TIMES JATIM, PONTIANAK – Ramadan merupakan bulan penuh berkah yang mengajarkan umat Islam untuk beribadah dengan khusyuk serta mengendalikan hawa nafsu, termasuk dalam hal konsumsi. Namun, ironisnya, Ramadan juga sering dikaitkan dengan meningkatnya pemborosan makanan.
Kebiasaan membeli atau memasak makanan secara berlebihan tanpa memperhitungkan kebutuhan sering kali berujung pada penumpukan sampah makanan. Hal ini tentu bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengajarkan keseimbangan dan efisiensi dalam penggunaan rezeki.
Selain itu, kebiasaan konsumsi berlebihan di bulan Ramadan juga dapat berdampak pada kesehatan, menyebabkan gangguan pencernaan dan peningkatan risiko penyakit metabolik akibat pola makan yang tidak terkontrol.
Hal ini pun berpengaruh terhadap perekonomian rumah tangga, di mana pengeluaran untuk makanan meningkat secara signifikan. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk lebih bijak dalam mengelola konsumsi selama Ramadan agar tetap sehat, hemat, dan selaras dengan ajaran Islam.
Allah SWT. berfirman dalam Al-Quran: "Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-A’raf: 31). Ayat ini menegaskan pentingnya menghindari sikap boros dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam mengonsumsi makanan.
Rasulullah saw juga mengajarkan pola makan yang sederhana dan secukupnya. Rasulullah bersabda: “Tidaklah anak Adam memenuhi suatu wadah yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika harus makan lebih banyak, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk napasnya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Melalui hadis ini, Rasulullah saw menekankan pentingnya mengontrol konsumsi makanan agar tidak berlebihan. Rasulullah mengibaratkan perut sebagai "wadah yang paling buruk” jika dipenuhi secara berlebihan.
Hal ini mengingatkan kita umat muslim bahwa makan secara berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif, baik bagi kesehatan fisik maupun spiritual. Makan berlebihan bisa menyebabkan penyakit seperti obesitas, gangguan pencernaan, dan menurunkan produktivitas dalam beribadah.
Berkenaan dengan hal tersebut, ungkapan pada ayat maupun hadis di atas begitu relevan dengan pembahasan konsumsi makanan di bulan Ramadan. Saat berbuka, banyak orang cenderung makan berlebihan karena lapar setelah seharian berpuasa.
Padahal, Rasulullah saw mencontohkan agar kita menjaga porsi makan yang secukupnya supaya tubuh tetap sehat dan tidak membebani sistem pencernaan. Selain itu, menerapkan prinsip ini juga dapat menghindarkan dari pemborosan makanan yang sering terjadi selama Ramadan.
Setiap tahun, banyak laporan yang menunjukkan peningkatan limbah makanan selama bulan Ramadan. Restoran, rumah tangga, hingga hotel berbuka puasa sering kali membuang makanan yang tidak habis dikonsumsi. Akibatnya lingkungan pun terdampak karena sampah makanan yang berlebihan akan meningkatkan emisi gas rumah kaca akibat pembusukan organik.
Lebih dari itu, pemborosan makanan juga mencerminkan kurangnya rasa syukur terhadap rezeki yang diberikan Allah SWT. Membuang makanan berarti menyia-nyiakan sumber daya seperti air, tenaga kerja, dan energi yang telah digunakan dalam proses produksi makanan.
Agar Ramadan menjadi lebih berkah tanpa pemborosan, hal yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun menu harian agar konsumsi makanan lebih terkontrol, selain juga dapat menghindarkan dari perilaku membeli makanan berlebihan yang berpotensi terbuang.
Alangkah baiknya kebiasaan membeli panganan takjil dalam jumlah besar agar dikurangi, dan lebih memprioritaskan makanan sehat dan bernutrisi supaya lebih bermanfaat bagi tubuh.
Tentunya, akan lebih baik lagi jika olahan konsumsi yang dibuat tidak sekedar ditujukan untuk kita pribadi, tetapi juga dapat dibagikan kepada orang lain. Bukankah itu sejalan dengan spirit Ramadan?
Pada akhirnya, Ramadan adalah momen refleksi diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik, termasuk dalam pola konsumsi. Dengan menerapkan kebiasaan yang lebih efisien dalam mengelola makanan.
Kita tidak hanya menghindari pemborosan, tetapi juga menjalankan nilai-nilai Islam yang mengajarkan keseimbangan dan kepedulian sosial. Mari manfaatkan bulan suci ini untuk meningkatkan rasa syukur dan kepedulian terhadap sesama dengan mengelola konsumsi makanan secara bijak.
***
*) Oleh : Syamratun Nurjannah, M.S.I., Dosen Program Studi Ekonomi Syariah FEBI IAIN Pontianak.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |