https://jatim.times.co.id/
Berita

IAIT Pacitan Dorong Santri Jadi Agen Transformasi Sosial dan Etika Digital

Selasa, 21 Oktober 2025 - 18:33
IAIT Pacitan Dorong Santri Jadi Agen Transformasi Sosial dan Etika Digital Warek Plh IAIT Pacitan Dr Ali Mufron saat memimpin apel di hadapan mahasiswa menjelang Hari Santri Nasional 2025. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, PACITAN – Di tengah arus globalisasi dan derasnya perubahan digital, peran santri dituntut lebih dari sekadar penjaga nilai-nilai keagamaan. Mereka harus menjadi motor perubahan sosial yang berakhlak dan berwawasan luas. Menyadari hal itu, Institut Agama Islam Attarmasi (IAIT) Pacitan terus mendorong lahirnya generasi santri yang siap menjadi agen transformasi sosial dan pelopor etika digital berbasis nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.

Wakil Rektor Pelaksana Harian IAIT Pacitan, Dr. Ali Mufron, M.Pd.I, menegaskan bahwa santri di era modern memiliki tanggung jawab besar tidak hanya dalam menjaga tradisi keislaman, tetapi juga membangun peradaban dunia yang berkeadilan. Ia menilai, pendidikan Islam masa kini harus mampu melahirkan santri yang kritis, berintegritas, dan adaptif terhadap tantangan global tanpa kehilangan akar nilai pesantren.

“Peradaban dunia dapat dimaknai sebagai tatanan kehidupan global yang ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai-nilai kemanusiaan universal,” ujar Dr. Ali Mufron, Selasa (21/10/2025).

Ia menambahkan, dalam konteks tersebut, santri memiliki peran strategis sebagai aktor intelektual yang ikut membangun etika global berbasis nilai Islam rahmatan lil ‘alamin. “Santri tidak sekadar penjaga tradisi keagamaan, tetapi juga pelaku perubahan yang membawa nilai-nilai kemanusiaan universal,” tegasnya.

Santri Ulul Albab dan Kurikulum Integratif

Menurut Dr. Ali Mufron, santri masa kini tidak cukup hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga harus memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern. Karena itu, IAIT Pacitan mengembangkan kurikulum integratif yang memadukan antara turats (warisan keilmuan Islam klasik) dan ilmu kontemporer. Pendekatan ini diharapkan mampu melahirkan lulusan yang berpikir rasional tanpa kehilangan ruh spiritualitasnya.

“Santri di era ini harus menjadi pribadi ulul albab, yakni mereka yang mampu menggabungkan keimanan, ilmu, dan amal dalam satu kesatuan nilai. Hanya dengan itu, santri bisa berperan sebagai agen transformasi sosial dan pelopor etika digital yang membawa kemaslahatan bagi masyarakat,” jelasnya.

Selain memperkuat sisi akademik, IAIT Pacitan juga menanamkan nilai-nilai pesantren melalui kegiatan keasramaan dan organisasi kemahasiswaan. Nilai seperti tawadhu‘ (rendah hati), ikhlas, dan amanah menjadi bagian penting dari pembentukan karakter mahasiswa. “Kami ingin membentuk mahasantri yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan spiritual,” tambahnya.

Nilai Pesantren di Tengah Arus Digital

Lebih lanjut, Dr. Ali Mufron menegaskan bahwa di tengah derasnya arus digitalisasi dan melemahnya etika publik, nilai-nilai pesantren justru semakin relevan. Menurutnya, pesantren selama ini bukan hanya lembaga pendidikan agama, melainkan ruang pembentukan karakter yang menyeimbangkan aspek intelektual, spiritual, dan sosial.

“Ketika dunia menghadapi krisis moral dan disorientasi nilai, pesantren hadir sebagai mercusuar yang mengingatkan kembali pada pentingnya keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah, dan kebersamaan,” ujarnya.

Ia menilai, generasi santri di era digital harus mampu menjadi warga digital yang beretika. Pemanfaatan teknologi informasi perlu diarahkan untuk kemaslahatan umat, bukan sekadar konsumsi hiburan atau alat pencitraan diri.

 “Santri dituntut menjadi digital citizen yang bertanggung jawab dan berakhlak. Inilah esensi dari digital ethics berbasis akhlak karimah yang ingin kita tanamkan,” jelasnya.

Dengan membangun kesadaran etika digital, lanjut Dr. Ali Mufron, santri diharapkan dapat menjadi pelopor peradaban baru yang tidak hanya unggul dalam ilmu dan teknologi, tetapi juga berakar kuat pada nilai-nilai moral Islam.

 “Etika digital bukan hanya tentang bagaimana kita berinteraksi di dunia maya, tapi bagaimana kita menjaga martabat kemanusiaan di era tanpa batas,” tegasnya.

Moderasi Beragama dan Semangat Kebangsaan

Sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang berakar kuat pada nilai Islam moderat, IAIT Pacitan juga memandang penting penguatan semangat kebangsaan di kalangan santri. Bagi kampus ini, cinta tanah air bukan hanya semangat nasionalisme, melainkan bagian dari keimanan itu sendiri.

“Santri harus sadar bahwa menjaga Indonesia berarti menjaga amanah keislaman. Nilai keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan tidak bisa dipisahkan. Semua itu adalah fondasi kokoh dalam membangun bangsa yang damai dan berkeadilan,” tutur Dr. Ali Mufron.

Implementasi nilai-nilai tersebut, lanjutnya, dilakukan melalui berbagai program akademik dan sosial. IAIT Pacitan aktif menyelenggarakan dialog lintas budaya, pengabdian masyarakat, hingga kolaborasi dengan lembaga keagamaan dan pemerintah daerah. Tujuannya adalah membangun ruang perjumpaan antarumat beragama yang dilandasi saling pengertian dan penghormatan.

“Melalui moderasi beragama, kami ingin melahirkan santri yang berpikir terbuka, toleran, dan bijak dalam menghadapi perbedaan. Islam yang kami ajarkan adalah Islam yang menyejukkan, bukan yang menakutkan,” ungkapnya.

Dengan strategi tersebut, IAIT Pacitan berupaya menjadi pusat penguatan narasi Islam moderat yang menolak ekstremisme dan intoleransi. Dr. Ali Mufron meyakini, ketika semangat kebangsaan dan moderasi beragama tertanam kuat, santri akan tumbuh menjadi penjaga keutuhan bangsa sekaligus duta nilai-nilai Islam yang damai di kancah global.

Kontribusi Santri untuk Dunia

Dalam pandangan Dr. Ali Mufron, kontribusi santri terhadap peradaban dunia ke depan harus diwujudkan secara konkret melalui tiga pilar utama: keilmuan, teknologi, dan kemanusiaan. Ketiganya, kata dia, merupakan jalan untuk menghadirkan wajah Islam yang solutif, berkeadilan, dan universal.

“Pada bidang keilmuan, santri harus terus mengembangkan riset dan inovasi berbasis nilai Islam yang relevan dengan kebutuhan masyarakat global. Dalam aspek teknologi, santri harus mampu menciptakan solusi digital yang beretika dan bermanfaat. Sedangkan dalam bidang kemanusiaan, santri harus hadir membawa misi perdamaian, keadilan sosial, dan kepedulian terhadap sesama,” paparnya.

Visi itu berpijak pada semangat Islamic humanism, yakni keyakinan bahwa setiap santri adalah bagian dari komunitas global yang memiliki tanggung jawab untuk menebarkan nilai-nilai ilahiah dalam kehidupan modern. Menurutnya, santri tidak boleh hanya menjadi penonton dari perubahan dunia, melainkan harus tampil sebagai pelaku sejarah yang menebar cahaya peradaban.

“Santri Indonesia, khususnya dari IAIT Pacitan, memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor peradaban dunia yang bermoral dan berkeadilan. Santri bukan lagi subjek lokal, tetapi warga dunia yang membawa cahaya nilai Islam ke seluruh penjuru kehidupan,” pungkas Dr. Ali Mufron. (*)

Pewarta : Yusuf Arifai
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.