Forum Mahasiswa

KKN di Perguruan Tinggi: Sebuah Pengabdian atau Sekadar Penggugur Kewajiban?

Senin, 15 Agustus 2022 - 15:29
KKN di Perguruan Tinggi: Sebuah Pengabdian atau Sekadar Penggugur Kewajiban? Muhammad Ali Dzulfikar, Santri Pondok Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi, dan mahasiswa di IAI Darussalam Blokagung Banyuwangi.

TIMES JATIM, BANYUWANGI – Dear Generasi Z sekalian, jika Anda diberi pertanyaan, pilih mana antara kuliah di Perguruan Tinggi Negeri terkenal, atau di Perguruan Tinggi Swasta yang biasa-biasa saja? Jawabannya sudah dapat ditebak, pasti mayoritas memilih berkuliah di Perguruan Tinggi Negeri terkenal.

Kalau ditanya, apa alasannya? Pasti Anda akan menjawab, agar kelihatan lebih bergengsi, keren, dan menyebutkan segala alasan-alasan basi lainnya. Senada dengan ungkapan Pidi Baiq, "Dulu, nama besar kampus disebabkan kehebatan mahasiswanya, sekarang mahasiswa ingin hebat karena nama besar kampusnya."

Kampus dahulu merupakan tempat cikal bakal cendekiawan, sekarang sudah ditunggangi berbagai macam kepentingan. Seiring derasnya arus perkembangan zaman, posisi akademiknya kian hari kian melenceng dari lintasan. Apalagi kalau mau menengok kondisi ilmiahnya, sungguh memprihatinkan.

Tidak percaya? Baiklah, kita ambil satu contoh kecil saja. Misalkan jika kita mau merujuk pada salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pada poin pengabdian kepada masyarakat. Dalam rangka mencapai poin tersebut, beberapa kampus merepresentasikannya dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN).

Kuliah Kerja Nyata, pasti sudah tak lagi asing di telinga Mahasiswa. Bahkan, program ini sudah diwajibkan di banyak Perguruan Tinggi. Dengan estimasi waktu yang telah ditetapkan, Mahasiswa diharuskan untuk melakukan pengabdian, sebagai pertanggungjawaban, atas aplikasi disiplin ilmu dari teoritis, ke empiris.

Skema penyelenggaraan KKN, sudah dirancang dengan tujuan full pengabdian, namun sepertinya, konsep itu akan terus menjadi bacaan usang, yang hanya dipresentasikan pada saat pembekalan. Lain yang dibicarakan, lain pula yang dikerjakan, sebab dalam kenyataannya, banyak yang menjalaninya semata-mata hanya untuk menggugurkan  program wajib perkuliahan. Sungguh disayangkan bukan?

Belum lagi jika kesadaran itu berevolusi menjadi monster yang mengerikan, beberapa mahasiswa sudah down atau stres dahulu, ketika mendengar kabar, dan membayangkan susahnya hidup dan tinggal di gubuk desa yang jauh dari keramaian. Bagi mahasiswa bermental kacangan, hal seperti ini dapat menjadi beban, karena merasa tidak sanggup untuk dijadikan kebiasaan. Mereka seakan enggan untuk meninggalkan zona nyaman yang selama ini  menjadi kawan.

Ayolah kawan! Ini merupakan sebuah wadah nyata, di mana gambaran kehidupan setelah perkuliahan terpampang jelas di sana. Siapa yang mampu menyesuaikan, dia-lah yang bertahan.

Berupaya menghadirkan diri di tengah-tengah masyarakat, memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih lagi jika belum mengetahui seluk-beluk kehidupan mereka. Kendati demikian, mereka akan tetap menerima dengan tangan terbuka. Tak usah cemas kawan, karena kita lah pembuka pintu gerbang bagi mereka. Kita lah corong yang akan menyampaikan angan-angan yang selama ini tersumpal di kerongkongan mereka.

Memang tak semua kehidupan mereka harus kita pikirkan. Namun dalam batas waktu yang ditentukan, kita bisa belajar, bahwa sejatinya hidup berdampingan, bisa menjadikan kita sebagai pribadi lebih banyak bersabar, dan lebih peka alias pengertian. Keberagaman yang ada, sama sekali bukan menjadi penghalang, untuk tetap menjaga kesatuan.

Hidup berdampingan bersama masyarakat, mendapatkan pelajaran, bahwa tak semua hal-hal di dunia ini, harus berjalan seenak kita. Ditentang? Perkara biasa. Dikhianati? Bukanlah hal yang harus diambil hati. Semua lumrah terjadi, tinggal bagaimana cara kita menikmati.

Sejatinya, banyak hal yang bisa kita petik. Pelajaran, pengalaman, bahkan hal remeh-temeh bernama cinta bagi mereka yang sudah siap untuk jatuh. Bagaimana jika tidak? Jangan khawatir, kawan. Karena selain masyarakat yang akan menyambut keberadaanmu dengan suka cita, cinta juga akan hadir untuk selalu menyapa kita, di mana pun kita berada, termasuk lokasi KKN.

Tugas kita selanjutnya adalah menjaga rasa itu, agar tak menodai apa yang menjadi tujuan awal kita, yakni untuk mengabdi. Perlu digarisbawahi: mengabdi. Agar tak ada lagi tragedi KKN-KKN yang ternodai, agar tak ada lagi kesalahan-kesalahan yang patut disesali. Sudahi, niatkan semuanya dengan tulus, hanya dan hanya untuk mengabdi.

Pertanyaannya sekarang adalah, sudahkah program kerja yang dicanangkan, dapat memberi pengaruh jangka pendek maupun jangka panjang kepada masyarakat?  

Mari kita patahkan ungkapan, bahwa Mahasiswa KKN hanya bisa buat patung dan batas desa! Dengan membuat program kerja yang relevan, dengan keadaan dan kebutuhan. Bukan malah cari aman, dengan melanjutkan program kerja kakak tingkatan, dengan bodohnya merasa tidak risih memaparkan progam warisan, tidak ada terobosan atau inovasi baru sama sekali, bahkan seakan-akan masyarakat pun sudah dapat memprediksi, kegiatan apa saja yang akan dijalani.

Untuk itu, KKN bukan sekadar haha-hihi, dan jepret sana-sini, hanya untuk kebutuhan Instagram story. Bukan juga sekedar penggugur kewajiban sebelum skripsi di sebuah perguruan tinggi. Apalagi  ajang untuk menumbuhkan benih-benih cinta yang tertanam di hati. Sungguh, nilai KKN tak sedangkal dan sesempit itu, kawan.

***

*) Oleh: Muhammad Ali Dzulfikar, Santri Pondok Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi, dan mahasiswa di IAI Darussalam Blokagung Banyuwangi.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

 

______
**)
 Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.