TIMES JATIM, JAKARTA – Semakin diperbaiki, pendidikan saat ini justru semakin menunjukkan jalan yang begitu terjal. Dahulu paradigma yang terbangun ialah bagaimana Pendidikan mampu merata didapatkan semua warga negara.
Berkaitan biaya Pendidikan yang murah, sarana dan prasarana, sonasi Pendidikan dan sebagainya. Justru sudah tidak lagi menjadi perdebatan yang begitu menyesakkan. Sebab pemerintah melalui Kemendikbudristek secara perlahan dan sedikit demi sedikit telah mampu mengurai persoalan yang ada.
Sekarang yang menjadi persoalan penting bukan lagi kesenjangan pendidikan yang terjadi. Mengarah kepada bullying yang berimbas kepada psikologi anak yang membuat mentalnya tidak mampu menahan berbagai kekerasan. Keadaan ini penting di bahas dan tentunya peran pemerintah sangat dibutuhkan sebagai pengambil kebijakan untuk merumuskan tata aturan yang bisa memberikan efek jerah kepada para pelaku.
Saat ini kita sedang diperhadapkan dengan berbagai kasus yang berdampak kepada hilangnya nyawa seseorang. Sebagaimana yang dikatakan ketua KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) Diyah Puspitarini bahwa kasus bunuh diri yang terjadi di Tahun ini adalah kasus yang 10 persen lebih tinggi dibandingkan tahun lalu (Kompas.id/28 September 2023). Merujuk pernyataan tersebut, tentunya perlu pendalaman secara kritis persoalan yang ada.
Perlu adanya kajian mendalam, faktor apa yang membuat kejadian siswa bunuh diri ini mengalami lonjakan. Menurut KPAI justru kasus ini berkaitan dengan kasus-kasus perundungan yang dilakukan oleh teman sebaya ataupun masyarakat di lingkungan pendidikan. Karena tidak mungkin siswa normal yang kesehariannya bergaul dan bermain langsung memutuskan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Barbara Coloroso dalam Ria Damayanti mengatakan bahwa bullying terbagi menjadi tiga bentuk yaitu fisik, verbal dan relasional. Bullying secara fisik ini adalah Tindakan yang dilakukan seseorang yang berdampak kepada fisiknya. Misalnya memukul dan sebagainya. Bullying verbal ialah melakukan dengan memanggil nama dengan nama-nama yang tidak baik, rasis dan menghina. Sedangkan bullying relasional yaitu bersifat pelemahan harga diri.
Tentunya kejadian yang terjadi menunjukkan bahwa ketiga bentuk bullying tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan sekolah. Yang parahnya seringkali bullying ini menjadi sebuah alat permainan di lingkungan sekolah. Tanpa disadari justru menimbulkan banyak kerusakan kepada aspek psikologis anak. Dampak Panjang yang di dapatkan ialah kehidupan sosial akan terganggu dan prestasi belajar akan menurun.
Membangun Budaya Saling Menghargai
Membangun budaya saling menghargai di lingkungan sekolah sangatlah tepat dilakukan. Mengingat timbulnya perilaku bullying berawal dari kekurangan seseorang. Memberikan kesadaran bahwa menghargai satu sama lain adalah bagian penting dari kehidupan sosial yang harus dijadikan sebagai pedoman setiap siswa di lingkungan sekolahnya.
Dalam membangun budaya ini, peran pendidik dan system yang digunakan dalam lingkungan Pendidikan, diharuskan mengarah kepada budaya yang positif. Misalnya dengan menetapkan tata tertib siswa yang benar-benar mampu membangun kesadaran siswa yang nantinya menjadi budaya keseharian. Hal demikian tentunya, upaya yang positif dilakukan oleh lingkungan sekolah untuk mencegah terjadinya hal yang tidak di inginkan.
Pencegahan yang dilakukan oleh sekolah saat ini, tentunya juga telah dikuatkan oleh Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Secara legalitas, satuan Pendidikan telah memiliki paying hukum untuk melakukan pencegahan serta penanganan terhadap kasus yang ada. Harapannya adalah kolaborasi dan praktik dari turunan peraturan Menteri ini di realisasikan tanpa adanya intimidasi dan sebagainya.
Dalam Permendikbudristek sendiri telah mengatur beberapa bentuk kekerasan, yang bisa diminimalisir oleh satuan pendidikan. Sebagaimana dalam BAB II Pasal 6 poin 1 menyatakan ada tujuh bentuk kekerasan yang tertuang dalam Permendikbudristek tersebut diantaranya: kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, kebijakan yang mengandung kekerasan dan bentuk kekerasan lainnya.
Permendikbudristek ini adalah bagian yang penting untuk didukung dan realisasikan. Sebab ini akan memberikan gambaran yang utuh terhadap persoalan kekerasan di lingkungan pendidikan. Olehnya itu, kita mengapresiasi Kemendikbudristek terhadap langka-langkah yang diambil. Dan mendukung peraturan ini adalah penting dilakukan oleh semua pihak.
*) Oleh : Asman (Pegiat literasi dan Penulis)
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Hainorrahman |