TIMES JATIM, KALIMANTAN TIMUR – Dalam era globalisasi dan perkembangan ekonomi yang pesat. Dunia bisnis menghadapi tantangan besar terkait dengan bagaimana mempertahankan pertumbuhannya tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.
Salah satu konsep yang muncul sebagai jawaban atas tantangan ini adalah bisnis hijau. Sebuah paradigma yang tidak hanya berfokus pada pencapaian keuntungan, tetapi juga pada tanggung jawab terhadap alam.
Bisnis hijau, atau yang sering disebut green business, bukan sekadar tren sesaat, melainkan suatu filosofi yang mengajak pelaku bisnis untuk merefleksikan kembali nilai-nilai keberlanjutan dalam setiap aspek operasional mereka. Filosofi ini menuntut perubahan mendalam dalam cara kita memandang kesuksesan bisnis, di mana keuntungan material harus berdampingan dengan dampak positif terhadap bumi.
Fenomena ini sejalan dengan temuan-temuan yang tercatat dalam sejumlah riset global. Sebagai contoh, sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Nielsen pada tahun 2022 menunjukkan bahwa sebanyak 66% konsumen di seluruh dunia lebih memilih untuk membeli produk yang dianggap ramah lingkungan.
Temuan ini mencerminkan adanya pergeseran signifikan dalam preferensi konsumen yang kini lebih menghargai nilai-nilai keberlanjutan daripada hanya sekadar harga dan kualitas produk. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen semakin menyadari pentingnya aspek lingkungan dalam keputusan pembelian mereka.
Selain itu, bisnis yang mengadopsi praktik hijau, seperti yang telah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan besar, juga menunjukkan bahwa keberlanjutan dapat berjalan seiring dengan keuntungan ekonomi.
Sebagai contoh, Unilever berhasil mengurangi jejak karbonnya hingga 33% pada tahun 2022 melalui penggunaan energi terbarukan, sementara Patagonia, dengan kampanye "Buy Less, Choose Well", mengalami peningkatan penjualan sebesar 14% pada tahun 2023.
Sejumlah perusahaan besar telah mencatatkan hasil positif dari penerapan prinsip bisnis hijau, namun banyak pelaku usaha yang masih menghadapi hambatan dalam mengadopsinya, terutama terkait dengan tingginya biaya awal yang diperlukan untuk beralih ke praktik yang lebih ramah lingkungan.
Menurut survei yang dilakukan oleh Deloitte pada tahun 2023, sebanyak 62% pemimpin bisnis mengakui bahwa biaya implementasi teknologi ramah lingkungan dan perubahan proses produksi menjadi tantangan terbesar.
Tantangan ini mencakup biaya investasi dalam teknologi yang lebih efisien, penggunaan bahan baku ramah lingkungan, dan modifikasi sistem produksi. Perubahan ini, meskipun penting untuk kelangsungan bumi, sering kali memerlukan komitmen finansial yang tidak sedikit, yang menjadikan banyak pelaku usaha masih enggan untuk beralih ke bisnis hijau.
Di sinilah filosofi bisnis hijau memainkan peran penting, yaitu mengajak pelaku bisnis untuk memandang keuntungan bukan hanya dari sisi finansial semata, tetapi juga dari kontribusinya terhadap keberlanjutan alam dan masyarakat. Bisnis yang sukses, menurut filosofi ini, adalah bisnis yang mampu menciptakan nilai ekonomi sekaligus mendukung kelestarian lingkungan.
Di Indonesia, meskipun kesadaran akan pentingnya keberlanjutan semakin berkembang, penerapan prinsip bisnis hijau di kalangan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) masih berada pada tingkat yang rendah.
Laporan dari Bappenas pada tahun 2023 menunjukkan bahwa hanya sekitar 20% dari UMKM di Indonesia yang telah mengintegrasikan praktik bisnis ramah lingkungan dalam operasi mereka. Padahal, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan bisnis hijau, mengingat kekayaan alam yang melimpah.
Sektor-sektor seperti pertanian, pariwisata, dan manufaktur memiliki peluang besar untuk menerapkan prinsip keberlanjutan yang tidak hanya akan memberikan keuntungan ekonomi, tetapi juga membantu menjaga kelestarian lingkungan. Beberapa perusahaan Indonesia yang telah berhasil mengadopsi praktik bisnis hijau antara lain PT Tirta Investama (Danone-AQUA), yang berhasil mengurangi lebih dari 12.000 ton limbah plastik pada tahun 2023 melalui program daur ulang botol plastik.
Selain itu, Javara Indonesia juga berhasil mengembangkan produk-produk organik lokal yang mendukung pertanian berkelanjutan, yang meningkatkan pendapatan petani hingga 25%. Kisah sukses ini membuktikan bahwa penerapan bisnis hijau dapat memberikan manfaat ganda: keuntungan finansial dan kontribusi positif terhadap lingkungan.
Perjalanan menuju bisnis hijau tidaklah mudah. Banyak perusahaan, terutama yang lebih besar, masih berfokus pada pencapaian laba jangka pendek dan mengabaikan pentingnya investasi dalam keberlanjutan untuk jangka panjang. Oleh karena itu, filosofi bisnis hijau mengajarkan bahwa kesuksesan sejati sebuah bisnis bukan hanya diukur berdasarkan profit semata, tetapi juga pada dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan dan masyarakat.
Prinsip keberlanjutan ini mengajak kita untuk berpikir lebih jauh, untuk tidak hanya mengejar keuntungan material, tetapi juga memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dalam proses produksi dan konsumsi dapat menjaga kelestarian bumi untuk generasi mendatang.
Bisnis hijau menuntut setiap perusahaan untuk melihat keberlanjutan sebagai investasi jangka panjang yang tidak hanya akan menguntungkan perusahaan itu sendiri, tetapi juga memberi manfaat lebih besar bagi dunia secara keseluruhan.
Filosofi bisnis hijau ini menggugah kita untuk lebih memperhatikan tanggung jawab kita terhadap alam. Keberlanjutan bukan lagi menjadi sekadar pilihan, tetapi menjadi sebuah kewajiban bagi setiap perusahaan yang ingin bertahan dan berkembang di masa depan.
Menghadapi tantangan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan yang semakin nyata, prinsip bisnis hijau memberikan harapan bahwa dunia bisnis dapat memainkan peran penting dalam memperbaiki keadaan.
Dalam dunia yang semakin terhubung ini, setiap tindakan yang diambil oleh perusahaan akan memberikan dampak yang lebih luas, baik dalam konteks ekonomi maupun lingkungan. Bisnis hijau bukan hanya tentang menghasilkan keuntungan, tetapi juga tentang membangun masa depan yang lebih baik bagi bumi dan seluruh penghuninya.
***
*) Oleh : Rosyid Nurrohman, S.M., M.AB., Dosen Prodi Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman Kalimantan Timur.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |