TIMES JATIM, BONDOWOSO – Keterbatasan fisik tak menjadi alasan bagi Siti Rahmatillah (25) untuk berdiam diri. Penyandang disabilitas di Bondowoso ini terus semangat untuk bisa mandiri secara ekonomi. Bahkan ia ingin membuka usaha batik.
Ditemui TIMES Indonesia, warga Desa Jetis, Kecamatan Curahdami tersebut tampak fokus menyanting di sehelai kain.
Tatapan remaja putri itu tampak fokus mengikuti sketsa gambar yang ditulis di atas kain. Sesekali menyelupkan canting ke malam yang sudah dipanaskan.
Rahma bekerja di sanggar batik di Desa Karanganyar, Kecamatan Tegalampel. Hasil kerjanya sangat memuaskan pemilik usaha.
Yang paling menakjubkan, Rahma menyanting menggunakan kaki kanannya. Bahkan hanya butuh tiga hari, Rahma langsung mahir menggunakan alat canting.
Rahma diarahkan oleh pemilik batik Tegalampel (FOTO: Moh Bahri/TIMES Indonesia)
Tahun 2020 kemarin, ia sempat belajar ke salah satu Sanggar Batik di Kecamatan Jambesari. Hanya tiga pertemuan, ia langsung bisa menyanting.
Rahma mengaku, sejak kecil ia suka menggambar. Beragam aktivitas seperti menulis memang mengandalkan kaki kanannya. Kemampuan itu diasah sejak kecil.
"Dulu saya sempat sekolah SD, tetapi tak sempat lolos. Setelah bisa membaca dan menulis saya berhenti," katanya.
Sebab menggambar adalah salah satu hobi yang ia tekuni. Rahma tak punya kesulitan saat menyanting.
"Saya tak punya kesulitan saat menyanting. Hanya butuh waktu tiga hari untuk belajar. Langsung bisa," katanya saat ditemui di sela-sela istirahat kerja.
Rahma menyebut, proses menyanting satu lembar kain batik bisa diselesaikan dalam waktu hanya 2 jam.
"Terkadang saya baru tuntas mencanting satu lembar kain batik, butuh satu hari. Bergantung tingkat kesulitan sketsa dan motifnya," paparnya.
Selain penyantingan dilakukan di sanggar. Kain yang disketsa diantarkan ke rumah Rahma oleh pemilik Batik Tegalampel. Hal itu untuk mempermudah dan tidak merepotkan Rahma.
Penghasilan yang didapat, yakni Rp 25 ribu per selembar kain batik. Sedangkan batik tulis dengan motif penuh ia mendapat Rp 50 ribu per selembar kain.
"Alhamdulillah tambah hari saya tambah semakin mudah dalam melukiskan malam di atas kain," jelasnya.
Namun demikian, proses penyantingan tak selalu berjalan mulus. Kadang tangannya terkena cairan malam yang panas. "Tadi ini saya kenak di tangan," imbuhnya sambil menunjuk luka lebam, Kamis (24/6/2021).
Sebelum bergelut di batik, Rahma sudah punya usaha berjualan pulsa. Sebagian uang penghasilan ia tabung.
"Ke depan saya ingin membuka usaha batik sendiri dan berkolaborasi dengan orang lain. Saya juga ingin punya konter ponsel sendiri," ungkapnya.
Ia mengaku tak mau dipandang sebelah mata oleh siapa pun. Bahkan ingin menunjukkan, bahwa ia bisa lebih baik dari mereka yang sempat menyepelekannya.
"Saya sempat dihina dengan kondisi ini, tapi bagi saya bukan masalah. Sebab saya tak menumpang hidup pada mereka," tegasnya.
Rahma juga ingin membuktikan ke orang-orang kalau ia bisa mandiri. Sehingga tak disepelekan lagi.
"Saya punya cita-cita membahagiakan orang tua dengan kerja keras sendiri dan tak mau menyusahkan mereka. Saya juga punya keinginan besar, yakni memberangkatkan haji orang tua," jelas Rahma.
Pemilik Batik Tegalampel, Halifah (42) mengungkapkan, kerja Rahma sangat cocok baginya.
"Sebab mencanting tidak mudah, malamnya harus tembus. Perlu ketepatan, karena kalau terlalu lama akan melipir dan tak sesuai sketsa. Rahma melakukan dengan baik," paparnya.
Bagi Halifah, Rahma adalah sosok yang sangat menginspirasi. Sebab semangat dan daya juang untuk hidup mandiri tak pernah padam.
Ia mengaku sangat tertampar, karena dirinya sering mengeluh saat mendapat ujian. Sementara Rahma dengan segala keterbatasannya tetap bersyukur dan mau berusaha. "Anak muda yang hanya rebahan harus melihat sosok Rahma," ucapnya.
Pewarta | : Moh Bahri |
Editor | : Irfan Anshori |