TIMES JATIM, BONDOWOSO – Di tengah Pandemi Covid-19, sejumlah pabrik tembakau yang ada di Kabupaten Bondowoso, tak melakukan pembelian meski masuk masa panen. Sehingga sejumlah petani menjerit. Namun perusahaan rokok Gagak Hitam tetap melakukan pembelian.
Perusahaan milik salah satu putra daerah, yang terletak di Kecamatan Maesan Bondowoso itu, justru tetap membeli tembakau petani dengan harga yang layak. Bahkan pembelian dimulai sejak Agustus 2020 kemarin.
Komisaris Gagak Hitam, Muhammad Sohib mengatakan, bahwa patokan harga untuk tembakau petani sekitar Rp 20.000 hingga Rp 38.000 perkilogram, tentu disesuaikan dengan kualitas. Berbeda dari pabrik tembakau yang lain yang hanya mematok harga Rp 19-22 ribu.
"Per tanggal 15 Agustus kemarin sampai sekarang, buffer stocknya 50 sampai 60 ton. Tetap melakukan pembelian, sampai tembakau petani di sawah tidak ada," katanya saat dikonfirmasi, Kamis (10/9/2020).
Dijelaskannya juga, bahwa buffer stock dalam setahun sudah jelas. Misalnya pada tahun 2019 adalan 200 ton. "Berarti saat ini masih butuh 150-160 ton," imbuh pria yang juga politisi PKB tersebut.
Pihaknya tidak khawatir membeli dengan harga tersebut, karena tembakau itu diproduksi sendiri hingga hilir, atau hingga menjadi rokok. "Beda dengan gudang-gudang yang ranting, karena masih spekulasi. Kalau kami langsung dijadikan rokok," paparnya.
Bahkan buffer stock 200 ton kata dia, terbilang masih minim. Namun karena pandemi target stok aman diturunkan. "Kalau tahun-tahun kemarin bisa 300 ton. Tapi untuk karyawan tidak, dikurangi," tambah pria yang juga anggota DPRD Bondowoso ini.
Dijelaskannya juga, pembelian tembakau sendiri untuk wilayah Maesan dan sekitarnya, bisa langsung diantarkan sendiri sama petani. Tapi kalau yang jauh, tetap dikordinasi oleh pemasok. "Tembakau siapapun kami beli, asal kualitas dan harga sesuai," terangnya.
Meski juga membeli ke luar daerah, lanjut dia, tembakau milik petani Bondowoso tetap menjadi prioritas. Dengan komposisi 90 persen tembakau lokal. "Memang mengambil daerah lain misalnya ke Madura, tapi hanya 10 persen," jelasnya.
Dijelaskannya juga, bahwa pabrik yang resmi berdiri Tahun 2004 silm ini, memang mendorong pertanian tembakau di Bondowoso. "Makanya tembakau yang jadi prioritas milik petani lokal Bondowoso," tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Ahmad Dhafir memang mendorong sejumlah gudang agar melakukan pembelian tembakau milik petani. Sebab penentu harga tembakau, merupakan kewenangan swasta atau pabrik rokok.
"Saya berharap pabrik rokok memberikan empati kepada petani tembakau. Yakni dengan menstabilkan kembali harga tembakau agar petani tetap memiliki pemasukan," harapnya.
Dari informasi yang dihimpun, Gagak Hitam merupakan perusahaan dengan penyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah) tertinggi berturut-turut di Kabupaten Bondowoso, dalam beberapa tahu terakhir dengan nominal PAD Rp 3-5 miliar. (*)
Pewarta | : Moh Bahri |
Editor | : Ronny Wicaksono |