Kopi TIMES

Beli Tiket Konser untuk Self Reward, Kok Bisa?

Sabtu, 27 Mei 2023 - 19:34
Beli Tiket Konser untuk Self Reward, Kok Bisa? Siti Zahra, Mahasiswi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

TIMES JATIM, BANDUNG – Coldplay, band asal Inggris, akan menggelar konser Music of The Spheres World Tour  di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta, pada 15 November 2023 mendatang. Tiket konser dijual secara presale pada 17-18 Mei 2023 dan dijual untuk publik pada 19 Mei 2023.

Hingga pada hari Jumat (19/5) PK Entertainment selaku promotor mengumumkan bahwa seluruh tiket konser Coldplay Jakarta resmi sold out dengan total tiket yang dijual adalah sebanyak lebih dari 50 ribu tiket. Padahal, harga tiket Coldplay dibanderol dengan harga cukup tinggi, yakni di kisaran Rp 800 ribu sampai Rp 11 juta belum termasuk pajak (databoks.katadata.co.id, 23/05/2023).

Meski penyelenggaraan konser grup musik asal Inggris ini di Indonesia masih lama, tapi antusiasme masyarakat sangat tinggi. Demam akan konser band Coldplay ini sungguh membius para penggemar hingga rela mengambil tabungan, mencari pekerjaan sampingan, menjual barang, atau bahkan meminjam uang agar lolos bertarung demi tiket. Pasalnya, ini pertama kalinya Coldplay mengadakan konser di Indonesia sejak dibentuk pada 1996 lalu. Coldplay sendiri sudah banyak melakukan konser di berbagai negara.

Budaya menonton konser sering dijadikan dalih sebagai self reward atas kerja keras diri. Masa pandemi yang membosankan mendorong mendorong orang-orang rela mengeluarkan uang banyak demi rekreasi dan hiburan setelah mobilitas melonggar hari ini. Just for fun.

Kekhawatiran dicap FOMO (fear of missing out) bagi bukan penggemar pun menjadi faktor orang-orang ikut berebut membeli tiket. Motifnya adalah karena ingin eksis dan tidak mau dianggap ketinggalan zaman. FOMO bisa mendorong orang untuk membeli tiket yang harganya tidak sedikit, bisa merugikan diri terlebih dia sudah menabung untuk keperluan masa depannya. Padahal jika ingin mendapatkan sesuatu dengan jerih payah alias self reward itu tidak harus selalu berperilaku konsumtif alias boros.

Di sini kita mesti meninjau lebih dalam dan menata paradigma berpikir yang tepat. Bahwasanya kesenangan atau kebahagiaan tidak melulu tentang perolehan kuantitas materi. Kebahagiaan juga bukan hal yang wajib ‘dipertontonkan’. Bahkan dosen psikologi Universitas Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo menyebutkan bahwa FOMO adalah salah satu istilah yang berkembang dalam psikologi. Ada dampak positif berupa dorongan agar seseorang melakukan sesuatu, ada pula dampak negatifnya yang bisa merugikan diri sendiri seperti gangguan kecemasan dan depresi atau gaya hidup konsumtif apabila dikaitkan dengan fenomena Coldplay.

Konsumerisme dan hedonisme di zaman modern ini berkembang pesat di kalangan masyarakat. Konsumerisme adalah gaya hidup dan mentalitas yang boros, menghabiskan barang dan jasa secara berlebihan, dan bangga menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak penting.

Adapun hedonisme adalah paham yang menganggap kenikmatan sebagai tujuan hidup namun mudah mengeluh ketika menghadapi berbagai kesulitan hidup. Kalangan muda tentu saja jadi sasaran empuk gaya hidup konsumerisme dan hedonisme. Budaya konsumerisme menyebabkan tidak banyak ruang yang tersedia agar lebih kreatif dan menciptakan sesuatu. Mereka cenderung berperilaku konsumtif karena hanya dihadapkan pada ruang konsumsi. Belum lagi gaya hidup hedon yang membuat mereka terbiasa mendapatkan sesuatu secara instan dan tidak bersabar terhadap proses. 

Hiburan sejatinya adalah upaya yang bisa dilakukan untuk merefresh dari banyak berpikir dan beraktivitas. Alih-alih ingin meredakan stres, hiburan kekinian yang ada malah menambah faktor stres dan tekanan karena cicilan utang akibat menghamburkan uang demi hura-hura misalnya. Uang-uang masuk ke kantong para kapitalis juga akhirnya. Mereka pula tentu yang paling diuntungkan. 

Budaya konsumerisme dan hedonisme ini selayaknya menjadi urusan negara. Sebab, aktivitas masyarakat tidak akan terjadi apabila jika bukan karena negara yang memfasilitasi. Pada aspek yang lebih luas, penyelenggaraan konser Coldplay dengan tiket yang mahal tersebut  mengonfirmasi bahwa penyelenggara dan pemberi izin tidak punya empati. Masih banyak di kalangan masyarakat yang tidak memiliki bahan makanan untuk dikonsumsi. Jika mengikuti standar Bank Dunia, sebanyak 110 juta jiwa atau 40% penduduk Indonesia terkategori miskin (CNBC Indonesia, 11/05/2023)

Dalam perspektif Islam, negara tidak akan mengizinkan aktivitas yang membuat masyarakat terbuai dalam kesenangan sesaat, gaya hidup yang boros dan melenakan, dan tidak ‘mendidik’ rakyatnya dalam aktivitas hura-hura. Kesejahteraan rakyat akan diutamakan dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar, baik sandang, pangan,papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan, termasuk mendorong rakyat agar bisa memenuhi kebutuhan pelengkapnya.

***

*) Oleh: Siti Zahra, Mahasiswi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

 

_____
**)
Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.