Berita

Pakar Syariah IAIN Jember: Politik Identitas Jangan Sampai Provokasi Minoritas

Kamis, 25 Februari 2021 - 21:55
Pakar Syariah IAIN Jember: Politik Identitas Jangan Sampai Provokasi Minoritas Pakar Hukum dan Politik Islam, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. (Foto: Media Center FS IAIN Jember for TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, JEMBER – Menguatnya gejala politik identitas dalam lanskap politik Indonesia selama beberapa tahun terakhir, menjadi fenomena yang banyak dikaji oleh akademisi berbagai disiplin ilmu. Hal itu setidaknya tercermin dalam seminar nasional yang digelar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo, beberapa waktu lalu.

Penceramah kondang, Ahmad Muwafiq atau yang akrab disapa Gus Muwafiq mengkhawatirkan resiko jika gejala politik identitas terus dibiarkan. 

“Di Indonesia faktor pemicunya sudah ada. Tinggal letupan-letupannya,” ujar Gus Muwafiq dalam seminar yang diselenggarakan secara virtual itu.

Meski secara teritorial sudah bersatu dengan NRKI, kelompok yang menggaungkan politik identitas cenderung berjalan sendiri. 

Gus Muwafiq merujuk dari riwayat historisnya. 

“Mereka menganggap kekuasaan kaum muslimin harus terstruktur dan harus terwadahi. Sehingga muncullah gerakan DI/TII, permesta, dan lain-lain. Bahkan negara Saudi Arabia saja mereka katakan bukan representasi dari pemerintahan Islam,” lanjut Gus Muwafiq. 

Sementara itu, pendapat berbeda disampaikan pakar hukum dan politik Islam, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. 

Menurutnya, gejala politik identitas sepanjang tidak melanggar hukum, maka seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. 

"Jadi konstitusi kita tidak melarang aspirasi dan identitas –sebut misalnya umat Islam, ya tidak masalah. Apalagi jika maksud dan tujuannya adalah pemberdayaan umat Islam,” ujar Prof Haris yang juga Ketua Umum Asosiasi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara Seluruh Indonesia (ASPIRASI) itu.

Dalam pemaparannya, dia cenderung melihat politik identitas dengan konteks ke-Indonesia-an dalam bingkai hukum maupun sosial. 

"Politik identitas adalah ketika seseorang ikut terlibat mobilisasi yang sama berdasarkan pengalaman masalah politik dan sosial mereka dalam kelompok-kelompok yang sah menurut mereka. Politik identitas umumnya didasarkan atas kesamaan ras, etnis, gender, dan agama," ucap Prof Haris yang juga Guru Besar termuda di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri se-Indonesia.

Meski demikian, Prof Haris tetap menggarisbawahi bahwa praktik politik identitas tidak boleh menafikan keberadaan komunitas lain yang berbeda. 

Yang terpenting, menurutnya, politik identitas jangan sampai memprovokasi untuk membenci kelompok lain, dan juga tidak boleh membunuh karakter yang berbeda. “Juga tidak boleh mengafirmasi penyebaran hoaks di masyarakat dan tidak boleh menentang konstitusi dalam negeri yang telah menetapkan Pancasila dan NKRI sebagai sesuatu yang final," ujar Prof Haris yang juga Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember ini. (*)

Pewarta : Muhammad Faizin AP
Editor : Dody Bayu Prasetyo
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.