Kopi TIMES

Spiritualisme Kemanusiaan di Tengah Covid-19

Senin, 02 Agustus 2021 - 11:22
Spiritualisme Kemanusiaan di Tengah Covid-19 Haris Zaky Mubarak, MA; Analis dan Direktur Jaringan Studi Indonesia.

TIMES JATIM, JAKARTA – Terjadinya banyak perubahan kehidupan selama pandemi Covid-19 tentu menjadi refleksi penting dalam kesadaran spritualitas manusia. Hadirnya musibah bencana pandemi Covid-19 juga turut memposisikan bencana sebagai sebuah sub kebudayaan baru dalam ruang spritualitas manusia.

Bahkan secara lebih jauh, kesadaran manusia terhadap bencana seperti wabah Covid-19 telah membawa banyak perubahan nilai kultural yang membuat orang harus menjalankan kepatuhan aturan protokol kesehatan secara baik. Karena itu, ikhtiar yang kuat dalam penyelesaian wabah pandemi harus tetap menjadi nilai dasar yang penting untuk menguatkan kembali kesadaran spritual manusia tentang bencana.

Menurut Irwan Abdullah (2008), rasa spritual terhadap bencana merupakan “proses” yang harus dilihat sebagai peristiwa historis, termasuk melihat dalam kacamata sumber-sumber pembentukan dan kelahirannya.Karena itu sebagai sebuah proses, hadirnya setiap bencana  sesungguhnya dapat dikelola dan dikendalikan dalam tingkatan berbeda - beda sesuai dengan kemampuan pengetahuan, sikap, tindakan, dan melalui kelembagaan yang tersedia.

Pemahaman hubungan manusia dengan lingkungan dalam mutual production of each others existence memungkinkan hadirnya antisipasi, dan juga prediksi terhadap langkah kesiapan menghadapi segala macam bencana. Hal ini jelas akan meminimalisasi segala macam kerentanan hidup masyarakat terhadap datangnya bencana (Irwan Abdullah, 2008).

Dengan kondisi sulit ditengah wabah pandemi Covid – 19, kepedulian menjadi titik dialektika moral terbaik dalam memberikan pesan otentik tentang kepedulian bersama untuk menyelamatkan kehidupan manusia secara bersama – sama. Apalagi jika melihat data terbaru dari perkembangan Covid-19 di Indonesia, memasuki semester kedua 2021, kasus lonjakan Covid-19 meningkat pesat. Indonesia tercatat negara dengan rekor tertinggi kasus kematian dan penambahan kasus Covid-19 (54.000 / 14 Juli 2021). Dengan masih tingginya kasus Covid-19, maka Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) merupakan wujud rasa kemanusiaan kolektif untuk dapat mengendalikan kasus wabah pandemi Covid-19 dan mempercepat pemulihan lintas kehidupan masyarakat.

Kesetiakawanan Sosial

Dalam pengendalian wabah Covid-19, pemerintah memang harus banyak melakukan berbagai penguatan strategis program demi mendorong langkah - langkah efektif dalam penyelesaian masalah pandemi. Seperti dalam membangun prioritas tata kelola anggaran dan rekrutmen Sumber Daya Manusia (SDM) yang meliputi ketersediaan relawan medis dan non medis, termasuk mempersiapkan segala program memenuhi Alat Pelindung Diri (APD), serta pengembangan perawatan darurat Covid-19 yang mendesak untuk seluruh pelosok Indonesia. Dalam hal ini, diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah supaya wabah Covid-19 ini tak memperburuk stabilitas dan kondisi kesehatan masyarakat. 

Kesetiakawanan sosial menjadi nilai otentik membangun kekuatan kolektif kolegial  menghadapi pandemi Covid - 19. Kekuatan supporting system untuk saling menguatkan ditengah himpitan kesulitan akibat dampak wabah pandemi Covid-19 menjadi hal rasional agar ketahanan hidup dapat terawat baik. Disinilah relasi kepedulian menjadi sesuatu hal yang nyata adanya. Tak dapat dipungkiri jika pandemi hari ini justru membuat kita dapat menjadi bijaksana dari kondisi yang terjadi pada masa sebelumnya. Adanya pembatasan sosial (Social Distancing) mengajarkan kepada kita pentingnya makna interaksi sosial dan pentingnya kepekaan sosial untuk tetap peduli pada kehidupan dan keselamatan orang lain.

Pada sisi yang lain, rasa kepedulian sosial juga menuntut kita untuk merefleksikan kembali semangat filantropi dan kedermawanan sosial  Kita dapat belajar dari pengalaman masa lalu, saat wabah pandemi Flu Spanyol  1918 - 1919 menghantam seluruh kawasan Hindia Belanda dan dunia. Saat itu segala langkah rasional dalam koneksitas pemulihan pandemi terus menerus dilakukan pemerintah Hindia Belanda.

Termasuk memajukan filantropis sebagai fondasi kekuatan masyarakat guna bertahan menghadapi segala macam bentuk tekanan akibat wabah pandemi Flu Spanyol. Data sejarah pandemi menunjukkan jika masyarakat saat itu gemar melakukan aksi sosial berwujud filantropis demi mengamankan ketahanan hidup masing – masing warga masyarakat. Beberapa agenda filatropis dilakukan dalam wujud penyaluran bahan - bahan makanan seperti beras, jagung dan kedelai yang terus menerus didistribusikan ke berbagai pelosok daerah Hindia Belanda. (Sin Po, 7 Desember 1918).

Tak jauh berbeda, dalam sisi pemeliharan kesehatan masyarakat pada masa  wabah pandemi Flu Spanyol juga mendorong pihak swasta utamanya para pengusaha apotek untuk membagikan gratis obat influenza dengan maksud meminimalisir wabah pandemi supaya tak terus menerus berkembang. Hal ini banyak dilakukan para pengusaha karena seiring menurunnya imun kesehatan warga masyarakat akibat wabah maka banyak apotek tutup karena kelesuan daya beli warga masyarakat setelah sebelumnya banyak toko apotek yang berlomba – lomba meninggikan harga obat influenza. (Sin Po, 3 Desember 1918).

Dari contoh yang terjadi pada masa wabah pandemi Flu Spanyol 1918 - 1919 dapat disimpulkan jika spirit kerja sama era pandemi tetaplah menjadi faktor kunci penting dalam mempercepat terjadinya pemulihan wabah pandemi karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.Ditengah kondisi gelombang kedua pandemi Covid-19. Baik Pemerintah dan tenaga kesehatan harus dapat bekerja lebih keras untuk menangani lonjakan ini. Karena fasilitas kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan yang telah disediakan sekarang ini tidak berbanding lurus dengan jumlah penderita Covid-19 yang kian hari terus bertambah.

Disinilah pentingnya kita untuk terus bekerja sama saling tolong - menolong dan rasa empati tinggi terhadap lingkungan sekitar yang berjibaku menghadapi permasalahan besar akibat pandemi Covid-19. Jika rasa empati kita hadir, maka kita akan dapat tergerak untuk melakukan sesuatu hal berguna termasuk menata kesadaran diri kita untuk selalu patuh dengan segala macam bentuk aturan protokol kesehatan, seperti halnya memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas sosial. Semua upaya ini jelas membutuhkan banyak pengorbanan kerja sama, dan sinergis dari banyak pihak. Akhir kata, dengan dorongan rasa spiritualisme kemanusiaan yang sangat besar  maka hal ini akan berdampak positif dalam mempercepat pulihnya kesehatan, ekonomi dan sosial kehidupan bangsa dan negara Indonesia.

***

*) Oleh: Haris Zaky Mubarak, MA; Analis dan Direktur Jaringan Studi Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.