TIMES JATIM, BANYUWANGI – Indonesia merupakan suatu negara yang banyak dikenal akan keragaman suku bangsanya, kurang lebih terdapat 1. 340 suku yang tersebar di seluruh kawasan Indonesia. Pastinya setiap suku memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri baik dari bahasa maupun adat istiadatnya.
Di dalam literasi kebahasaannya banyak suku di Indonesia yang memiliki ciri khas yang umumnya di sebut dengan istilah Aksara. Aksara berbagai suku di Indonesia juga menjadi tolok ukur kemajuan suku tersebut dalam berkomunikasi sekaligus menjadi bukti kecerdasan lokal suku bangsa di masa lalu.
Ketua Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia Ninny Susanti Tedjowasono mengatakan, aksara dan bahasa adalah identitas masyarakat pendukungnya. Masyarakat menuliskannya sesuai dengan bahasa yang mereka pahami. Aksara Nusantara ditulis dengan media prasasti dan naskah. Isinya beragam, seperti cerita kehidupan sehari-hari, resep makanan, nasihat, dan ajaran moral.
Di tengah arus modernisasi dan globalisasi, keberadaan dan penggunaan aksara kesukuan di Indonesia semakin hari semakin redup. Bahkan, generasi muda sekarang sepertinya lebih banyak yang belajar bahasa asing seperti Jepang, Inggris dan lainya dibandingkan dengan mempelajari bahasa aksara sukunya sendiri.
Pertama-tama, fenomena ini dapat dilihat dari penggunaan sehari-hari. Generasi muda cenderung lebih terbiasa dengan tulisan Latin, yang telah menjadi standar dalam teknologi informasi dan komunikasi global. Hal ini membuat mereka kurang familiar dengan aksara tradisional seperti aksara Jawa, aksara lampung, aksara Bali, atau aksara suku lainya yang kaya akan sejarah dan nilai budaya.
Selain itu, pendidikan bahasa daerah yang diterapkan di sekolah menurut penulis kurang memberikan kesan ataupun dampak yang mendalam terhadap peserta didik sehingga ketika peserta didik melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi pendidikan tradisional serta aksara kesukuan dilupakan begitu saja.
Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi juga menjadi faktor utama. Media sosial, pesan instan, dan platform digital lainnya umumnya menggunakan alfabet Latin sebagai standar. Hal ini memudahkan komunikasi lintas bahasa dan lintas budaya, namun di sisi lain, mengorbankan keberagaman aksara lokal yang seharusnya menjadi aset berharga bagi bangsa Indonesia.
Pada awalnya Masyarakat Nusantara mengenal aksara pertama kali dari India bersamaan dengan masuknya agama Weda, Hindu, dan Buddha berikut dengan pengenalan konsep raja dan negara. Selain India, aksara Arab dan Latin juga berkembang di Nusantara dalam periode waktu tertentu.
Setidaknya sejak abad ke-4, wilayah Nusantara telah mengenal tradisi tulis. Aksara yang digunakan oleh masyarakat Nusantara saat itu adalah aksara Pallawa yang berasal dari India Selatan. Hal ini didasarkan atas temuan prasasti-prasasti dari kerajaan Kutai (Kalimantan) dan Tarumanegara (Jawa Barat). Huruf Pallawa ini menduduki posisi penting dalam sejarah aksara Nusantara karena memengaruhi perkembangan beberapa aksara setelahnya.
Dengan demikian, perlu adanya kesadaran kolektif bahwa keberadaan aksara tradisional merupakan bagian integral dari identitas bangsa. Melalui langkah-langkah pelestarian yang tepat, kita dapat mencegah redupnya aksara bahasa Indonesia dan menjaga kekayaan budaya kita untuk generasi yang akan datang. Sudah saatnya untuk bertindak, sebelum nilai-nilai budaya kita benar-benar terkikis oleh arus globalisasi yang tak terelakkan ini. (*)
***
*) Oleh : Rizki Nur Kholis, Mahasiswa pendidikan bahasa Indonesia Universitas KH. Mukhtar Syafaat. Blokagung, Banyuwangi.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Redupnya Aksara Bahasa di Indonesia
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |