TIMES JATIM, MALANG – Kasus dugaan perundungan di SMAN 72 Jakarta yang berujung aksi balas dendam seorang siswa dengan membuat dan meledakkan bom molotov mengundang keprihatinan publik nasional. Peristiwa ini dinilai sebagai sinyal bahwa isu bullying atau perundungan belum menjadi arus utama dalam pengelolaan keamanan sekolah di berbagai jenjang pendidikan di Indonesia.
Retno Listyarti, pemerhati anak dan pendidikan sekaligus Komisioner KPAI periode 2017–2022, menilai penanganan korban perundungan di sekolah masih kerap keliru dan tidak mengacu pada ketentuan Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP). Kondisi ini membuat sebagian orang tua memilih menempuh jalur hukum karena merasa penanganan di sekolah tidak memadai.
“Menormalisasi bullying sangat berbahaya bagi tumbuh kembang anak—baik korban, saksi maupun pelaku. Bullying bukan bercanda; jika bercanda semua pihak tertawa, sedangkan pada bullying satu pihak tertawa dan pihak lain tersakiti,” kata Retno, Sabtu (8/11/2025).
Apresiasi Penanganan Cepat Pemprov DKI Jakarta
Retno mengapresiasi langkah cepat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Pendidikan DKI setelah insiden ledakan terjadi. Pemprov telah menerbitkan surat edaran terkait pengamanan sekolah dan kewajiban menciptakan lingkungan belajar yang aman dan bebas kekerasan.
Namun, ia menilai surat edaran tersebut perlu secara tegas mewajibkan sekolah berpedoman pada Permendikbudristek 46/2023. “Dinas Pendidikan harus memastikan surat edaran itu dijalankan di seluruh sekolah dengan memperkuat prinsip sekolah aman dan keberadaan Tim PPK,” ujarnya.
Menurut Retno, regulasi tersebut telah mengatur secara lengkap alur penanganan kekerasan, mulai dari penerimaan laporan, pemeriksaan, kesimpulan, rujukan hingga pemulihan psikologis. Termasuk pula petunjuk teknis (juknis) mengenai kerja Tim PPK.
Tim PPK Dinilai Belum Bekerja Optimal
Meski aturan sudah jelas, Retno menyebut banyak Tim PPK di sekolah belum bekerja sesuai Permendikbudristek karena minim pengetahuan. “Banyak yang bahkan belum membaca regulasinya. Padahal pembentukan Tim PPK dan prinsip kerjanya diatur lengkap dalam aturan tersebut,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan adalah tanggung jawab Tim PPK, mulai dari menerima laporan hingga memberikan rekomendasi. Karena itu, pelatihan bagi seluruh Tim PPK sangat mendesak.
Rekomendasi untuk Pemerintah
Untuk ini, Retno memberikan sejumlah rekomendasi, yakni semua sekolah di DKI Jakarta wajib menyediakan kanal pengaduan yang aman, mulai dari kontak telepon, email hingga media sosial, yang melindungi kerahasiaan korban dan saksi. Selain itu, sekolah diminta bekerja sama dengan Komite Sekolah untuk menggelar sosialisasi pencegahan kekerasan dan kelas parenting secara berkala, serta mengalokasikan anggaran khusus bagi Tim PPK agar dapat bekerja optimal.
“Lebih baik mencegah daripada mengobati. Sekolah harus bergerak cepat, terstruktur, dan sesuai regulasi untuk melindungi anak-anak,” kata Retno. (*)
| Pewarta | : Slamet Mulyono |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |