Kopi TIMES

Menagih Janji Reformasi

Selasa, 30 Mei 2023 - 09:48
Menagih Janji Reformasi Muhammad Iqbal, M.Pd; Anggota Forum Pegiat Literasi Sumatera Barat.

TIMES JATIM, SUMATERA – Seperempat abad silam gemuruh reformasi lantang disuarakan. Para pejuang penuntut keadilan menyeruak masuk menuju ke lokasi perjuangan.

Terhitung jumlah pendemonstrasi saat itu mencapai 15.000 mahasiswa, diikuti masyarakat sipil, dan pelbagai elemen lainnya. Dengan lantang mereka menyerukan pelbagai tuntutan yang terdiri dari, penegakan supremasi hukum, pemberantasan KKN, pengadilan mantan presiden Soeharto dan kroninya, amandemen konstitusi, pencabutan dwifungsi ABRI (TNI/Polri), dan, pemberian otonomi daerah seluas-luasnya.

Semua tuntutan tersebut bukan hasil lobi-lobi yang siap dalam satu hari, melainkan, merupakan hasil kajian panjang secara mendalam dari pelbagai elemen tentang pelbagai persoalan yang terjadi selama kepemimpinan pemerintah orde baru.

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, sebelum memasuki era reformasi, tepatnya di pertengahan tahun 1997, Bumi Pertiwi begitu gencar dihadapkan dengan pelbagai persoalan, seperti bencana Kabut Asap. Parahnya dampak yang ditimbulkannya, sampai-sampai pemerintah saat itu menetapkannya sebagai bencana nasional. Wajar saja, sebab, akibat bencana tersebut, beberapa bandara di Pulau Sumatera memberhentikan arus penerbangannya, begitupun dengan transportasi laut.

Bahkan, berdasarkan data yang dilaporkan oleh Asian Development Bank (ADB) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 1999 mengenai dampak ekonomi dari tragedi kabut asap 1997  mencapai US$ 2,3 miliar jika dinilai dengan uang (materiil) dan nonmateriil US$ 2,6 miliar. Sungguh kerugian yang tidak sedikit.

Tidak cukup sampai disitu, sejak tahun 1997-1998, Indonesia mengalami krisis moneter. Krisis yang merupakan bagian dari krisis Finansial Asia (Asian Financial Crisis) tersebut mengakibatkan ekonomi tanah air lumpuh total. Pada saat itu, nilai tukar rupiah melemah terhadap mata uang greenback atau dolar Amerika Serikat (AS), ke level Rp 16.000 per dolar AS, akibatnya, banyak perusahaan besar yang bangkrut dan mengakibatkan bertambahnya pengangguran.

Selain itu, harga bahan pokok pun mengalami kenaikan yang tajam, dan hampir seluruh bank di Indonesia mengalami kemacetan kredit. Tragisnya kondisi yang dialami bangsa saat itu, membuat aksi demontrasi besar-besaran tidak terelakkan, penembakan yang menelan korban pun menjadi daftar kegiatan yang tidak dilupakan, para etnis Tionghoa ikut menjadi sasaran, rumah-rumah mereka habis dilempari oleh oknum.

Namun di balik itu, akhirnya demonstrasi besar-besaran tersebut membuahkan hasil, Presiden Soeharto menyatakan mundur dari jabatannya, dan langsung digantikan oleh wakilnya saat itu, yaitu Bapak BJ. Habibie, Indonesia memasuki babak baru, bernama Reformasi.

Meskipun sudah memasuki era baru, yakni, era reformasi, ternyata pelbagai persoalan yang menjadi tuntutan saat di masa orde baru, masih tetap bertahan. Seperti, persoalan Korupsi, Kolusi, dan Nepostisme (KKN). Persoalan yang masih menjadi salah satu Pekerjaan Rumah Indonesia saat ini, semakin hari, semakin menunjukkan eksistensinya. Mulai dari pejabat di tingkat pusat, sampai pejabat terendah di tingkat desa, seolah saling berlomba mengumpulkan pundi-pundi kekayaannya dengan mencuri uang rakyat.

Dana yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan masyarakat, ternyata dialihkan ke rekening pribadinya. Termasuk juga di lembaga pendidikan, perilaku korup tersebut seolah tidak terelakkan, uang BOS yang seharusnya digunakan untuk membeli keperluan penunjang proses pembelajaran di sekolah, disalahgunakan untuk memenuhi hasrat kebutuhan pribadi.

Berdasarkan informasi yang ada, CPI Indonesia tahun 2022 berada di skor 34/100 dan berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. Informasi tersebut menunjukkan bahwa, persoalan korupsi di Indonesia belum selesai, dibutuhkan pelbagai usaha untuk mengehentikannya.

Itu masih persoalan korupsi, belum lagi persoalan mengenai penegakan hukum. Meski sudah berulang kali menjadi bahan tuntutan, penegakan hukum di Indonesia seolah masih belum sesuai dengan koridornya, istilah hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas masih sering ditemukan.

Lihatlah, hukum yang diterima oleh para pejabat yang berkasus lebih kecil, dibandingkan dengan masyarakat kelas bawah yang melakukan kesalahan-kesalahan kecil. Padahal, di mata hukum, semua orang sama, tidak ada kasta atau perbandingan status sosial yang membedakannya, jika salah, maka yang bersangkutan harus dihukum sesuai dengan pasal yang berlaku.

Selain itu, pasal hukum mengenai kebebasan berpendapat pun seolah menjadi tameng, agar masyarakat tidak boleh melakukan kritikan terhadap pemerintah. Dan masih banyak lagi, pelbagai persoalan seputar hukum ini. Oleh karena itu, mari bersama kita selesaikan, sebagaimana tuntutan yang disampaikan dengan lantas saat meletusnya gerakan reformasi 1998.

Benar saja, jika ada pendapat yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia saat ini tengah memasuki Reformasi Jilid 2, sebab, diantara pelbagai tuntutan yang disampaikan dua puluh lima tahun silam, masih terdapat beberapa tuntutan yang belum terwujud sempurna, masih ada pelbagai tuntutan lain.

Sebenarnya hal tersebut, bukanlah sesuatu yang mengherankan. Sebab, yang namanya tuntutan memang mustahil bisa terwujud sempurna dalam waktu yang singkat, dibutuhkan proses dan sumber daya manusia yang mumpuni, agar pelbai tuntutan tersebut dapat segera terwujud. Lewat tulisan ini juga, penulis ingin pembaca mengetahui bahwa reformasi belum usai, era ini harus terus dikawal, janji-janji yang kemarin terucap, harus terus ditagih lewat tindakan. Salah satunya adalah dengan mendidik generasi muda yang tangguh.

Harapannya lewat tangan-tangan mereka, janji atau tuntutan lama itu, tidak sekedar jargon, tetapi memang benar-benar dapat diwujudkan.

***

*) Oleh: Muhammad Iqbal, M.Pd, Anggota Forum Pegiat Literasi Sumatera Barat .

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.