https://jatim.times.co.id/
Kopi TIMES

Insentif Berbasis Kinerja Dosen: Ancaman Kualitas Pengajaran?

Sabtu, 11 Januari 2025 - 09:19
Insentif Berbasis Kinerja Dosen: Ancaman Kualitas Pengajaran? Dr. Nofi Yendri Sudiar, M.Si., Koordinator Penanganan Perubahan Iklim SDGs sekaligus Kepala Research Center for Climate Change (RCCC) Universitas Negeri Padang.

TIMES JATIM, PADANG – Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai perguruan tinggi di Indonesia mulai menerapkan skema insentif berbasis kinerja untuk para dosen. Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas akademik, seperti jumlah publikasi ilmiah, keterlibatan dalam penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat. 

Namun, seiring pelaksanaannya, muncul kekhawatiran bahwa insentif berbasis kinerja justru dapat menggeser fokus dosen dari tugas utamanya, yakni memberikan pengajaran yang berkualitas.

Insentif berbasis kinerja biasanya diberikan berdasarkan pencapaian yang terukur, seperti jumlah artikel yang dipublikasikan di jurnal bereputasi atau keterlibatan dalam proyek penelitian besar. Ide dasar dari sistem ini adalah menciptakan kompetisi sehat di antara dosen sehingga mereka terdorong untuk meningkatkan kinerjanya. 

Sayangnya, pendekatan ini sering kali terlalu menitikberatkan pada aspek kuantitas daripada kualitas. Akibatnya, dosen merasa tertekan untuk terus menghasilkan output akademik guna memenuhi target, bahkan jika itu berarti mengorbankan aspek lain, seperti pengajaran yang mendalam dan inovatif.

Dampak langsung dari fokus yang berlebihan pada insentif berbasis kinerja adalah penurunan kualitas pengajaran. Sebagai seorang pendidik, tugas dosen bukan hanya menyampaikan materi, tetapi juga membimbing dan menginspirasi mahasiswa. 

Ketika waktu dan energi dosen tersita untuk mengejar target kinerja, persiapan materi kuliah dan interaksi dengan mahasiswa sering kali menjadi terbengkalai. Mahasiswa, sebagai pihak yang seharusnya diuntungkan dari keberadaan dosen, akhirnya tidak mendapatkan pengalaman belajar yang optimal.

Fenomena "perlombaan publikasi" juga menjadi salah satu dampak negatif dari sistem ini. Banyak dosen yang berlomba-lomba mempublikasikan sebanyak mungkin artikel, bahkan dengan cara yang kurang etis, seperti membagi-bagi hasil penelitian menjadi beberapa publikasi kecil atau mengirimkan artikel ke jurnal predator. 

Selain merusak reputasi akademik individu, praktik ini juga mencoreng nama baik institusi tempat mereka bekerja. Lebih parahnya lagi, tekanan untuk mencapai target sering kali mengarah pada pelanggaran etika akademik, seperti plagiarisme atau manipulasi data penelitian.

Tidak hanya dalam publikasi, dosen juga sering kali berlomba-lomba menambah beban mengajar demi memenuhi syarat insentif. Dengan mengajar lebih banyak SKS, mereka berharap dapat meningkatkan pendapatan atau poin kinerja.  

Konsekuensinya, pengajaran sering kali dilakukan di luar bidang kepakaran utama dosen, yang mengurangi efektivitas pembelajaran. Ketika seorang dosen mengajar mata kuliah yang tidak sesuai dengan keahliannya, kualitas penyampaian materi menjadi kurang optimal. 

Mahasiswa, sebagai penerima utama pengajaran, berisiko mendapatkan pemahaman yang dangkal karena dosen tidak memiliki penguasaan yang mendalam atas materi yang diajarkan. Kondisi ini menjadi ironi, mengingat tugas utama dosen adalah memberikan pendidikan yang bermutu tinggi.

Kebijakan insentif berbasis kinerja juga memunculkan dilema dalam keseimbangan peran dosen sebagai pengajar, peneliti, dan pengabdi masyarakat. Perguruan tinggi yang terlalu menekankan pada kinerja penelitian tanpa memperhatikan aspek pengajaran dan pengabdian dapat menciptakan ketimpangan dalam tugas-tugas akademik. 

Hal ini tidak hanya merugikan mahasiswa tetapi juga melemahkan peran perguruan tinggi sebagai lembaga yang mendidik dan mengembangkan masyarakat secara holistik.

Untuk mengatasi permasalahan ini, pendekatan yang lebih seimbang dan holistik diperlukan. Pertama, institusi pendidikan harus merancang sistem penilaian kinerja yang mencerminkan keseimbangan antara tugas pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 

Indikator yang digunakan harus mencakup aspek-aspek kualitatif, seperti kepuasan mahasiswa terhadap pengajaran, inovasi metode pembelajaran, dan dampak nyata dari penelitian terhadap masyarakat. Hal ini akan mendorong dosen untuk tidak hanya mengejar kuantitas tetapi juga memperhatikan kualitas dalam setiap aspek pekerjaannya.

Selain itu, perguruan tinggi perlu meningkatkan pengawasan dan pendampingan untuk memastikan bahwa sistem insentif tidak mendorong praktik-praktik tidak etis. Tim evaluasi yang berkompeten harus dibentuk untuk menilai kualitas output akademik secara menyeluruh, termasuk memverifikasi integritas penelitian dan publikasi. Dengan adanya mekanisme pengawasan yang ketat, risiko penyalahgunaan sistem insentif dapat diminimalkan.

Fasilitas dan dukungan juga menjadi kunci keberhasilan implementasi insentif berbasis kinerja. Institusi pendidikan harus menyediakan akses yang memadai ke sumber daya, seperti database jurnal internasional, dana penelitian, dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dosen. Dukungan ini tidak hanya akan membantu dosen memenuhi target kinerja tetapi juga meningkatkan kualitas hasil kerja mereka.

Pada akhirnya, insentif berbasis kinerja harus dirancang sebagai alat untuk mendukung esensi pendidikan, bukan menggeser fokus dari tujuan utamanya. Kebijakan ini seharusnya menjadi motivasi bagi dosen untuk terus berkembang tanpa mengorbankan tanggung jawab mereka kepada mahasiswa. 

Dengan pendekatan yang tepat, insentif berbasis kinerja dapat menjadi katalisator bagi peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia tanpa mengorbankan kualitas pengajaran. Sebagai penutup, perlu diingat bahwa dosen adalah pendidik sekaligus pembimbing bagi generasi muda. 

Keberhasilan mereka tidak hanya diukur dari seberapa banyak publikasi yang mereka hasilkan, tetapi juga dari seberapa besar dampak positif yang mereka berikan kepada mahasiswa dan masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan insentif berbasis kinerja harus dirancang dengan bijaksana agar dapat memberikan manfaat maksimal tanpa menimbulkan dampak negatif yang merugikan.

***

*) Oleh : Dr. Nofi Yendri Sudiar, M.Si., Koordinator Penanganan Perubahan Iklim SDGs sekaligus Kepala Research Center for Climate Change (RCCC) Universitas Negeri Padang. 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.