TIMES JATIM, PROBOLINGGO – Ada cerita memilukan dalam tragedi Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam. Seorang Aremania asal Kota Probolinggo yang berada di lokasi, sempat pingsan karena asap perih gas air mata. Beruntung ia masih selamat.
Aremania tersebut adalah Reza Nailuhuda Hidayatullah (24) warga Jalan Sunan Giri, Kelurahan Sembertaman, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo. TIMES Indonesia berkunjung ke rumah Reza, Minggu (2/10/2022) sore.
Reza menceritakan, saat kejadian ia sempat pingsan akibat gas air mata. Ia juga kekurangan oksigen. Namun berkat pertolongan secara manual oleh tim medis yang disiapkan panpel, bapak 2 anak ini akhirnya siuman.
Petugas kesehatan memulihkan pernafasannya dengan cara memompa dada dan perut Reza. Ia kemudian dilarikan ke rumah sakit terdekat dan sekitar pukul 02.00 dini hari, ia diizinkan pulang.
Kepada TIMES Indonesia, Reza berterus terang bahwa ia masih trauma dengan apa yang dialaminya pada Sabtu malam lalu. Namun, pria yang memiliki anak yang seluruhnya perempuan itu, bersedia menceritakan apa yang dialaminya dalam tragedi Stadion Kanjuruhan itu.
Kini Reza bisa berkumpul bersama keluarganya, setelah selamat dari tragedi Stadion Kanjuruhan. (FOTO: Agus Purwoko/TIMES Indonesia)
Diceritakan, usai laga Arema FC versus Persebaya Surabaya, para pemain Arema mendekati penonton untuk meminta maaf atas kekalahannya. Setelah itu, salah satu suporter Arema masuk lapangan berbaur dengan para pemain kesayangannya.
Usai menyerahkan kaus ke kapten Arema John Alfarizi, suporter tersebut berangkulan atau berpelukan dengan beberapa pemain. Melihat adegan haru seperti itu, suporter lain yang ada di tribun ikut turun dari tribun dan masuk lapangan. “Mereka juga kepingin seperti itu. Akhirnya banyak suporter yang masuk lapangan,” jelasnya.
Mereka kemudian dihalau oleh pihak panpel dan petugas keamanan yang terdiri dari Polisi dan TNI. Melihat ada 2 suporter yang terkapar, penonton atau suporter yang duduk di tribun utara dan selatan ikut-ikutan masuk ke lapangan.
Karena jumlahnya kian banyak, tiba-tiba petugas polisi menembakkan gas air mata. Tak hanya di lapangan, gas air mata juga ditembakkan atau diarahkan ke tribun, termasuk tribun tempatnya Reza.
Gas air mata mengenai besi yang ada di atas Reza dan jatuh di depannya. Karena panik, ia sempat menolong seorang ibu yang menggendong anaknya yang diperkirakan usianya tak lebih 2 tahun.
Namun upaya menyelamatkan ibu dan anaknya menjauhi asap gas air mata, tidak berhasil. Sang balita meninggal di gendongan ibunya, sedang sang ibu selamat.
Suaminya yang menemani juga ikut meninggal dalam tragedi Stadion Kanjuruhan tersebut. “Ibunya ngomong kalau anak yang digendongnya, meninggal. Termasuk suaminya,” jelas Reza.
Karena merasa nafasnya sesak, Reza berusaha keluar dari stadion dan lewat pintu 8. Namun, upaya penyelamatannya gagal. Saat di pintu keluar, Reza pingsan dan ditolong oleh temannya yang sama-sama dari Kelurahan Sumbertaman.
“Saya sudah tidak ingat apa-apa. Saya siuman di rumah sakit. Tidak tahu nama rumah sakitnya. Terus diizinkan pulang,” katanya.
Reza kemudian menceritakan kejadian saat pingsan hingga siuman. Cerita tersebut didapat dari Bima, teman satu kelurahan yang juga berangkat ke Malang berboncengan naik sepeda motor.
Berdasarkan cerita Bima, Reza diduga telah meninggal. Tidak bergerak dan tidak bisa bernafas, serta bola matanya hanya terlihat putih. Sementara biji mata hitam terbalik, sehingga kelihatan putih.
Dalam kondisi seperti itu, ia digotong oleh Bima dan dibawa ke posko kesehatan Panpel. “Karena denyut nadi saya masih ada, petugas kesehatan terus menekan dada dan perut saya. Setelah saya bisa bernafas, langsung dibawa ke rumah sakit. Bima bilang begitu ke saya,” jelasnya.
Seandainya tidak ada pertolongan dari tim kesehatan panpel, Reza memperkirakan ia akan meninggal. Ia bersyukur, meski sempat kehilangan nafas, namun bisa selamat.
Sepulang dari rumah sakit, ia bersama Bima menuju stadion untuk mengambil sepeda motor yang diparkir dekat stadion.
“Saya tidak langsung pulang ke Kota Probolinggo. Saya tidur di (rumah) nenek saya. Di Kota Malang. Siang-siangan kami pulang,” ujarnya.
Pria yang sejak kecil pecinta Arema ini menyayangkan petugas yang menembakkan gas air mata ke tribun. Padahal, seluruh penonton yang ada di tribun tidak berbuat anarkis dan brutal.
Dirinya jauh-jauh ke Malang hanya untuk menonton tim kesayangannya bermain, bukan untuk berbuat anarkis. Hanya saja Reza tidak memungkiri, dari ribuan penonton, hanya sebagian kecil suporter yang berniat berbuat anarkis.
Menurutnya, tragedi Stadion Kanjuruhan itu bukan akibat kisruh antar suporter. “Memang saya lihat ada suporter Persebaya. Tapi enggak kita apa-apain. Kita datang ke sana hanya untuk nonton bola. Niatan lain, tidak ada,” kata Aremania asal Kota Probolinggo ini. (*)
Pewarta | : Rhomadona (MG-410) |
Editor | : Muhammad Iqbal |