tersebut bisa lahir. “Sedikit banyak tentu terinspirasi oleh Banyuwangi,” ujarnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ayung Notonegoro. Penulis buku “Shalawat Badar: dari Banyuwangi untuk Dunia” itu mengungkapkan teks shalawat itu mencerminkan kondisi sosio-politik di Banyuwangi pada masa Orde Lama. Saat itu, kontestasi politik merambah berbagai bidang, tak terkecuali seni-budaya.
“NU Banyuwangi menyebarluaskan Shalawat Badar yang aransemennya rancak dan penuh semangat sebagai dinamika situasi saat itu,” kata Ayung. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Warga Kabupaten Banyuwangi Bangga, Shalawat Badar Karya KH Ali Manshur dapat Penghargaan Presiden
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |