TIMES JATIM, SUMATERA – Zaman sekarang, begitu banyak bermunculan guru kreator pendidikan. Di beranda media sosial. Konten mereka tiap saat ditayangkan. Pelbagai macam bentuk tentunya. Ada yang sedang mengajar di kelas, ada yang memberi informasi seputar karir di bidang pendidikan, mengikuti pelbagai pelatihan, dan ada juga yang sekadar joget-joget.
Semua itu dilakukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Ada yang tujuannya untuk menginspirasi dan memotivasi guru lain. Ada juga yang tujuan utamanya untuk meningkatkan popularitas dan mendulang cuan sebanyak-banyaknya.
Semua itu, sah-sah saja, tidak ada yang salah. Selagi yang dilakukan masih dalam batasan dan sesuai dengan nilai-nilai pendidikan. Apalagi, bisa jadi, dengan adanya para guru konten kreator pendidikan ini dapat menjadi pemicu munculnya ide atau inovasi baru yang dapat dilakukan oleh guru di seluruh Indonesia.
Namun, jika pelbagai konten yang dibuat hanya sekadar untuk hiburan yang muatannya jauh dari nilai-nilai pendidikan. Lebih baik, tidak dulu untuk ditayangkan. Meskipun, di dalamnya tersemat informasi seputar dunia pendidikan.
Dengan demikian, wajar saja jika ika tren joget-joget di kalangan siswa menjadi isu yang tidak bisa dihilangkan. Ditambah lagi, dengan musik pengiring yang juga tidak layak dipadankan dengan konten pendidikan. Memang benar, kita harus mengikuti tren. Tetapi, harus ditempatkan pada penempatan yang tepat. Apalagi kontennya, konten pendidikan. Ya, Memang mesti benar-benar sesuai dengan prinsip dalam pendidikan.
Untuk itu, perlu dibuat standarisasi yang jelas terkait guru konten kreator pendidikan ini. Sehingga kedepannya, tidak menimbulkan tanda tanya bagi guru lain, yang mungkin merasa dirinya juga termasuk guru konten kreator pendidikan. Selain itu, konten-konten yang di luar dari nilai-nilai pendidikan, juga dapat diminimalisir untuk menjadi tontonan.
Dengan adanya standarisasi ini juga memudahkan para guru untuk menjadi konten kreator pendidikan. Sebab, standarisasi ini dapat dijadikan panduan yang jelas. Mengatur pelbagai hal. Mulai dari A hingga Z. Terkait ketentuan yang mesti dipenuhi oleh seorang guru konten kreator pendidikan. Konten yang dibuat tidak sekadar mengikuti tren saja. Tetapi, harus sesuai dengan standarisasi yang telah ditetapkan.
Diantara pelbagai ketentuan yang dapat dijadikan sebagai standarisasi guru konten Kreator Pendidikan. Pertama, jenis konten yang dibuat mesti sesuai dengan nilai-nilai dalam pendidikan. Konten yang dimuat tidak boleh lewat batasan, yang tidak menunjukkan karakter atau kewibawaan seorang guru.
Boleh mengikuti tren yang sedang viral. Tetapi, mesti ditempatkan pada posisi yang tepat. Selagi, tidak terlewat batas, sah-sah saja untuk dimuat. Untuk itu, Harus bisa memilah dan memilih. Jika dikhawatirkan lebih banyak menimbulkan kemudharatan, maka tinggalkan.
Tetapi, jika lebih banyak menimbulkan kebermanfaatan, silahkan lanjutkan. Intinya, jangan sampai konten-konten yang dibuat, justru menjatuhkan martabat atau kehormatan kita sebagai seorang guru. Dengan demikian, sekali lagi, konten yang dibuat mesti sesuai dengan pendidikan karakter yang ingin diwujudkan.
Kedua, jenis musik yang digunakan. Sedapat mungkin harus disesuaikan dengan konten yang ingin ditampilkan. Tidak bisa disamakan dengan konten-konten lain pada umumnya. Sebagai konten pendidikan. Maka, jenis musik yang digunakan juga harus berisi nilai-nilai pendidikan. Bukan musik “jedag jedug” yang membuat penonton justru joget-joget.
Musik-musik pembangkit motivasi bisa menjadi pilihan. Yang mana ketika mendengarnya membuat penonton termotivasi dan terinspirasi untuk melakukan hal inspiratif yang ditayangkan. Penonton pun lebih menghayati tayangan konten kreator pendidikan semacam itu. Tidak sekadar sebagai hiburan. Tetapi, benar-benar dapat menginspirasi untuk mewujudkan perbaikan tujuan pendidikan nasional.
Standarisasi guru konten kreator pendidikan memang langkah prioritas yang mesti dilakukan. Apalagi, jika dilihat di Media sosial, begitu banyak bermunculan konten kreator pendidikan. Ragam rupanya. Seperti yang disampaikan di pembukaan, motifnya bervariasi.
Ada yang memang ikhlas untuk menginspirasi, ada juga yang ingin imbalan dalam bentuk materi. Semua itu, perlu distandarisasi. Sehingga, pertanyaan-pertanyaan bertendensi meragukan dari para guru tidak lagi bermunculan. Ketika ada penilaian, maka, parameternya pun jelas dan transparan.
Para guru yang bertanya, terkait parameter apa yang digunakan agar seorang guru dinyatakan sebagai guru konten kreator pendidikan dapat dengan jelas dapat diuraikan jawabannya. Untuk itu, semoga realisasi pembuatan standarisasi guru konten kreator pendidikan dapat terwujud sesuai yang diharapkan.
***
*) Oleh: Muhammad Iqbal, M.Pd, Anggota Forum Pegiat Literasi Sumatera Barat .
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Hainorrahman |