TIMES JATIM, MALANG – Pagi itu, angin laut bertiup menyejukkan kawasan Bajul Mati Sea Turtle Conservation (BSTC) yang terletak di 60 km kearah Selatan Kota Malang. Di antara rindangnya vegetasi pantai dan suara ombak yang berirama, sebuah ruang belajar tanpa dinding hidup dan tumbuh. Inilah Sekolah Alam BSTC, sebuah inisiatif yang lahir dari kegelisahan sekaligus harapan, bagaimana menyelamatkan alam dengan cara menyelamatkan manusianya terlebih dahulu.
Sutari, penggerak Sekolah Alam BSTC, menurutnya sekolah alam ini bukan sekadar tempat belajar, melainkan ruang penyadaran. Kurikulum yang dibangun sejak awal berakar kuat pada konservasi, seperti tentang memahami perbedaan penyu, kura-kura, dan labi-labi, tentang mengapa penyu dilindungi undang-undang, hingga bagaimana terumbu karang dan vegetasi pantai menjadi benteng alami bagi kehidupan manusia.

\“Konservasi itu intinya menyelamatkan, menyelamatkan ekosistem laut berarti juga menyelamatkan masyarakat pesisir. Terumbu karang yang sehat mampu meredam gelombang, cemara udang disini berfungsi sebagai filter alami air asin lewat batangnya, dan mangrove menjaga keseimbangan lingkungan. Semua itu diajarkan langsung di alam terbuka, bukan di dalam gedung tertutup,” ungkapnya, Sabtu (27/12/2025).
Sejak berdiri pada 2018 dan aktif penuh di kawasan BSTC sejak 2019, Sekolah Alam BSTC memfokuskan langkah awalnya pada anak-anak pesisir. Alasannya jelas, anak-anak adalah agen perubahan paling efektif. Ketika kesadaran tumbuh sejak dini, pesan itu akan sampai ke rumah, ke orang tua, bahkan ke komunitas yang lebih luas. Setiap awal tahun, siswa TK hingga SMP di sekitar kawasan diundang bersama wali mereka untuk belajar bersama. Di sinilah kekuatan sekolah alam, menghubungkan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.

Sekolah Alam BSTC bukan milik satu kelompok saja. Pintu pembelajaran terbuka lebar untuk siapa pun, yakni mahasiswa, warga kota, hingga pegawai negeri. Tidak ada batas usia. Sebab, menurut Sutari, masih banyak orang dewasa yang belum memahami perbedaan penyu dan kura-kura, apalagi perannya bagi ekosistem. Di alam, semua setara sebagai pembelajar.
Hasil dari perjalanan panjang ini terasa nyata. Sejak 2019, BSTC mencatat penyelamatan penyu dalam jumlah yang sangat besar, bahkan jika dirata-ratakan, mencapai sekitar 10.000 penyu per tahun. Kontribusi ini menjadi bagian penting dari upaya konservasi nasional, meski tak selalu bisa diukur dengan angka semata.
Perjalanan membangun sekolah alam tentu tidak tanpa tantangan. Keseimbangan antara aspek sosial, psikologis, dan ekonomi menjadi ujian tersendiri, terlebih karena BSTC adalah yayasan non-profit. Para pengurusnya kerap harus meninggalkan urusan bisnis pribadi demi terjun langsung ke lapangan. Namun bagi mereka, menyelamatkan alam adalah tanggung jawab bersama, bukan urusan individu atau kelompok tertentu.
“Kalau kita belajar di alam, kita sedang menyelamatkan oksigen,” ujar Sutari menutup perbincangan. Dari kita menjaga keseimbangan pesisir mulai dari konservasi penyu hingga penanaman mangrove semua kembali pada satu tujuan menjaga kehidupan agar tetap berlanjut.
Bagi masyarakat yang ingin bergabung dan belajar langsung di Sekolah Alam BSTC, pendaftaran dan alur kunjungan dapat diakses melalui Instagram @bstcmalang. Di sanalah perjalanan kecil untuk perubahan besar bisa dimulai.
Penyu di Indonesia
Di dunia ada 7 jenis penyu dan 6 diantaranya terdapat di Indonesia. Jenis penyu yang ada di Indonesia adalah Penyu hijau (Chelonia mydas), Penyu sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu pipih (Natator depressus) dan Penyu tempayan (Caretta caretta).
Semua jenis penyu laut di Indonesia telah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Ini berarti segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya itu dilarang. Menurut Undang Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pelaku perdagangan (penjual dan pembeli) satwa dilindungi seperti penyu itu bisa dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta.
Berdasarkan ketentuan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna), semua jenis penyu laut telah dimasukan dalam appendix I yang artinya perdagangan internasional penyu untuk tujuan komersil juga dilarang. Badan Konservasi dunia IUCN memasukan penyu sisik ke dalam daftar spesies yang sangat terancam punah. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Sekolah Alam BSTC, Ruang Belajar Terbuka untuk Menjaga Keberlanjutan Ekosistem Laut
| Pewarta | : Tria Adha |
| Editor | : Deasy Mayasari |