TIMES JATIM, SURABAYA – Tepat hari ini, Jumat (16/7/2021) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berusia 11 tahun. Sejak dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010, BNPT telah menorehkan banyak prestasi. Sepanjang tahun 2021 di triwulan ke-2 saja, tercatat sebanyak 69 terpidana terorisme telah berikrar kepada NKRI.
Ucapan dan harapan datang dari berbagai kalangan di hari ulang tahun lembaga pemerintah nonkementerian ini, di antaranya ada Yasonna H. Laoly, Menteri Hukum dan HAM RI dan Arum Sabil, tokoh nasional sekaligus Ketua Kwarda Pramuka Jawa Timur.
"Saya ucapkan selamat ulang tahun yang ke-11 kepada BNPT. Penanggulangan terorisme dan penyebaran paham radikalisme tidak hanya memerlukan strategi komprehensif lewat hard approach maupun soft approach," ungkap Yasona.
Menurutnya pendekatan serta metode inovatif yang menjangkau seluruh komponen masyarakat hingga ke level akar rumput lewat pemanfaatan teknologi informasi kini menjadi sebuah keharusan.
"Penuhi setiap ruang kosong di dunia maya dengan materi-materi yang membakar semangat kebangsaan kita. Di bawah payung kemerdekaan dan semangat gotong royong," imbaunya.
Terorisme Tak Melulu Soal Bom
Sementara itu menurut Arum Sabil terorisme tidak melulu soal ledakan bom yang mematikan. "Sesungguhnya kami melihat ada gerakan teror yang sistematis yang tidak perlu membunuh, namun dapat mengubah peradaban," katanya.
Arum mencatat, pada 1980-an jumlah penduduk di Indonesia ada di kisaran 135 juta jiwa. Saat ini, jumlah penduduk telah membengkak menjadi hampir 270 juta jiwa.
"Ini merupakan sesuatu yang tidak bisa dipungkiri. Ledakan penduduk di satu sisi positif seperti keberhasilan dunia kesehatan sehingga usia manusia lebih panjang. Tapi bagaimana 40 tahun ke depan. Jumlah penduduk bisa mencapai setengah miliar jiwa," ujarnya.
Pria yang juga praktisi pertanian dan peternakan ini melihat hal tersebut sebagai ancaman yang lebih serius. Ketika lahan semakin sempit dan penduduk semakin banyak, tidak ada cara lain selain meningkatkan produktivitas pertanian.
"Bahwa teror lainnya yang menghantui masyarakat khususnya kalangan petani adalah mafia pupuk dan pangan. Mereka ini yang menyebabkan pupuk menjadi barang langka sekarang. Sehingga bertani seperti main judi. Petani khawatir. Inilah teror yang sesungguhnya. Ketika mereka ketakutan dan enggan menanam, maka ketahanan pangan pasti terancam," paparnya.
Namun demikian, di sisi lain Arum Sabil juga mengapresiasi langkah BNPT yang giat mengunjungi tokoh-tokoh serta para alim ulama. Sebagaimana yang dilakukan Kepala BNPT Komjen Pol. Boy Rafli Amar pada akhir tahun lalu berkunjung ke Padepokan HM Arum Sabil.
"Pendidikan pesantren, santri, kiai, dan para tokoh di dalamnya ada sesuatu yang tak bisa terpisahkan dari NKRI. Kita tahu bagaimana dulu negeri ini bisa merdeka salah satunya dari pergerakan pesantren," ungkap Arum.
Pembinaan Lewat Pramuka
Lebih lanjut, pihaknya juga menyampaikan optimisme pembinaan generasi muda lewat gerakan Pramuka. Kepramukaan adalah proses pendidikan luar sekolah dan luar keluarga yang dikemas dengan cara mengasyikkan bersatu dengan alam.
Pramuka mengajarkan berbagai keterampilan hidup, kemandirian, dan makna tanggung jawab terhadap keseimbangan alam. "Sasaran akhirnya adalah pembentukan watak, akhlak, dan budi pekerti luhur yang disesuaikan dengan keadaan, kepentingan, dan perkembangan masyarakat, dan bangsa Indonesia," jelasnya.
Lewat pendidikan generasi muda bersama Pramuka, Arum yakin dapat tercipta Indonesia yang damai, tentram, dan bebas dari tindak pidana terorisme.
"Itu adalah keinginan kita bersama. Semoga BNPT bisa menjadi yang terdepan dalam mewujudkannya. Mari bergerak bersama cegah terorisme untuk Indonesia yang harmoni," kata Arum Sabil. (*)
Pewarta | : Ammar Ramzi (MG-235) |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |