TIMES JATIM, JAKARTA – Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan penting dalam mewujudkan visi besar "Indonesia Emas 2045." Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto memiliki target ambisius untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8% per-tahun.
Rektor Universitas Brawijaya (UB), Prof. Widodo mengatakan, saat ini ada tantangan besar menghadang. Realitas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 hanya mencapai 5,4%, jauh dari target tersebut. Ketimpangan ekonomi antar wilayah masih signifikan, terutama antara Jawa dan luar Jawa.
Daya saing Indonesia juga tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Thailand, mencerminkan kebutuhan mendesak untuk transformasi ekonomi.
"Tantangan ini semakin kompleks dengan berbagai masalah struktural yang menghambat pertumbuhan. Deindustrialisasi dini menjadi salah satu isu utama yang dihadapi Indonesia," katanya saat konferensi pers usai acara Indonesia Business, Economic, Social And Technology Trends Outlook (BEST) Outlook 2025, di Jakarta Pusat, Jumat (29/11/2024).
Sejak 2011, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB terus menurun, melemahkan potensi pertumbuhan ekonomi. Empat provinsi industri utama Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten-mengalami perlambatan sejak awal 2024.
Empat Tantangan
Studi Universitas Brawijaya di Jawa Timur mengidentifikasi empat tantangan utama yakni biaya tenaga kerja yang tinggi, mahalnya bahan baku, sulitnya akses bahan penolong, dan kebijakan perpajakan yang kurang mendukung. Tanpa solusi, deindustrialisasi ini dapat semakin memperburuk kondisi ekonomi nasional.
"Perlambatan konsumsi rumah tangga dan investasi juga menambah tekanan. Konsumsi rumah tangga, sebagai pendorong utama ekonomi, menunjukkan perlambatan yang mengkhawatirkan," kata Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Brawijaya (IKA UB) periode 2023–2027 adalah Muhammad Zainal Fatah.
Di sisi lain, Investasi pun lesu, menambah beban ekonomi. Pemerintah berupaya mempertahankan pertumbuhan melalui pengeluaran publik, yang meningkat sejak 2018, terutama dalam merespons pandemi Covid-19 dan persiapan pemilu.
Namun, pada 2024 dan 2025, keterbatasan fiskal menjadi tantangan besar. Tekanan fiskal ini diperparah oleh meningkatnya pembayaran utang dan stagnasi penerimaan pajak.
Akibatnya, kemampuan pemerintah untuk mempertahankan pengeluaran produktif, seperti pembangunan infrastruktur dan sektor sosial, berpotensi menurun.
Stagnasi penerimaan pajak menjadi salah satu hambatan utama. Rasio pajak terhadap PDB, yang sempat meningkat dari 8,3% pada 2020 menjadi 10,4% pada 2022, kembali turun menjadi 10,2% pada 2023.
Diperkirakan angka ini akan stagnan hingga 2024. Beban pembayaran bunga utang yang tinggi membatasi alokasi anggaran untuk belanja produktif, yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi.
Tanpa kebijakan fiskal yang tepat, termasuk perluasan basis pajak dan peningkatan kepatuhan wajib pajak, ruang fiskal akan semakin sempit, dan pertumbuhan ekonomi bisa terhambat.
"Di tengah tantangan ini, digitalisasi muncul sebagai solusi potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Prayeksi menunjukkan bahwa nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai 590 miliar pada 2024, meningkat 13% dibandingkan tahun sebelumnya," jelasnya.
Dengan membangun ekosistem digital yang kuat, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengatasi berbagai hambatan ekonomi. Teknologi seperti Al generatif dapat dioptimalkan di sektor pertanian, membantu mencapai swasembada pangan melalui prediksi cuaca yang lebih akurat dan efisiensi pengelolaan lahan.
Digitalisasi juga dapat meningkatkan produktivitas di sektor industri dan pemerintahan, mempercepat transformasi ekonomi nasional.
Namun, digitalisasi saja tidak cukup. Reformasi birokrasi yang mendalam menjadi kunci untuk mendukung pertumbuhan berkelanjutan. Dengan memperbaiki tatal kelola pemerintahan dan meningkatkan efisiensi anggaran, pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi dan bisnis.
Selain itu, penguatan sumber daya manusia melalui pemerataan akses pendidikan berkualitas menjadi fondasi penting. Hanya dengan kolaborasi lintas sektor dan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat. mengatasi tantangan struktural yang dihadapi saat ini.
BEST Outlook 2025, kata dia, hadir sebagai panduan strategis berbasis data yang memberikan wawasan mendalam tentang langkah-langkah konkret yang harus diambil oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
Melalui forum ini, berbagai solusi akan dibahas secara komprehensif, termasuk strategi untuk memperkuat daya saing nasional, mendorong pertumbuhan inklusif, dan mengoptimalkan potensi ekonomi digital.
Dengan langkah nyata dan kolaborasi yang solid, Indonesia dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan membuka jalan menuju visi besar Indonesia Emas 2045.
Deindustrialisasi, ketidakpastian fiskal, dan perlambatan investasi memang menjadi tantangan berat. Namun, dengan memanfaatkan peluang dari ekonomi digital, mengoptimalkan teknologi, dan melakukan reformasi struktural, Indonesia memiliki semua potensi untuk bangkit dan menjadi kekuatan ekonomi global.
"BEST Outlook 2025 menjadi momentum penting untuk merumuskan langkah-langkah strategis yang akan membawa Indonesia keluar dari stagnasi dan menuju masa depan yang lebih cerah," ujarnya. (*)
Pewarta | : Moh Ramli |
Editor | : Imadudin Muhammad |