Kopi TIMES

Bojonegoro, Bumi Manusia bagi Anak Bangsa

Minggu, 17 Oktober 2021 - 21:23
Bojonegoro, Bumi Manusia bagi Anak Bangsa Ichwan Arifin adalah Alumnus Pascasarjana UNDIP Semarang, Ketua Dewan Pertimbangan DPC PA GMNI Bojonegoro.

TIMES JATIM, BOJONEGORO – Meski hanya sekian detik, adegan yang menggambarkan keberangkatan Minke dari stasiun kereta Bojonegoro dalam film Bumi Manusia begitu membekas. Dalam novelnya, Pramoedya Ananta Toer (Pram) hanya menyebut dengan Kota B. Namun, Hanung Bramantyo, sutradara “Bumi Manusia” memperjelas Kota B sebagai Bojonegoro.

Meski Bojonegoro tidak begitu banyak disebut dalam cerita itu. Namun, kota ini sangat lekat dengan tokoh Minke, ataupun dalam alam nyata bagi sosok bernama RM Tirto Adhi Soerjo (TAS). Tokoh yang menginspirasi Pram melahirkan “Bumi Manusia”, “Anak Semua Bangsa”, “Jejak Langkah” dan “Rumah Kaca,” yang kemudian dikenal sebagai tetralogi Buru.

Melalui tetralogi itu, Pram mengajak kita mengenali jejak langkah TAS dalam sketsa sejarah Indonesia. Pemikirannya tentang pembebasan, makna cinta, kemanusiaan dan kehidupan. Bumi Manusia tidak hanya menghadirkan romansa cinta, Minke dan Annelies Mellema. Namun lebih dari itu, sarat dengan pesan moral luarbiasa.  Meramu pergulatan kemanusiaan, pedihnya penindasan dan makna keadilan.

Pram juga bertutur tentang pergumulan manusia terkait jati diri, harkat dan martabat sebagai individu maupun sebagai sebuah bangsa. Semua itu ditemukan dalam karakter seperti Nyai Ontosoroh, Ibunda, Jan Jan Dapperste alias Panji Darman, Jean Marais, Juffrouw Magda Peters dan sebagainya. Bojonegoro dalam “Bumi Manusia” adalah rumah bagi Minke. Tempat berpulang kepada bundanya yang begitu berpengaruh dalam hidupnya. TAS dihadirkan Pram dalam novel itu dengan alter ego Minke. Jadi, kota ini sangat penting bagi sosok TAS.

Bumi Bojonegoro tidak hanya mewariskan legenda Angling Dharma yang juga sarat dengan filosofi tentang hidup dan kehidupan namun juga jejak sejarah dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Banyak tokoh nasional terlahir di bumi Bojonegoro. Diantaranya: Prof. Mr. Abdoel Gaffar Pringgodigdo, menjadi anggota BPPUKI, lembaga yang berperan penting dalam proses kemerdekaan Indonesia. Dikenal sebagai tokoh Masyumi dan pernah menjadi menteri sekretaris negara pada awal Indonesia merdeka.

Ada pula tokoh perempuan yang sukses meniti karir di kepolisian, Brigadir Jenderal Pol (Purn) Dra. Roekmini Koesoema Astoeti. Tidak hanya dikenal dikalangan korps baju cokelat, Rukmini juga pernah menjadi anggota DPR/MPR RI dan Komnas HAM. Ada juga Titi Said, penulis novel-novel “best seller” seperti “Jangan Ambil Nyawaku”, aktif perfilman khususnya di lembaga sensor film. Tentu harus menyebut juga pahlawan nasional, Letjen Sudirman, dikenal sebagai Komandan Brigade Ronggolawe dan Panglima Teritorium V/Brawijaya. Namanya diabadikan sebagai nama stadion sepakbola kebanggaan masyarakat Bojonegoro. Serta masih banyak lagi, termasuk Mensesneg Prof. Dr. Drs. Pratikno, M.Soc.S.

Bumi Bojonegoro juga dianugerahi kekayaan alam yang luarbiasa. Wilayah kerja migas Blok Cepu dengan beberapa lapangan migas sebagian besar berlokasi di Kabupaten Bojonegoro, telah berkontribusi hingga 30% produksi minyak nasional dan juga menyumbang pendapatan daerah. Belum lagi dari gas yang akan dihasilkan dari Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru (JTB). Bojonegoro juga dikenal sebagai lumbung pangan karena tingkat produksi pertanian, khsususnya padi yang sangat bagus.

Namun, catatan kemiskinan juga mewarnai sejarah Bojonegoro. Dalam konteks  itu harus menyebut  Christiaan Lambert Maria Panders, Doktor Sejarah dari Queensland University,  Australia yang menulis “Bojonegoro 1900-1942: A Story of Endemic Poverty in North East Java- Indonesia.”  Kota kecil di Pulau Jawa ini menarik perhatiannya dengan sudut pandang meneropong kemiskinan akut hingga disebut endemi. Meskipun sebenarnya kemiskinan pada masa kolonialisme tidak hanya dialami Bojonegoro, namun setiap wilayah Indonesia.

Mengentaskan rakyat dari belenggu kemiskinan memang tidak mudah. Mengutip Achmadi, Karjadi Mintaroem, Gigih Prihant dalam “Memahami Pola-Pola Keluar dari Kemiskinan: Studi Kasus Kabupaten Bojonegoro,” kemiskinan bukanlah adalah permasalahan dinamis. Taxonomy kemiskinan diukur melalui dua komponen, yaitu pendapatan dan konsumsi. Tiga kategori kemiskinan yaitu “chronic poor”, “transient poor” dan “never poor.” Perlu pendekatan dan kebijakan yang berbeda dalam menanganinya. Kebijakan pengentasan kemiskinan kronis lebih sulit, pendekatan jangka panjang dan mahal. Meliputi perbaikan struktural seperti peningkatan kualitas infrastruktur publik dan  menaikkan level pendidikan dan kesehatan.

Kebijakan dan strategi pembangunan menjadi faktor menentukan dalam mengatasi kemiskinan tersebut.

Bojonegoro saat ini genap 344 tahun, jika dihitung dari 20 Oktober 1677. Perubahan terus mewarnai dalam kurun waktu tersebut, termasuk pergantian pimpinan daerah. Namun pergantian tersebut tidak menghentikan laju pembangunan. Mungkin terdapat perbedaan pendekatan dan prioritas di setiap periode kepemimpinan. Hal yang wajar dan dapat dimaklumi.

Mengutip BPS, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bojonegoro pada 2020 mencapai 69,04. Naik 0,29 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini sejalan dengan meningkatnya seluruh komponen penyusun IPM yakni Indeks Pendidikan (Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah), Indeks Kesehatan (Angka Harapan Hidup), dan Standar Hidup Layak (Pengeluaran per Kapita disesuaikan). Hal itu menunjukkan kemajuan bagus. Namun masih ada pekerjaan rumah yang harus terus dikerjakan, dari sisi rangking IPM pada tahun 2019, Bojonegoro menduduki peringkat ke 26 dari 38 Kab/Kota yang ada di Jawa Timur.

Karena itu, diperlukan partisipasi, kontribusi kolaborasi dari berbagai pihak untuk semakin mempercepat tercapainya tujuan pembangunan yang bermuara pada kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial. Semangat, energi dan visi pembebasan dari Minke di Bumi Manusia harus mampu diadopsi setiap anak bangsa yang ada di Bumi Bojonegoro untuk membumikan kesejahteraan dan keadilan sosial. Dirgahayu Bojonegoro! (*) 

*) Penulis, Ichwan Arifin adalah Alumnus Pascasarjana UNDIP Semarang, Ketua Dewan Pertimbangan DPC PA GMNI Bojonegoro.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.