TIMES JATIM, JAKARTA – Dalam kehidupan sosial, individu tidak hidup sendiri. Mereka senantiasa berinteraksi dengan orang lain, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, tempat kerja, maupun masyarakat secara luas. Interaksi ini menuntut individu untuk mampu menyesuaikan diri dengan norma, nilai, dan aturan sosial yang berlaku.
Proses ini dikenal sebagai social adjustment atau penyesuaian sosial. Kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri secara sosial sangat menentukan seberapa baik ia dapat berfungsi dalam masyarakat.
Mereka yang berhasil melakukan penyesuaian sosial akan cenderung hidup lebih harmonis, memiliki relasi interpersonal yang sehat, serta mampu menghindari konflik sosial yang tidak perlu. Sebaliknya, kegagalan dalam melakukan penyesuaian sosial akan menimbulkan maladaptasi sosial atau social maladjustment, yang merupakan salah satu bentuk patologi sosial.
Penyesuaian sosial adalah proses dinamis di mana seseorang belajar dan menyesuaikan perilaku, sikap, serta responnya terhadap lingkungan sosial. Individu yang mampu beradaptasi dengan baik biasanya memiliki kemampuan untuk memahami orang lain, menghargai perbedaan, mengelola emosi secara sehat, serta bersikap fleksibel dalam menghadapi situasi yang berubah.
Penyesuaian ini bukan berarti menyerah pada tekanan sosial, melainkan upaya sadar untuk tetap mempertahankan identitas diri sambil berinteraksi dengan lingkungan sekitar secara konstruktif. Dalam dunia pendidikan, tempat kerja, atau lingkungan masyarakat, individu yang memiliki penyesuaian sosial yang baik biasanya lebih diterima dan dihargai oleh lingkungannya.
Sebaliknya, social maladjustment adalah kegagalan individu dalam menyesuaikan diri dengan norma dan nilai sosial. Individu yang mengalami maladjustment umumnya merasa tidak nyaman, tidak diterima, atau bahkan ditolak oleh lingkungannya.
Hal ini dapat mendorong mereka untuk menarik diri dari lingkungan sosial atau menunjukkan perilaku menyimpang sebagai bentuk pelarian dari tekanan sosial yang dirasakan. Maladjustment dapat terjadi karena berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.
Lingkungan keluarga, misalnya, sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter individu. Keluarga yang tidak harmonis, minim komunikasi, atau pola asuh yang tidak konsisten dapat menjadi latar belakang munculnya masalah penyesuaian sosial.
Selain keluarga, sistem pendidikan juga memiliki peran penting. Lingkungan sekolah yang tidak mendukung, adanya diskriminasi, atau tekanan akademik yang terlalu tinggi dapat menciptakan rasa terasing pada individu dan memicu masalah penyesuaian.
Dalam masyarakat yang lebih luas, kondisi sosial ekonomi juga sangat berpengaruh. Ketimpangan sosial, kemiskinan, pengangguran, atau lingkungan yang rawan konflik sering kali memaksa individu untuk menyesuaikan diri dengan cara-cara yang tidak sehat, seperti menjadi pelaku kekerasan, penyalahgunaan narkoba, atau bahkan terlibat dalam tindakan kriminal. Faktor psikologis seperti trauma masa lalu, gangguan kecemasan, atau depresi juga dapat memperburuk kondisi maladjustment seseorang.
Dampak dari maladjustment sosial tidak hanya dirasakan oleh individu, melainkan juga oleh masyarakat secara keseluruhan. Ketika seseorang tidak mampu menyesuaikan diri, ia cenderung menjadi sumber konflik, memicu keresahan, atau bahkan mengganggu kestabilan sosial.
Dalam skala besar, maladjustment yang tidak ditangani dengan baik dapat menciptakan kelompok marginal atau terpinggirkan dalam masyarakat yang sulit untuk diintegrasikan kembali. Selain itu, maladjustment juga bisa menimbulkan efek psikologis lanjutan seperti rendahnya harga diri, rasa tidak berdaya, hingga kecenderungan untuk melakukan tindakan destruktif terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif antara berbagai pihak. Keluarga, sebagai lingkungan terdekat, harus menjadi tempat pertama yang mampu memberikan dukungan emosional dan pembelajaran sosial yang sehat. Sekolah juga harus berfungsi tidak hanya sebagai tempat belajar akademis, tetapi juga sebagai ruang tumbuh bagi kemampuan sosial siswa.
Pemerintah dan masyarakat pun perlu terlibat dalam menciptakan lingkungan sosial yang inklusif, mendukung, dan bebas stigma, sehingga individu yang mengalami kesulitan dapat merasa diterima dan memiliki kesempatan untuk berkembang.
Pelayanan psikologis seperti konseling dan terapi juga sangat penting, khususnya bagi mereka yang mengalami trauma atau gangguan mental yang menyulitkan proses penyesuaian sosial.
Kesadaran akan pentingnya penyesuaian sosial harus ditanamkan sejak dini, agar individu mampu menghadapi tantangan sosial dengan cara yang sehat dan bertanggung jawab. Penyesuaian yang baik bukan hanya akan membuat individu merasa nyaman dalam kehidupan sosialnya, tetapi juga akan membentuk masyarakat yang lebih harmonis dan manusiawi.
Sebaliknya, jika maladjustment tidak dikenali dan ditangani sejak awal, maka ia akan terus menjadi masalah sosial yang kompleks dan merugikan banyak pihak. Oleh karena itu, mengenal, memahami, dan mencegah maladjustment sosial adalah langkah penting dalam menjaga kualitas kehidupan sosial bersama.
***
*) Oleh : Muhammad Zidan Ramdani, Mahasiswa Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |