TIMES JATIM, MALANG – Ada Pondok Pesantren tertua di Kota Malang yang diketahui turut andil dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Ponsok pesantren tersebut, yakni Pesantren Miftahul Huda (PPMH) atau dikenal sebagai Pondok Pesantren Gading di Kota Malang. Pesantren ini ternyata masuk dalam urutan ke-8 di Indonesia sebagai pesantren tertua.
Bahkan, Pondok Gading tersebut baru saja menerima anugerah pesantren tertua dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada 31 Januari 2023 lalu.
Putra pengasuh Pondok Gading, Gus Fuad Abdurrohim Yahya mengatakan, Pondok Gading sendiri didirikan oleh KH Hasan Munadi pada tahun 1768 atau usianya saat ini sudah 255 tahun.
Suasana kegiatan para santri Pondok Gading. (Foto: Dok. Pondok Gading for TIMES Indonesia)
Setelah beliau meninggal, Pondok Gading diasuh oleh KH. Ismail. Penerus pengasuh pondok saat itu, KH Muhammad Yahya bersama para santri juga turut berperan dalam mempertahankan kemerdekaan RI di Surabaya.
Cerita itu didapatkan oleh Gus Fuad dari sang Abah, berdasarkan kisah para pejuang yang berada di lapangan. Pada saat itu juga pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yakni, Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad pada 10 November 1945 silam.
"Beliau (KH Muhammad Yahya) ikut berperang mempertahankan kemerdekaan di Surabaya, sewaktu bersama Bung Tomo, Insya Allah bersama santrinya juga. Karena saat itu banyak santri dari pondok-pondok di Jatim, Jateng dan Jabar ikut (berperang) melawan sekutu di Surabaya," ujar Gus Fuad pada Sabtu (11/2/2023).
Kala itu para santri dididik sesuai ajaran NU, yakni Hubbul Wathon Minal Iman atau slogan yang artinya 'cinta tanah air atau nasionalisme bagian dari iman'. Para santri tidak diajarkan ilmu agama Islam semata saja, tetapi juga dipraktekkan melawan penjajah.
"Jadi memang santri didik seperti slogan dari NU, Hubbul Wathon Minal Iman, jadi mereka tidak dididik ilmu agama saja, tetapi juga praktik untuk melawan penjajahan," katanya.
Pondok Gading pasca kemerdekaan RI juga memiliki gebrakan kepada para santri laki-lakinya untuk menyeimbangkan antara ilmu agama dengan pendidikan umum. Para santri diperbolehkan untuk bersekolah umum hingga saat ini.
"Pada saat itu ponpes yang membebaskan santrinya untuk bersekolah umum adalah hal yang jarang di temui, mungkin khawatir akan adanya paham-paham yang tidak sesuai dapat mempengaruhi ajaran agama yang sudah diperoleh," ungkapnya.
Kebijakan ponpes saat itu bisa dibilang cukup berani, karena berbeda dengan lainnya. Namun, tetap ada batasan waktu, seperti diperbolehkan sekolah pada pagi hari dan setelahnya kembali ke ponpes.
Selama mengasuh Pondok Gading ini, Beliau selalu mewanti-wanti para santrinya agar tidak salah dalam niatnya. Pesan beliau yang sampai sekarang diteruskan oleh putra-putra dalam membina para santri adalah 'Niatmu ojo salah. Nomer siji niat ngaji, nomer loro niat sekolah. Insyallah bakal hasil karo-karone' atau berarti 'Niatmu jangan salah, nomer satu niat ngaji, nomer dua niat sekolah. Insyallah bakal berhasil keduanya'.
Kini, Pondok Gading sendiri dikelola oleh pengasuhnya, yaitu KH Ahmad Arief bersama keluarga besar generasi ke empat. Ajaran-ajaran yang ada juga sesuai paham NU ahlussunnah waljamaah, kitab-kitab KH Hasyim Asy'ari juga di kaji di pondok gading.
Selain itu, seperti pondok pesantren pada umumnya juga diajarkan alquran, ilmu Fiqih, Tauhid, Sejarah, Tasawuf, Nahwu, Shorof dan lainnya.
"Kita juga mengajarkan ilmu Hisab untuk menentukan awal puasa, kemudian hari raya, waktu salat, terkadang jelang ramadhan berbagai pihak menghubungi Pondok Gading bertanya kapan waktu mulai puasanya, juga Idul Fitri biasanya ada perbedaan waktu penentuan, itu juga tanyanya ke kami," bebernya.
Sekarang, total ada 600 santri, terdiri 500 laki dan 100 perempuan yang mondok di Pondok Gading. Rata-rata, para santri laki berstatus sebagai mahasiswa.
"Di sini santri ada yang masih usia SMP, SMA, kuliah, bahkan ada juga yang sudah bekerja, tetapi 50 persen mahasiswa. Untuk sekolah formal di lingkungan pondok hanya Madrasah Diniyah saja, untuk lainnya sekolah formal dibebaskan memilih di luar," tuturnya.
Selain itu, beberapa alumnus Pondok Gading juga rata-rata berkontribusi bagi negara. Seperti Wali Kota Malang Sutiaji, kemudian salah satu Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Kyai Haji Robikin Emhas yang juga Staf Khusus Wakil Presiden RI dan masih ada lainnya.
"Juga ada bapak As'ad Malik yang pernah menjadi Bupati Lumajang, di Kementerian juga banyak alumnus kita disana, Insya Allah lulusan Pondok Gading ini banyak yang berkontribusi untuk negara," ungkapnya.
Sementara di perayaan satu Abad NU yang baru saja selesai digelar di wilayah Sidoarjo, Gus Fuad berharap mudah-mudahan NU dapat terus Istiqomah membentengi agama Islam dan NKRI dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik.
"Kemudian semua anggota NU mendapatkan ridho dari Allah SWT," tandas Gus Fuad yang merupakan anak dari (alm) KH Abdurrohim Amrullah Yahya yang juga pengasuh Pondok Gading. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |