https://jatim.times.co.id/
Opini

Dibalik Konflik dan Kepentingan Ekonomi-Politik PBNU

Selasa, 02 Desember 2025 - 15:34
Dibalik Konflik dan Kepentingan Ekonomi-Politik PBNU Husnul Hakim, SY., MH., Dekan FISIP UNIRA Malang, Pemerhati Kebijakan dan Hukum.

TIMES JATIM, MALANG – Mencuatnya konflik ditubuh internal PBNU, yang tiba-tiba membesar dan menarik perhatian publik baik dari kader, anggota, jamaah NU dan bahkan orang diluar NU yang kemudian turut berkomentar dan mengalisis, apa yang sebenarnya terjadi di internal PBNU.

Kemudian memunculkan banyak pertanyaan yang tidak hanya menyoal siapa yang benar dan siapa yang salah, akan tetapi juga muncul banyak pertanyaan mendasar yang mencuat, kenapa ini terjadi, kenapa baru sekarang munculnya, siapa yang berperan dalam memicu konflik ini, lalu siapa yang diuntungkan dengan konflik ini, dan apa yang dipertaruhkan, serta siapa yang mendesain konflik ini sehingga organisasi sebesar PBNU tiba-tiba berdarah-darah dikubangan konflik internal.

Jika dilihat lebih dalam, apa yang terjadi di PBNU hari ini sesungguhnya merupakan akibat dari serangkaian kepentingan ekonomi-politik yang sebenarnya sudah terencana dan kompleks, dan jika dilihat lebih mendalam lagi, bahwa konflik yang muncul pada bulan November 2025 ini tidaklah sebuah kejadian yang begitu saja terjadi dan sporadis, namun merupakan serangkaian ketegangan yang terpendam lama dan sejak pelaksanaan muktamar 2021 di Lampung.

Isu zionis dan tatakelola keuangan yang belakangan dituduhkan kepada Gus Yahya sebagai ketua umum PBNU, yang menjadi penyebab diminta mundurnya ketua umum atau di mundurkan, hanyalah cover permukaan dari serangkaian gunung es yang jauh lebih besar.

Padahal, Isu ini (zionis) juga muncul ketika menjelang muktamar Lampung, hal ini dijadikan bahan serangan kepada Gus Yahya yang pernah ke Israel dan bertemu dengan presiden Israel, Benyamin Netanyahu pada tahun 2018 lalu, namun isu ini mereda seiring klarifikasi dan penjelasan dari Gus Yahya, sehingga terpilih menjadi ketum PBNU dan semua menerima serta berjalan baik-baik saja, hingga kemudian muncul lagi dalam risalah rapat Syuriyah PBNU terkait isu zionis, dimana dalam AKN NU mengundang Nara sumber pro zionis yang mengundang reaksi publik dan kemudian Rois Aam PBNU juga bereaksi menghentikan AKN NU.

Rangkaian kejadian ini (isu zionis) berjalan biasa setelah nya seperti tak terjadi apa-apa, dan seakan dianggap selesai dengan permohonan maaf ketum PBNU, sehingga muncul (dengan tiba-tiba) desakan mundurnya ketum PBNU dari Syuriyah PBNU. Pertanyaannya kemudian adalah kenapa baru kali ini munculnya?.

Setelah ramai konflik PBNU mencuat di berbagai media sosial dan media nasional, berbagai pengamat mencoba menganalisa apa yang terjadi dan menjadi konflik di internal PBNU ini, salah satunya adalah pengamat politik Yusak Farchan dari Citra Institute menegaskan bahwa konflik ini merupakan lanjutan dari sengketa Muktamar 2021 yang belum tuntas, dengan isu-isu seperti pengelolaan keuangan, tambang, dan tudingan terkait zionisme hanya menjadi permukaan dari konflik yang lebih struktural. Lalu apa yang sesungguhnya terjadi di baliknya?

Karpet Merah yang Berubah Menjadi Ranjau

Untuk memahami akar konflik, kita harus mundur ke Desember 2021, dimana saat Muktamar NU ke-34 di Lampung. Dalam forum muktamar tersebut, Presiden Jokowi menjanjikan konsesi tambang kepada organisasi kemasyarakatan termasuk NU, baik berupa lahan pertanian, minerba seperti nikel, batubara, bauksit, hingga tembaga. Janji yang terdengar sangat menggiurkan untuk organisasi yang mengelola lebih 30 ribu pondok pesantren dan madrasah dengan kebutuhan pendanaan yang masif.

Kemudian janji itu direalisasikan tiga tahun kemudian, tepat di penghujung masa jabatan Jokowi, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang mengatur penawaran prioritas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus kepada badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan. Namun regulasi ini justru bermasalah sejak awal, Pasal 83A PP 25/2024 bertentangan dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba yang hanya memberi prioritas IUPK kepada BUMN dan BUMD.

Dalam perjalannya, PBNU melalui ketua umumnya menyatakan menerima konsesi tambang yang diberikan pemerintah tersebut, sontak pernyataan ini menimbulkan berbagai reaksi baik dari internal, jamaah dan bahkan lebih keras lagi dari luar kalangan NU. 

Atas penerimaan ini, PBNU menyiapkan menyiapkan PT pemegang konsesi dengan penanggung jawab utama adalah Gus Gudfan Arif Ghofur, bendahara umum PBNU. Ironisnya, dalam pusaran konflik November 2025, Gus Gudfan Arif justru dicopot dari posisi Bendahara Umum. Sebuah langkah yang mengindikasikan adanya ketegangan seputar pengelolaan aset ekonomi ini.

Dalam komentarnya, Said Abdullah dari PDI Perjuangan bahkan menyebut konflik PBNU bermula dari pengelolaan pertambangan batubara yang diberikan pemerintah kepada organisasi kemasyarakatan, suatu perkara duniawi yang sesungguhnya kecil sekali derajatnya untuk dijadikan sumber perpecahan. Tapi benarkah ini perkara kecil?

Fragmentasi yang Terencana

Jika kita menarik benang merah dari berbagai peristiwa, muncul pola yang mengkhawatirkan. Pertama, pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan dilakukan dengan regulasi yang cacat hukum. Kedua, konsesi tersebut diberikan di wilayah eks PT KPC seluas  26.000 Ha, di Kalimantan Timur yang notabene adalah area konflik tinggi dengan sejarah kerusakan lingkungan masif. Ketiga, pemberian izin ini terjadi menjelang pergantian rezim, dari Jokowi ke Prabowo.

Dalam analisis ekonomi-politik menunjukkan bahwa Jokowi dan Prabowo ingin meluaskan aliansi politik tidak hanya pada rival politik, melainkan juga kelompok yang berada di luar kontestasi politik namun memiliki pengaruh besar dalam masyarakat dengan tujuannya untuk menguatkan stabilitas politik.

Namun bagaimana stabilitas itu tercipta? Dengan menjadikan ormas keagamaan sebagai tameng bagi oligarki pertambangan. Ketika ormas keagamaan terlibat dalam bisnis tambang yang sarat korupsi dan perusakan lingkungan, maka harapanya kritik publik akan teredam. 

Siapa berani mengkritik tambang jika pengelolanya adalah organisasi yang mengakar di akar rumput? Ini bukan sekadar pemberian karpet merah, namun ini adalah strategi politik untuk membungkam oposisi sipil terhadap industri ekstraktif.

Pengamat politik Rocky Gerung melihat prahara ini sebagai dilema klasik NU antara bertahan di jalur kultural keagamaan atau terjun lebih dalam ke kubangan pragmatisme politik, dengan akar masalah sebenarnya jauh lebih dalam dan kompleks dibanding undangan Peter Berkowitz.

Lalu siapa yang Berkepentingan atas hal ini? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu mengidentifikasi pihak-pihak yang diuntungkan dari perpecahan PBNU, Pertama, oligarki tambang. Dengan melibatkan ormas keagamaan, mereka mendapat legitimasi sosial dan pelindung politik. Industri pertambangan batubara sangat sarat dengan korupsi. Ketika PBNU terlibat, ruang kritik akan menyempit drastis.

Kedua, aktor politik tertentu. Konflik internal PBNU mengalihkan fokus organisasi dari fungsi kritisnya terhadap kebijakan negara. Bila konflik berkepanjangan, energi PBNU akan tersedot untuk mengurus konflik, padahal fokusnya harus ke pelayanan kepada para jamiah. Dalam kondisi terbelah, PBNU tidak akan efektif mengkritisi kebijakan yang merugikan rakyat, termasuk kebijakan ekonomi ekstraktif yang merusak lingkungan.

Ketiga, kelompok yang ingin melemahkan moderasi Islam Indonesia. NU dan Muhammadiyah adalah dua pilar utama Islam moderat di Indonesia. Dunia mengakui bahwa NU adalah jangkar utama kekuatan Islam Indonesia bersama Muhammadiyah untuk membangun umat, memberikan pendidikan karakter, dan pelayanan ekonomi serta sosial kepada umat. Perpecahan internal akan melemahkan posisi tawar NU dalam diskursus kebangsaan dan melemahkan kepercayaan publik kepada NU. 

Mengapa PBNU yang Dijadikan Target?

PBNU dipilih bukan tanpa alasan. Pertama, sebagai organisasi dengan puluhan juta anggota yang tersebar hingga ke desa-desa, keterlibatan PBNU dalam bisnis tambang akan menciptakan basis sosial yang luas bagi industri ekstraktif. Kedua, tradisi taat terhadap ulama dalam kultur NU membuat resistensi internal lebih mudah dikelola, ketika pimpinan sudah memutuskan, jamaah cenderung mengikuti.

Ketiga, PBNU memiliki pengaruh politik yang signifikan. Dalam setiap kontestasi elektoral, suara NU menjadi rebutan semua pihak. Dengan memasukkan PBNU ke dalam jerat ekonomi-politik tambang, kontrol politik terhadap organisasi ini akan lebih mudah dilakukan.

Namun ada yang salah perhitungan, Konflik yang muncul menunjukkan bahwa tidak semua elemen dalam NU menerima logika pragmatisme politik ini. Seperti misalnya warga NU Yogyakarta dalam musyawarah besar yang digelar, menilai konflik internal PBNU terjadi akibat terputusnya komunikasi sehat antara Syuriyah dan Tanfidziyah, dan meminta agar NU tidak digiring ke blok politik tertentu karena dapat merusak independensi organisasi.

Jika kita melihat rangkaian Peristiwa yang Mencurigakan dalam konflik internal PBNU yang terjadi mulai sejak bulan Agustus 2025, yang dimulai dari datang Nara sumber pro zionis di AKNNU, hingga munculnya risalah rapat Syuriyah yang memintah ketua umum PBNU mundur pada bulan Nopember 2025 yang mengejutkan semua pihak, lalu memunculkan reaksi dari ketum PBNU dengan berbagai manuvernya.

Rangkaian peristiwa ini menunjukkan adanya manuver politik yang terkalkulasi. Timing yang sangat presisi, koordinasi antar pihak, dan langkah-langkah strategis mengindikasikan bahwa konflik ini bukan sekadar gesekan personal atau perbedaan pandangan yang spontan.

Namun telah didesain sedemikian rupa dan di munculkan tiba-tiba dibulan Nopember 2025 yang membuat semua mata publik tertuju ke konflik ini. 

Di Tengah Konflik urusan Umat yang Terlupakan

Disaat semua mata publik tertuju pada isu konflik ini, maka isu-isu keummatan lainnya seakan terlupakan. Ironi terbesar dari konflik ini adalah sementara elite PBNU sibuk saling menjatuhkan, umat Islam Indonesia menghadapi berbagai krisis yang membutuhkan peran NU. Krisis ekologis akibat deforestasi dan tambang yang merusak Daerah Aliran Sungai, kemiskinan struktural, kekerasan domestik yang meningkat, pengangguran massal, dan disrupsi digital yang mengancam generasi muda.

Dalam situasi seperti ini, dikalangan jamaah dan akar rumput membutuhkan ulama yang memberi arah, Pesantren-pesantren membutuhkan dukungan program untuk meningkatkan kualitas pendidikan, bukan sekedar drama politik yang menguras pikiran dan energi. Jamaah NU diakar rumput masih banyak yang memerlukan advokasi untuk melawan ketidakadilan struktural, bukan tontonan perpecahan yang memalukan.

Organisasi sebesar NU memang selalu menarik bagi berbagai kepentingan, utamanya kepentingan politik dan elektoral. Sehingga banyak yang ingin mengendalikan NU melalui berbagai cara termasuk melalui pucuk pimpinannya, dengan berbagai trik dan jebakan politik pragmatis yang menggiurkan. 

Sesungguhnya konflik hari ini yang terjadi di PBNU merupakan bagian dari proses untuk menaklukkan NU melalui elit PBNU, membawa mereka kedalam pusaran kepentingan ekonomi-politik yang kemudian dijadikan alat membungkam NU dari daya nalar kritis atas berbagai kebijakan yang tidak pro kepada rakyat, dimana sesungguh daya kritis ini merupakan geneologi organisasi kemasyarakatan seperti NU ini. Dengan melihat konflik yang terjadi di PBNU ini, hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada ormas yang kebal akan godaan, utamanya godaan praktis ekonomi-politik.

Akhirnya kita harus sadar bahwa tidak semua "peluang ekonomi-politik" yang diberikan oleh pemerintah itu akan membawa berkah bagi ormas seperti NU ini, karpet merah yang diberikan justru akan membawa malapetaka dan jebakan Batman yang menjerat ormas dan menariknya ke jurang kepentingan dan konflik yang berkepanjangan yang akan menggerus kebesaran dan kepercayaan organisasi dimata umat.

***

*) Oleh : Husnul Hakim, SY., MH., Dekan FISIP UNIRA Malang, Pemerhati Kebijakan dan Hukum.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.