TIMES JATIM, PROBOLINGGO – Gelaran Bromo Sunset Music and Culture 9 kembali menegaskan posisinya bukan sekadar agenda hiburan bulanan, tetapi sebagai platform terintegrasi yang mempertemukan seni pertunjukan, kuliner, dan industri perhotelan.
Konsistensi penyelenggaraan setiap bulan di kawasan Amfiteater Seruni Point Bromo ini menciptakan ekosistem ekonomi kreatif yang mulai menarik audiens regional dan internasional.
Edisi terbaru ini mencatat kehadiran 150 anggota forum regional dari enam negara ASEAN dan Jepang. Partisipasi mereka menjadi dimensi penting sebagai pengamat sekaligus calon penyokong pariwisata berulang.
Salah satu peserta, Makoto Sumiya dari Jepang, mengaku terkesan dengan perpaduan tari tradisional dan musik Tengger. “Sangat menarik dan otentik. Saya berencana kembali lagi bersama keluarga,” ujarnya.
Format Terpadu Seni dan Ekonomi
Struktur acara dirancang dengan konsep efek ekonomi berlapis. Panggung amfiteater menyuguhkan pertunjukan seni sepanjang acara, sementara area sekitarnya difungsikan sebagai ruang pamer UMKM lokal dan hotel-hotel Bromo yang menyajikan menu kuliner khas pegunungan.
Pola ini mengubah event hiburan menjadi bazar budaya dan gastronomi terpadu, memperkuat sinergi industri kreatif dan pariwisata.
Konsistensi penyelenggaraan bulanan juga membangun ekspektasi publik dan loyalitas pengunjung, sekaligus menciptakan alur pendapatan yang lebih stabil bagi para pelaku usaha.
Tidak hanya menjadi atraksi wisata, event ini kini tercatat sebagai agenda tetap kalender ekonomi kreatif daerah.
Perspektif Pemerintah Daerah

Menurut Heri Mulyadi, Kepala Dinas Pariwisata dan Pemuda-Olahraga (Kadisporapar) Kabupaten Probolinggo, Bromo Sunset merupakan contoh nyata dari bagaimana budaya, pariwisata, dan ekonomi lokal dapat berjalan secara sinergis.
“Kami melihat Bromo Sunset bukan hanya sebagai hiburan semata, tetapi sebagai investasi jangka panjang bagi perekonomian lokal dan pelestarian budaya kita,” ucap Heri.
Ia juga menyebut, keberlanjutan acara ini sangat bergantung pada dukungan komunitas dan pelaku usaha lokal.
“Kami berharap pelaku UMKM, hotel, seniman, dan masyarakat bisa terus mendukung agar Bromo Sunset berkembang menjadi ikon baru wisata budaya di Probolinggo,” tambahnya.
Penguatan Identitas dan Masa Depan Berkelanjutan
Kedatangan delegasi internasional pada perhelatan Bromo Sunset Music and Culture 9 menunjukkan reputasi acara telah melampaui daya tarik domestik.
Pemerintah daerah memiliki ruang untuk mengembangkan format event lebih jauh, terutama lewat penguatan narasi budaya Tengger dan isu keberlanjutan lingkungan sebagai pembeda dari acara serupa di destinasi lain.
Dengan pendekatan ini, Bromo Sunset Music and Culture berpotensi menjadi model baru pameran seni dan bisnis berkelanjutan, yang tak hanya menonjolkan keindahan alam Bromo, tetapi juga menawarkan ekosistem ekonomi kreatif yang hidup dan berdampak jangka panjang. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Bromo Sunset Music and Culture 9, Panggung Seni yang Menggerakkan Ekonomi Kreatif
| Pewarta | : Sri Hartini |
| Editor | : Deasy Mayasari |