Kopi TIMES

Santri Agen Demokrasi

Jumat, 22 Oktober 2021 - 17:15
Santri Agen Demokrasi Fata Pujangga, seorang Esais. Penulis Novel Melawan Kenangan, Buku Empat Bait untuk Tuhan, dan Buku Mimpi Negeri Revolusi.

TIMES JATIM, JAKARTA – Kalau ingin melakukan perubahan, jangan tunduk pada kenyataan, asal yakin di jalan yang benar~ KH. Abdurrahman Wahid

Dari pernyataan Gus Dur, sebagai seorang santri, saya mendapat ilham bahwa, untuk melakukan perubahan dalam hal apapun, termasuk dalam dunia politik demokratis, harus menggunakan cara-cara yang benar. Seperti tidak melakukan tindakan korupsi, tidak suap-menyuap, bahkan merampas hak orang lain. Perilaku seperti itu, membawa kita lebih jauh dari cita-cita luhur bangsa, yaitu tercapainya kedaulatan rakyat yang diamanahkan dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Sebuah tindakan bisa dikatakan ‘perubahan’, apabila ada pergeseran dari sesuatu yang kurang baik menjadi lebih baik. Sementara hari ini kedaulatan rakyat mengalami kemunduran, jauh dari kata ‘lebih baik’ dari tujuan demokratisasi. Sebab cita-cita demokrasi hari ini, seolah mudah ditukar dengan sesuatu yang bersifat materialistik. Itulah mengapa perlu saya tulis di sini, bahwa santri merupakan agen perubahan dalam praktek demokrasi yang ideal, sehingga dapat mengantarkan bangsa kita pada puncak peradaban.

Santri dan Kekolotannya

Tentu wacana di atas, akan mengundang banyak komentar dan pertanyaan; apa sih yang akan santri lakukan dalam mencapai cita-cita demokrasi?; lawong santri itu  kolot, bodoh, terbelakang dan trasional. Komentar semacam itu, justru menunjukkan kekerdilan wawasan mereka. Padahal sudah jelas, sejarah menunjukkan baik pada zaman kolonial sampai awal-awal kemerdekaan, santri berperan penting saat itu. Santri tidak hanya terlibat dalam perjuangan fisik, tapi juga dalam perjuangan politik.

Kita bisa melihat itu dari usaha KH. Hasim As’ari yang membentuk barisan anak-anak muda. Sehingga dari latihan kemiliteran, terbentuklah Laskar Hisbullah, Laskas Sabilillah, Laskar Mujahidin yang dikenal pasukan berani mati. 

Pun setelah penjajah ditaklukkan, KH. Wahid Hasyim, juga merepresentasikan kalangan santri yang mempunyai intelektual progresif. Sehingga ia ditunjuk sebagai anggota Badan Penyidik Kemerdekaan Indonesia (BPKI) yang dipimpin oleh Bung Karno.

Poin pentingnya adalah ia menjadi penengah yang cerdas antara kaum agamawan dan nasionalis. Tak hanya itu, Kiai Wahid menjadi aktor utama dalam penyusunan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa, Kiai Wahid (sebagai wakil kalangan santri), aktif membidani lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tak berhenti di sana saja, kalangan santri menempati posisi strategis dalam pemerintahan Presiden Soekarno. Sebagai contoh, Kiai Wahab Hasbullah diangkat Soekarno sebagai Dewan Pertimbangan Agung. Kiai Wahid Hasyim sebagai Mentri Agama pertama di Indonesia. Kemudian Kiai Zainul Arifin sebagai Wakil Perdana Mentri, Kiai Mohammad Hanafiah sebagai Mentri Agraria, Mr Sunarjo sebagai Mentri dalam Negeri, Kiai Fatah Yasin sebagai Mentri Sosial dan nama-nama yang lainnya.

Setidaknya anggapan santri itu bodoh, tradisional dan terbelakang telah dibantah dengan adanya kontribusi dari kalangan santri dalam upaya merintis pembangunan bangsa ini. 

Akhlak Pondasi Demokrasi

Santri secara keilmuan tidak hanya berbekal pengetahuan dunia melainkan diimbangi dengan pengetahuan agama. Dengan dua pengetahuan yang dimiliki, seorang santri dapat menunjukkan perilaku-perilaku yang demokratis. Nilai-nilai demokrasi sudah tertanam dalam diri santri, sebagaimana yang telah dipelajarinya baik dalam Quran maupun dalam kitab-kitab klasik dan sejarah Islam, bahwa semua orang dan semua bangsa adalah manusia pilihan yang sederajat di hadapan Tuhan. 

Hal itu ditunjukkan oleh Gus Dur yang merupakan Bapak Pluralisme, seorang presiden dari kalangan santri yang prodemokrasi, menolak pendekatan represif dalam politik dan memilih melakukan kontra narasi.

Itu artinya, santri tak hanya bergelut dalam teori tentang kesatuan, kesederajatan, dan persaudaraan, dalam prakteknya mereka sudah terbiasa sejak berada dalam lingkungan pesantren. Praktik-praktik musyawarah mufakat, tidak membeda-bedakan satu sama lain, semua kedudukan santri rata ketika berada di dalam pesantren meskipun berasal dari suku dan ras yang berbeda.

Nilai-nilai budaya demokrasi, tidak hanya tentang hak berbicara atau tentang pemerintahan dari rakyat untuk rakyat dan lain sebagainya. Kalau sekadar soal hak berbicara yang sama, setiap orang dapat berbicara sebebas-bebasnya, dan cenderung kebablasan mengartikan itu, bahkan sebuah caci makian dianggap bagian dari ekspresi dari hak berbicara. Tentu, bukan hal itu yang utama dalam demokrasi. Ada sesuatu yang lebih mendasar dari itu semua, yaitu akhlak.

Di dalam akhlak ini terkandung nilai-nilai kesantunan, rendah hati, dan terbuka. Hanya dengan nilai-nilai itu, kita akan mencapai cita-cita kesatuan, kesamaan, dan persaudaraan. Sementara akhlak sendiri merupakan suatu hal yang paling utama, yang harus dimiliki oleh seorang santri. Penanaman akhlak ini akan didapatkan seorang santri selama berada di pesantren. Sehingga terbentuklah santri yang santun, rendah hati dan terbuka kepada siapa saja. Dan terbangun keharmonisan dalam kehidupan pesantren.

Oleh karena itu, sudah pantas dikatakan bahwa santri merupakan agen demokrasi yang ideal. Sebab, nilai-nilai yang terkandung dalam akhlak tadi, seperti kesantunan, rendah hati dan keterbukaan, dapat membentuk santri yang toleran dan demokratis. Ketika tercipta toleransi dan  demokrasi dalam berbangsa dan bernegara, maka bukan sesuatu yang tidak mungkin kehidupan yang harmonis, sejahtera dan berdaulat akan terbentuk di negeri ini.

***

*) Oleh: Fata Pujangga, seorang Esais. Penulis Novel Melawan Kenangan, Buku Empat Bait untuk Tuhan, dan Buku Mimpi Negeri Revolusi.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.