TIMES JATIM, PASURUAN – Dalam setiap perjalanan menuju keberhasilan, ada satu hal yang sering kali menjadi penentu utama, kedisiplinan. Ia bukan sekadar aturan yang membatasi, tetapi jembatan yang menghubungkan antara niat yang menggebu dengan pencapaian yang konkret.
Jim Rohn, seorang filsuf kehidupan dan motivator ternama, pernah berkata, “Discipline is the bridge between goals and accomplishment.” Dalam konteks pembangunan bangsa, kalimat ini bukan hanya relevan, tetapi sangat krusial.
Kekuatan Disiplin dalam Mewujudkan Cita-Cita
Di tengah semangat reformasi dan berbagai transformasi di berbagai sektor, Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar semangat dan niat baik. Kita memerlukan eksekusi yang konsisten dan terarah dan itu hanya bisa dicapai dengan kedisiplinan.
Dalam dunia pendidikan, seorang siswa yang rajin belajar setiap hari memiliki peluang lebih besar untuk sukses dibandingkan siswa yang hanya semangat belajar ketika menjelang ujian. Begitu juga dalam organisasi, kedisiplinan dalam menjalankan visi dan misi membuat organisasi lebih tangguh menghadapi perubahan.
Penelitian yang dilakukan oleh Peter Gollwitzer (2010) mengenai implementation intention menjelaskan bahwa niat saja tidak cukup untuk menjamin keberhasilan seseorang. Diperlukan strategi konkret dan komitmen kuat agar seseorang dapat mewujudkan niatnya dalam tindakan nyata. Dalam konteks ini, kedisiplinan adalah bentuk nyata dari strategi implementasi tersebut.
Disiplin: Pondasi Pembangunan Karakter dan Bangsa
Kedisiplinan adalah pondasi dari karakter. Karakter inilah yang kemudian menentukan kualitas individu, dan akumulasi dari individu-individu berkualitas akan membentuk bangsa yang tangguh.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa melihat bagaimana negara-negara seperti Jepang dan Jerman menempatkan disiplin sebagai bagian integral dari kehidupan masyarakat. Disiplin bukan sekadar simbol kepatuhan terhadap peraturan, melainkan bagian dari kultur produktif dan tanggung jawab sosial.
Data dari World Economic Forum menunjukkan bahwa kedisiplinan dan pengelolaan diri merupakan salah satu dari 10 keterampilan utama yang dibutuhkan di abad 21. Artinya, dunia kerja dan masa depan global membutuhkan manusia-manusia yang memiliki kendali atas dirinya, mampu konsisten, dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.
Studi Kasus: Disiplin yang Membangkitkan Harapan
Dalam pengabdian saya sebagai dosen dan pembina mahasiswa wirausaha, saya sering menjumpai mahasiswa yang penuh ide, namun tak sedikit dari mereka yang gagal merealisasikan gagasannya karena tidak memiliki disiplin waktu dan kerja.
Sebaliknya, ada mahasiswa yang sederhana dalam gagasan, tetapi dengan ketekunan dan disiplin luar biasa, ia mampu mengembangkan bisnis kecil-kecilan hingga mandiri secara finansial bahkan sebelum wisuda. Pengalaman ini menjadi bukti bahwa disiplin bukan hanya faktor pendukung, tetapi justru penentu utama keberhasilan.
Tantangan dan Solusi Menumbuhkan Disiplin
Budaya instan, disrupsi digital, dan informasi yang datang dari berbagai arah telah mengikis daya tahan dan fokus banyak individu, terutama generasi muda. Tantangan ini nyata, namun bukan alasan untuk menyerah. Pendidikan karakter, pembiasaan sejak dini, keteladanan dari para pemimpin, serta sistem yang mendukung perilaku disiplin harus terus dikembangkan.
Menurut Angela Duckworth dalam bukunya Grit: The Power of Passion and Perseverance (2016), keberhasilan seseorang lebih ditentukan oleh kegigihan dan kedisiplinan jangka panjang ketimbang oleh kecerdasan semata.
Maka, penting bagi kita semua—pendidik, orang tua, pemimpin masyarakat—untuk menciptakan lingkungan yang mendorong disiplin sebagai bagian dari budaya hidup, bukan sebagai paksaan sesaat.
Menjadikan Disiplin sebagai Gaya Hidup
Kedisiplinan bukan hanya milik dunia pendidikan atau dunia kerja, tetapi merupakan prinsip hidup yang harus menyatu dalam keseharian kita. Bangun pagi tepat waktu, bekerja sesuai target, menjaga komitmen, menyelesaikan tugas sebelum batas waktu-semua ini adalah latihan-latihan kecil yang membangun mental tangguh.
Stephen Covey dalam The 7 Habits of Highly Effective People menyebutkan bahwa kebiasaan yang baik jika dipupuk dengan kesadaran dan tanggung jawab akan membentuk karakter, dan karakter akan menentukan nasib seseorang.
Maka, menjadikan kedisiplinan sebagai bagian dari identitas diri adalah keputusan besar yang akan membawa dampak luar biasa, tidak hanya bagi individu, tetapi juga bangsa secara keseluruhan.
Membangun Indonesia dengan Budaya Disiplin
Kedisiplinan adalah investasi jangka panjang. Ia tidak memberikan hasil seketika, tetapi hasilnya sangat nyata bagi mereka yang tekun menjalaninya. Dalam konteks kebangsaan, jika seluruh elemen masyarakat menempatkan disiplin sebagai nilai utama, maka visi Indonesia Emas 2045 bukanlah utopia, melainkan keniscayaan.
Mari kita jadikan kedisiplinan bukan sebagai beban, tetapi sebagai jembatan yang kokoh, yang mengantar kita dari niat menuju pencapaian. Sebab, mimpi sebesar apapun tidak akan pernah terwujud tanpa upaya nyata yang dijalankan secara konsisten.
“Disiplin bukanlah tindakan yang dipaksakan, melainkan komitmen yang berasal dari dalam diri untuk mencapai tujuan yang lebih besar.”
***
*) Oleh : Dr. Agus Andi Subroto, STP., M.M., Kaprodi Manajemen, Fakultas Hukum dan Bisnis, ITB Yadika Pasuruan, Jawa Timur.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |